Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Bahas Berita › Penjual Aset Kripto yang Tidak Terdaftar Di Bappebti Kena Pajak 2 Kali Lipat
Tagged: kripto
Penjual Aset Kripto yang Tidak Terdaftar Di Bappebti Kena Pajak 2 Kali Lipat
JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah resmi memungut pajak atas penjualan, pembelian, hingga tukar-menukar aset kripto melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Pajak aset kripto ini berupa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku mulai 1 Mei 2022. Beleid yang mengaturnya adalah PMK Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Bonarsius Sipayung menyatakan, tarif pajak atas transaksi aset kripto beragam. Jika transaksi dilakukan di pedagang fisik aset kripto yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan (Bappebti), tarifnya akan lebih tinggi dua kali lipat dibanding yang sudah terdaftar. “Kalau exchanger (penjual aset kripto) yang terdaftar di luar Bappebti, dikenakan 2 kali lipat,” kata Bonarsius dalam media briefing, dikutip Kompas.com dari Youtube DJP, Jumat (8/4/2022).
“Kenapa dibedakan? Karena mestinya harus dibedakan, sebab Bappebti terdaftar, kelihatan dengan baik, dan teradministrasi dengan baik di Bappebti,” ucap dia. Sementara itu, penjual aset kripto yang belum terdaftar di Bappebti tidak teradministrasi dengan baik oleh pemerintah. Namun kata Bonarsius, Ditjen Pajak bersifat netral dan tidak melarang cara seseorang berbisnis selama mereka tetap mengikuti aturan perpajakan negara.
“DJP itu bersifat netral, tidak melarang bagaimana orang berbisnis. Tapi aturan, dari sisi regulasi, kalau kamu enggak mau masuk sistem di Bappebti, berarti kamu kena tarif lebih tinggi. Itu konsekuensinya,” tandas dia.