Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › PENTING…SE-10/PJ.04/2008
termasuk
kalo pendapat saya.. kita tidak perlu merisaukan atas SE ini… pemeriksaan merupakan suatu konsekuasi logis dengan sistem pajak kita yang menganut self assesment…. Bagi perusahaan dengan adanya pemeriksaan atas LB kompensasi di akhir tahun pajak maka akan menambah cash flow apabila angka2 yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN tersebut benar dan membuat apa yang dilaporkan dalam SPT masa PPN telah mempunyai kekuatan hukum tetap…. Dan apabila pemeriksaan ini menjadi ajang oknum pajak melakukan tindak pidana.. yah tinggal LAPORKAN SAJA….
Demikian pendapat sayaDear all:
"Menguji Kepatuhan" adalah masalah "Kekuasaan Pemeriksaan Yang Tidak Terbatas" yang hakekatnya "Harus Dibatasi"(Limitation of Statue) sesuai Adagium Hukum dan Check And Balances.
Pengertian "Pemeriksaan Pajak" seharusnya di amandemen sbb:
"Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghmpun dan megolah Data, Keterangan dan / atau Bukti yang dilaksanakan secara Obyektif dan Profesional berdasarkan suatu Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan "dalam hal Data Dan Keterangan Yang Dilaporkan WP berbeda Dengan Data Di Dit Jen Pajak " dan / atau untuk Tujuan Lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan per Undang-Undangan Perpajakan.
Demikan pendapat.
Regard's
RITZKY FIRDAUS
PEMERIKSAAN PADA DASARNYA MENGUJI KEPATUHAN MEMANG BETUL TETAPI BUKANNYA TANPA BATASAN, JIKA TIDAK ADA BATASANNYA MAKA SASARAN YANG HENDAK DICAPAI DALAM PENGUJIAN TERSEBUT MENJADI TIDAK JELAS.
VERSI LENGKAP :
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
31 Desember 2008SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 10/PJ.04/2008TENTANG
KEBIJAKAN PEMERIKSAAN
UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKANDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut
Undang-Undang KUP), dan ketentuan peraturan pelaksanaannya, terutama di bidang pemeriksaan, yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Berdasarkan
Undang-Undang KUP, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan,
dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
Kantor, maka untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemeriksaan serta menciptakan tertib administrasi
pemeriksaan, dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
tersebut.Selain menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan baru tersebut diatas, kebijakan pemeriksaan juga disusun
untuk menyelaraskan dengan proses modernisasi administrasi perpajakan yang telah dan sedang berlangsung
hingga saat ini. Modernisasi administrasi perpajakan membawa akibat berupa pembubaran Kantor Pemeriksaan
dan Penyediaan Pajak (Karikpa) dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.Selain itu,modernisasi juga
berakibat pada berubahnya pelaksanaan pemeriksaan di Kantor Wilayah DJP, yaitu hanya melakukan
pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan.Menurut Undang-Undang KUP, tujuan pemeriksaan meliputi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Mengingat masing-masing tujuan pemeriksaan memiliki karakteristik yang spesifik, dan agar
selaras dengan tujuan pemeriksaan tersebut, kebijakan pemeriksaan juga dibagi 2 (dua), yaitu :
a. Kebijakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
b. Kebijakan pemeriksaan untuk tujuan lain.Kebijakan pemeriksaan untuk tujuan lain akan ditetapkan dalam surat edaran tersendiri, sedangkan kebijakan
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan adalah sebagai berikut :I. KEBIJAKAN UMUM
A. Tujuan Pemeriksaan
1. Tujuan pemeriksaan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini hanya meliputi
tujuan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
2. Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dilakukan dengan menguji kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan/
atau pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, dan/atau keadaan, yang sebenarnya dari Wajib Pajak.
3. Pelaksanaan dan hasil pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang diikuti
dengan penerbitan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak.B. Ruang Lingkup Pemeriksaan
1. Ruang lingkup pemeriksaan merupakan cakupan dari jenis pajak dan periode dari pencatatan
atau pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan pemeriksaan.
2. Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
meliputi pemeriksaan atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau
beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun
tahun berjalan.C. Jenis Pemeriksaan
1. Jenis pemeriksaan dipengaruhi oleh bobot risiko ketidakpatuhan dari Wajib Pajak yang
diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan.
2. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan
melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan, yaitu :
a. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan,
tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
b. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal
Pajak.
3. Semakin tinggi risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak, pemeriksaannya dilaksanakan melalui
Pemeriksaan lapangan.D. Kriteria Pemeriksaan
1. Kriteria Pemeriksaan merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak.
2. Terdapat 2 (dua) kriteria pemeriksaan yang mendasari dilakukannya pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, yaitu :
a. Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak
sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya
atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP;
b. Pemeriksaan berdasarkan risiko (risk based audit) yang selanjutnya disebut dengan
Pemeriksaan Khusus, merupakan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil
analisis risiko terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Analisis risiko terhadap
ketidakpatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan secara Komputerisasi atau secara manual.
