Informasi Pajak Terkini › Forums › Akuntansi Pajak › Perlakuan Biaya di Pembukuan Sebelum Modal Disetor dan SPT Perusahaan Baru
Perlakuan Biaya di Pembukuan Sebelum Modal Disetor dan SPT Perusahaan Baru
Dear Rekan,
Saya ada kasusnya agak membingungkan, mohon maklum saya bukan latar belakang akunting.
Kasusnya begini, perusahaan didirikan pada Desember 2021 dan sudah dapat NPWP. Namun, dari Desember 2021 sampai awal Januari 2022, ada banyak problem di penerbitan NIB dsb., sehingga perusahaan belum bisa buat rekening badan sampai pertengahan Januari 2022. Akibatnya pemegang saham pun belum bisa setoran modal sampai pertengahan Januari 2022 (saat rekening bank akhirnya jadi).
Nah, dari Desember 2021 sampai Pertengahan Januari 2022, mau tidak mau perusahaan melakukan persiapan operasional dulu, meski modal belum disetor. Para pemegang saham, dengan uangnya sendiri, membayarkan dulu untuk hal-hal seperti bayar sewa bangunan, beli furnitur, dsb. Nantinya perusahaan akan mengembalikan biaya-biaya tersebut setelah rekening jadi dan modal sudah diterima utuh.
Nah, penjurnalan-nya bagaimana ya, rekan ortax? Saya rasa tidak bisa diakui sebagai Hutang Pemegang Saham, mengacu pada peraturan pajak yang mengatur tentang hal tersebut (dan tidak terpenuhi karena modal awal belum disetor oleh semua pemegang saham). Tapi secara kewajaran, terutama di mata fiskus, apakah tidak aneh kalau, misalkan, beli furnitur dengan bon dari Toko A, tapi perusahaan mentransfer uang ke pemegang saham X? Atau dianggap saja seperti metode reimbursement? Bisakah dicontohkan penjurnalannya?
Terima kasih, mohon bantuannya.
-
This discussion was modified 1 year, 3 months ago by
Edwards. Reason: Penegasan Judul
-
This discussion was modified 1 year, 3 months ago by
Tambahan: Pemegang saham pada akhirnya tetap menyetor utuh uang tunai sejumlah yang disepakati di Akta Pendirian ke rekening perusahaan, tidak ada aset/aktiva yang dibeli/dibayarkan sebelum rekening bank perusahaan jadi dikonversi atau dihitung sebagai modal.
1. UU PT menyatakan Modal disediakan oleh pemegang saham dan dalam AKTA Pendirian disebutkan bahwa masing-masing pemegang saham sudah menyetorkan tunai ke kas persero.
Jadi untuk jurnal awal cukup KAS – Modal saja rekan.Para pemegang saham, dengan uangnya sendiri, membayarkan dulu untuk hal-hal seperti bayar sewa bangunan, beli furnitur, dsb. Nantinya perusahaan akan mengembalikan biaya-biaya tersebut setelah rekening jadi dan modal sudah diterima utuh
2. Selama biaya-biaya atas nama PT maka biaya tersebut dapat dibebankan ke pembukuan persero, yang menjadi dispute jika biaya-biaya yg dikeluarkan atas nama pemegang saham bukan nama Persero.
Demikian1. UU PT menyatakan Modal disediakan oleh pemegang saham dan dalam AKTA Pendirian disebutkan bahwa masing-masing pemegang saham sudah menyetorkan tunai ke kas persero.
Jadi untuk jurnal awal cukup KAS – Modal saja rekan.Misal:
Bayar sewa 10 Desember senilai 200 juta (incl. PPh 4(2) 10%)
Sewa dibayar di muka Rp. 180.000.000 (Dr)
Hutang PPh 4(2) Rp. 20.000.000 (Dr)
Kas Rp 200.000.000 (Cr)
Tutup buku 31 desember 2021 (Rekapitulasi akun):
Kas -Rp. 200.000.000
Sewa dibayar di muka Rp. 175.000.000
Hutang PPh 4(2) Rp. 20.000.000
Rekening & Setoran Modal pada 5 Januari 2022
Kas Rp. 300.000.000 (Dr)
Setoran modal Rp. 300.000.000 (Cr)
Bukankah kas jadi negatif saat tutup tahun 2021? Apa boleh pembukuan ditutup dengan kas negatif? Atau dipindahkan saja ke akun Hutang Reimbursement seperti ini:
Tutup buku 31 Desember 2021 (rekapitulasi akun):
Kas Rp. 0
Hutang Reimbursement Rp. 200.000.000
Sewa dibayar di muka Rp. 175.000.000
Hutang PPh 4(2) Rp. 20.000.000
?
Terima kasih.
Sewa dibayar di muka Rp. 180.000.000 (Dr)
Hutang PPh 4(2) Rp. 20.000.000 (Dr)
Kas Rp 200.000.000 (Cr)Jurnal anda salah, seharusnya :
Sewa dibayar dimuka (Dr) 200.000.000
Hutang PPh 4(2) (Cr) 20.000.000
Kas/Bank (Cr) 180.000000Kas Rp. 300.000.000 (Dr) Setoran modal Rp. 300.000.000 (Cr)
Posisi Balance Sheet Akhir Desember menjadi
Kas (Dr) 120.000.000
Sewa dibayar dimuka (Dr) 200.000.000
Hutang PPh 4(2) (Cr) 20.000.000
Setoran modal (Cr) 300.000.000
Setoran modalnya baru terjadi di Januari, bukan Desember.
Lalu, bukannya “sewa dibayar di muka” itu seharusnya dihitung tanpa PPh nya? soalnya kan PPh nya tidak bisa dibiayakan di biaya sewa, melainkan dibebankan langsung saat terhutang di Beban PPh, yang kemudian dikoreksi fiskal di SPT tahunan, bukan?
Mohon dikoreksi jika salah.
OK maaf, baru ngeh, saya juga jurnalnya agak keliru. Harusnya:
Pengikatan akad & Pembayaran sewa tgl. 10 Desember 2021:
Sewa dibayar di muka………Rp. 180.000.000
Beban PPh 4(2)……………….Rp. 20.000.000
Kas…………………………………………………………Rp. 180.000.000
Hutang PPH 4(2)………………………………………Rp. 20.000.000
<div>
Tutup Buku Desember 2021:
Neraca
Kas………………………………-Rp. 180.000.000
Sewa dibayar di muka…….. Rp. 175.000.000 (Dihitung dibiayakan 1 bulan pertama)
Hutang PPh 4(2)……………. Rp. 20.000.000
Laba/Rugi
Biaya sewa…………………….. Rp. 5.000.000
Biaya PPh 4(2)……………….. Rp. 20.000.000 (Nanti dikoreksi fiskal positif di SPT Tahunan)
</div>
Saat Rekening Modal dibuat tgl. 5 Januari 2022:
Kas…………………………………Rp. 300.000.000
Setoran modal……………………………………………Rp. 300.000.00
Saat PPh 4(2) disetor ke negara tgl 8 Januari 2022:
Hutang PPh 4(2)……………….Rp. 20.000.000
Kas…………………………………………………………..Rp. 20.000.000
Apakah kas boleh negatif di neraca akhir tahun? Ataukah lebih baik begini:
Pengikatan akad & Pembayaran sewa tgl. 10 Desember 2021:
Sewa dibayar di muka………Rp. 180.000.000
Beban PPh 4(2)……………….Rp. 20.000.000
Hutang Reimbursement…………………………….Rp. 180.000.000
Hutang PPH 4(2)………………………………………Rp. 20.000.000
Tutup Buku Desember 2021:
Neraca
Kas……………………………… Rp. 0
Sewa dibayar di muka…….. Rp. 175.000.000 (Dihitung dibiayakan 1 bulan pertama)
Hutang PPh 4(2)……………. Rp. 20.000.000
Hutang Reimbursement….. Rp. 180.000.000
Laba/Rugi
Biaya sewa…………………….. Rp. 5.000.000
Biaya PPh 4(2)……………….. Rp. 20.000.000 (Nanti dikoreksi fiskal positif di SPT Tahunan)