3. Pemeriksaan rutin yang pelaksanaannya diprioritaskan merupakan pemeriksaan yang dilakukan
terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
4. Pemeriksaan Khusus dibagi menjadi 2 (dua) kriteria, yaitu :
a. Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat bottom up (dari bawah ke atas),
yaitu Pemeriksaan Khusus berdasarkan hasil analisis risiko terhadap profil Wajib Pajak
yang dilakukan secara manual oleh Kantor Pelayanan Pajak dan disampaikan kepada
Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya untuk mendapatkan persetujuan;
b. Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat top down (dari atas kebawah),
yaitu Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan :
1) hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan
yang dilakukan oleh Kepala kanwil DJP atau Direktur Intelijen dan Penyidikan;
2) hasil analisis risiko secara komputerisasi (selama ini disebut Kriteria Seleksi)
yang berupa skor risiko ketidakpatuhan dengan memperhatikan
variabel-variabel tertentu serta adanya data dan informasi; atau
3) pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.E. Jangka Waktu Pemeriksaan
1. Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
2. Jangka waktu Pemeriksaan Kantor dihitung sejak tanggal Wajib Pajak harus datang memenuhi
surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil
Pemeriksaan.
3. Jangka Waktu Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan adalah 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan)
bulan.
4. Apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi
khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, jangka waktu pemeriksaan
dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun, kecuali pemeriksaan yang dilakukan
terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
5. Jangka waktu Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
adalah 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan.
6. Apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi
khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, Pemeriksaan Kantor diubah
menjadi Pemeriksaan Lapangan.
7. Jangka waktu maksimal setelah perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tidak dapat
diperpanjang lagi meskipun terjadi pergantian tim Pemeriksa Pajak.
8. Terkait dengan pelaksanaan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan sepanjang tidak melewati jangka
waktu maksimal yang ditetapkan.
b. Dalam hal pemeriksaan dilakukan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP,
perpanjangan jangka waktu pemeriksaan harus memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
c. Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan hanya disampaikan 1 (satu)
kali.
d. Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan (UP2) dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka
Waktu Pemeriksaan kepada :
1) Kepala Kantor Wilayah DJP untuk instruksi/persetujuan/penugasan
pemeriksaan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP; atau
2) Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (Direktur P2) untuk instruksi/persetujuan
pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan.
e. Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan dapat disampaikan
secara manual dan/atau elektronik melalui Modul Pemeriksaan pada SIDJP.
f. Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan harus disampaikan
paling lambat 1 (satu) minggu sebelum berakhirnya jangka waktu pemeriksaan.
g. Apabila jangka waktu 4 (empat) bulan untuk jenis Pemeriksaan Lapangan atau jangka
waktu 3 (tiga) bulan untuk jenis Pemeriksaan Kantor telah terlampaui dan Kepala Unit
Pelaksana Pemeriksaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan
Jangka Waktu Pemeriksaan, makaKepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus
menentukan tindak lanjut pemeriksaan tersebut.
h. Apabila jangka waktu pemeriksaan telah melewati jangka waktu maksimal setelah
perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tetapi pemeriksaan belum dapat diselesaikan,
maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan
tersebut.
i. Tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h dilakukan
dengan cara :
1) menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan temuan pemeriksaan setelah
terlebih dahulu menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
(SPHP) dan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib
Pajak;
2) ditingkatkan ke Pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi tindak
pidana di bidang perpajakan;atau
3) membuat laporan pemeriksaan sumir berdasarkan pertimbangan Kepala Unit
Pelaksana Pemeriksaan.F. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan
Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.F.1. Persiapan Pemeriksaan
1. Persiapan pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak
sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan.
2. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus membentuk susunan tim Pemeriksa Pajak,
yang terdiri dari Supervisor, Ketua Tim, dan Anggota Tim dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER – 31/PJ/2008 tentang Pedoman Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim Pemeriksa
Pajak dan perubahannya serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-08/PJ.04/2008 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-31/PJ/2008.
3. Pada tahap Persiapan Pemeriksaan harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Berdasarkan instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan atau Lembar
Penugasan Pemeriksaan (LP2), Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus
mendistribusikan penugasan pemeriksaan kepada tim pemeriksa pajak yang
telah dibentuk dengan membuat nota dinas kepada Supervisor yang ditunjuk
melalui Kepala Seksi Pemeriksaan.
b. Berdasarkan nota dinas Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, tim Pemeriksa
Pajak yang ditunjuk harus meminjam profil, dokumen, dan berkas Wajib Pajak
yang akan diperiksa.
c. Tim Pemeriksa Pajak yang ditunjuk harus mempelajari dan menelaah Profil
Wajib Pajak termasuk hasil analisis risiko yang telah dilakukan oleh Seksi
Pengawasan dan Konsultasi, serta dokumen dan berkas wajib Pajak sehingga
tim Pemeriksa Pajak memperoleh gambaran yang lengkap tentang kegiatan
usaha Wajib Pajak termasuk benchmark, data, dan informasi yang terkait
dengan Wajib Pajak.
d. Tim Pemeriksa Pajak harus membuat evaluasi terhadap kondisi Wajib Pajak
berdasarkan hasil penelaahan profil Wajib Pajak terutama yang terkait dengan
kondisi usahanya, operasi usahanya, atau struktur pembiayaan/permodalannya.
e. Hasil penelaahan dan evaluasi terhadap Profil Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf c dan huruf d digunakan sebagai dasar untuk membuat
perencanaan penyelesaian pemeriksaan (audit planning), merancang program
pemeriksaan (audit program), prosedur pemeriksaan yang akan ditempuh
serta untuk menentukan teknik pemeriksaan (metode pengujian) yang
digunakan.
f. Hasil penelaahan terhadap Profil Wajib Pajak harus didokumentasikan dalam
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
g. Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak yang ternyata Profil
Wajib Pajaknya tidak ada atau belum dibuat, maka pemeriksaan tidak boleh
dilaksanakan (SP2 tidak boleh diterbitkan), kecuali pemeriksaan terhadap SPT
Lebih Bayar restitusi dan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
Lokasi karena adanya permintaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili.
Untuk selanjutnya, Profil Wajib Pajak yang belum ada tersebut harus segera
dibuat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
h. Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud
pada huruf g profil Wajib Pajak belum dibuat, Pemeriksa Pajak diminta untuk
melaporkan hal tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah DJP melalui Kepala
Unit Pelaksana Pemeriksaan dengan ditembuskan kepada Direktur Potensi,
Kepatuhan dan Penerimaan dan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
dengan menggunakan formulir sebagaimana terdapat dalam Lampiran 1 dan
pemeriksaan dapat dilaksanakan setelah profil Wajib Pajak dibuat.F.2. Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan
1. Tata cara pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan :
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
Pemeriksaan;
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; dan
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
2. Pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan yang meliputi
standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan pemeriksaan.
3. Tim Pemeriksa Pajak harus mencantumkan dasar hukum berupa ketentuan
perundang-undangan perpajakan dan ketentuan pelaksanaannya serta bukti-bukti
pendukungnya, atas setiap temuan pemeriksaan.
4. Temuan pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang penyampaiannya hanya dapat
dilakukan 1 (satu) kali.
5. Wajib Pajak harus diberi kesempatan hadir untuk melakukan pembahasan akhir hasil
pemeriksaan. Pembahasan akhir harus dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang
ditentukan, yaitu 1 (satu) bulan untuk Pemeriksaan Lapangan dan 3 (tiga) minggu
untuk Pemeriksaan Kantor.
6. Dalam hal dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, baik Tim Pembahas Tingkat Unit
Pelaksana Pemeriksaan maupun Tingkat Kantor Wilayah, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Tim Pembahas dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan atau Kepala
Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak yang bertugas untuk
membahas perbedaan antara pendapat Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak pada
saat dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan susunan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.
b. Tim Pembahas akan melaksanakan tugasnya dalam hal terdapat permohonan
dari Wajib Pajak.
c. Pembahasan oleh Tim Pembahas hanya dilakukan antara tim Pemeriksa Pajak
dengan Tim Pembahas tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak.
7. Apabila hasil pemeriksaan ternyata berbeda dengan profil Wajib Pajak, tim Pemeriksa
Pajak harus menjelaskan perbedaan tersebut dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan
Laporan Hasil Pemeriksaan serta mengirimkan data perbedaan tersebut ke Seksi
Pengawasan dan Konsultasi terkait.
8. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan
yang meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan satu atau beberapa Masa Pajak,
maka Nota Penghitungan dan surat ketetapan pajak harus diterbitkan untuk setiap
Masa Pajak dan setiap Jenis Pajak.G. Reviu atau Telaahan Sejawat (Peer Review)
1. Dalam rangka melakukan pengawasan dan peningkatan kualitas hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan, perlu dilakukan reviu terhadap konsep Laporan
Hasil Pemeriksaan atau telaahan sejawat (peer review) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan.
2. Reviu atau telaahan sejawat (peer review) dilaksanakan untuk menguji apakah pemeriksaan
yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan telah sesuai dengan standar pemeriksaan.
3. Reviu terhadap konsep Laporan Hasil Pemeriksaan terutama dilakukan terhadap pemeriksaan
yang dilaksanakan karena adanya pengaduan atau laporan dari pihak eksternal atau karena
terkait kasus-kasus tertentu.
4. Reviu dilaksanakan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah DJP
sesuai dengan pejabat yang menerbitkan instruksi pemeriksaan.
5. Telaahan sejawat (peer review) dapat dilaksanakan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
atau Kepala Kantor wilayah DJP.TERNYATA DI ORTax sudah ADA…., Sory ya.. Coba aja ke Peraturan –> Search Jenis : Surat Edaran Dirjen Pajak, Tahun : 2008, Nomor 10. Pasti Ketemu