Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › Pelaporan Penyerahan Barang Yang Dibebaskan dari PPN dan E-SPT PPN 1111
Pelaporan Penyerahan Barang Yang Dibebaskan dari PPN dan E-SPT PPN 1111
Yth. Ortax
Bersama ini ada yang saya mau tanyakan : Jika suatu pengusaha kena pajak yg membeli barang kena pajak (BKP) berupa bibit/benih pertanian dimana dalam faktur pajak masukan/pembeliannya tercantum keterangan “PPN Dibebaskan sesuai dengan PP No.31 Tahun 2007†serta kode transaksi 080- …, faktur2 pajak masukan ini sudah diinput dengan ppn nol selama beberapa masa/bulan pelaporan SPT Masa PPN.
Apakah pada waktu BKP yg dibebaskan dari PPN ini dijual lagi/diserahkan kepada konsumen juga harus dibebaskan dari PPN?
Selanjutnya jika Barang yang dibebaskan dari PPN sudah dipisahkan/disortir dari barang yg kena PPN dan ditentukan jumlahnya 2.175.000.000.
Tetapi barang yg dibebaskan dari PPN (bibit pertanian) ini dijual kepada para petani yg hanya punya nama dan alamat tapi tidak punya NPWP. Penjualan ini tidak/belum dibuatkan Faktur Pajak, hanya dibuatkan faktur/bukti penjualan sederhana yg tercantum nama dan alamat pembeli.Bagian pembukuanx belum mendata/menyortir nama2 pembeli dan jumlahx dari penjualan barang yg dibebaskan dari PPN sebesar 2.175.000.000 ini.
Pada saat diinput di komputer E-SPT PPN 1111 (jml faktur lebih dari 25), pada input data faktur pajak keluaran, jumlah penyerahan ini diinput secara langsung/manual saja dgn kode transaksi 080… dan e-spt minta nomor faktur, tanggal dan nama pembeli. Saya beri nama saja Faktur Sederhana, tglnya akhir bulan dan nomor fakturnya otomatis karena di bagian informasi profil, penomoran faktur disetting Auto. Nama pembeli yg tdk punya NPWP tdk bisa diinput/disimpan di Daftar Lawan Transaksi.
Apakah penyerahan barang yang dibebaskan dari PPN sebesar 2.175.000.000 tsb harus dibuatkan Faktur Pajak tanpa NPWP dgn kode transaksi 080… dan diberi nomor faktur?
Apakah penyerahan barang yang dibebaskan dari PPN sebesar 2.175.000.000 tsb harus didata/disortir nama2 pembeli dan jumlahnya dalam rangka membuat Faktur Pajak, untuk dilaporkan dalam SPT Masa PPN?Demikianlah pertanyaan saya, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Rorapindan
- Originaly posted by Rorapindan:
faktur2 pajak masukan ini sudah diinput dengan ppn nol selama beberapa masa/bulan pelaporan SPT Masa PPN.
Yang ini dasar hukumnya dimana rekan?
Bukankah walaupun PPN nya dibebaskan, jumlah PPN yang dibebaskan (10%) tetap wajib dicantumkan?Originaly posted by Rorapindan:Apakah penyerahan barang yang dibebaskan dari PPN sebesar 2.175.000.000 tsb harus dibuatkan Faktur Pajak tanpa NPWP dgn kode transaksi 080… dan diberi nomor faktur?
Benar, mau tidak mau dibuatkan FP dengan kode 08 dengan no urut sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk NPWP, dapat dituliskan 00.000.000.0-000.000
Originaly posted by Rorapindan:Apakah penyerahan barang yang dibebaskan dari PPN sebesar 2.175.000.000 tsb harus didata/disortir nama2 pembeli dan jumlahnya dalam rangka membuat Faktur Pajak, untuk dilaporkan dalam SPT Masa PPN?
Untuk dilaporkan, jelas wajib, karena sudah diakomodasi di formulir 1111 AB I.C.4 dan induk I.A.5.
CMIIW Yth. Ortax dan rekan
Terima kasih atas bantuannya.
PPN Dibebaskan untuk Bibit pertanian dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah/PP No.31 Tahun 2007, yg ketentuan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008.
Jadi karena dalam faktur pajak yg diterima dari penjual/supplier tercantum keterangan "PPN Dibebaskan Sesuai PP No.31 Tahun 2007" dan dalam faktur
pajak tsb memang tidak terhitung PPNnya pada jml yg hrs dibayar, maka waktu diinput di e-spt ppn 1111 jumlah ppn 10% yg muncul, secara manual kita ganti nol/delete.PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31/PMK.03/2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
155/KMK.03/2001
TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR
DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
Bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis.
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4726);
5. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak
Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak
Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2007;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG
PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/
ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang
Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan
Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan :
1. Nomor 363/KMK.03/2002;
2. Nomor 371/KMK.03/2003;
3. Nomor 11/PMK.03/2007;
diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambah 1 (satu) huruf pada angka 1 yakni huruf i dan
menambah 2 (dua) angka yakni angka 5 dan angka 6, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus)
watt; dan
i. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
2. Barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c adalah barang yang
dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk
yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah
proses lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2007.
3. dihapus.
4. dihapus.
5. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf i
adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan
sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu
dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya
dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi
ketentuan :
a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak
melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
b. harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat
puluh empat juta rupiah);
c. diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp
4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang
mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
e. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat
tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
dimiliki.
6. Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami sebagaimana dimaksud pada angka
5 yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
memenuhi ketentuan:
a. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam
rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
b. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak dibeli.
2. Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 4
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 4
(1) Atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, dan d dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 1 huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf i yang dilakukan oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam
rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
3. Ketentuan Pasal 5 ayat (6) diubah, dan diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat
yakni ayat (2a), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5
(1) Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka I huruf a,
diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c,
dan d, dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h tidak diwajibkan mempunyai
Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(2a) Orang pribadi atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang
menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas
Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan.
(4) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak
memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima
lengkap.
(5) Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai- Originaly posted by Rorapindan:
Jadi karena dalam faktur pajak yg diterima dari penjual/supplier tercantum keterangan "PPN Dibebaskan Sesuai PP No.31 Tahun 2007" dan dalam faktur
pajak tsb memang tidak terhitung PPNnya pada jml yg hrs dibayar, maka waktu diinput di e-spt ppn 1111 jumlah ppn 10% yg muncul, secara manual kita ganti nol/delete.Dibebaskan bukan berarti tidak dikenakan rekan.
Jika cara nya diganti menjadi no begitu, lalu bagaimana jumlah PPN di baigan induk I.A.5 Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPNPasti akan selalu nol dong ya? Benar tidak?
Satu lagi, di FP apakah kolom PPN nya juga nol?
Mohon pencerahannya.
- Originaly posted by ingintahupajak:
Dibebaskan bukan berarti tidak dikenakan rekan
Bukannya kalo dibebaskan berarti tidak dikenakan rekan?
Lain hal-nya dengan DTP atau tarif 0%…tetep dikenakan tapi PPN nya DTP atau tarif 0%…Originaly posted by Rorapindan:Untuk dilaporkan, jelas wajib, karena sudah diakomodasi di formulir 1111 AB I.C.4 dan induk I.A.5.
Setujuuu…. wajib, termasuk yang tidak terutang PPN juga wajib dilaporkan, biar sama antara omzet di PPN dan di PPh Badan…CMIIW
Salam
- Originaly posted by ekayanto:
Bukannya kalo dibebaskan berarti tidak dikenakan rekan?
Lain hal-nya dengan DTP atau tarif 0%…tetep dikenakan tapi PPN nya DTP atau tarif 0%…IMO, pada dasarnya barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN diatur di Pasal 4A UU PPN, selain yang tercantum disana, semua barang atau jasa dikenakan PPN atau istilahnya termasuk Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak.
Diantara BKP atau JKP tersebut ada yang diberikan fasilitas berupa PPN dibebaskan ; atau terutang PPN tetapi tidak dipungut.CMIIW
Betul rekan…dibebaskan = terutang tapi tidak dipungut…..
thanks atas pencerahannya….Salam
- Originaly posted by ekayanto:
Betul rekan…dibebaskan = terutang tapi tidak dipungut…..
Eh maaf rekan, maksud saya bukan menyamakan dibebaskan = terutang tidak dipungut.
Ada perbedaan di perlakuan Pajak Masukannya.
PM terkait penyerahan yang dibebaskan, tidak dapat dikreditkan.
PM terkait penyerahan yang terutang tidak dipungut, dapat dikreditkan.CMIIW
Jadi PPN yang dibebaskan itu yg bagaimana?
Apa yang terutang tapi dibebaskan? he..he… trus bedanya dengan yang non BKP/JKP apa rekan? mohon pencerahan…Salam
Kalau untuk fasilitas dibebaskan dan terutang tidak dipungut, penjelasan dan perbedaannya ada di pasal 16B UU PPN beserta penjelasannnya.
http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2009&nomor=42&q=&q_do=m acth&cols=isi&hlm=1&page=show&id=13964Contoh yang dibebaskan itu seperti BKP yang bersifat strategis atau BKP/JKP tertentu.
Sedangkan yang terutang tidak dipungut contohnya seperti penyerahan ke kawasan berikat atau kawasan bebas.Originaly posted by ekayanto:trus bedanya dengan yang non BKP/JKP apa rekan? mohon pencerahan…
Non BKP / JKP pada dasarnya memang tidak dikenakan PPN rekan.
Sedangkan dibebaskan atau terutang tidak dipungut, merupakan fasilitas dari BKP/JKP tertentu.CMIIW
Maksud saya begini rekan dari sekian fasilitas2 PPN seperti yang rekan sebutkan, hanya yang fasilitas dibebaskan yang PM nya tidak dapat dikreditkan….sementara fasilitas2 yang lain PM nya dapat dikreditkan, kalau semuanya fasilitas2 tadi terutang PPN, kenapa hanya fasilitas yang dibebaskan..yang PM-nya tidak dapat dikreditkan.
Makanya diawal saya menyimpulkan apakah sama dibebaskan dengan tidak terutang?
kira-kira filosofi nya apa ya… kalau emang semuanya terutang PPN kenapa PM atas fasilitas dibebaskan tidak dapat dikreditkan?Salam
Waduh, klo filosofi sudah nyentuh dasar pembuatan aturan donk yah, hehehe..
Kalau untuk yang terutang tidak dipungut saya menangkapnya pemerintah ingin mendorong ekspor, karena penyerahan ke kawasan bebas atau berikat rata2 untuk tujuan ekspor.
Mayoritas penyerahan ke daerah tersebut PPN nya tidak dipungut, pun PM terkait penyerahan tersebut dapat dikreditkan sehingga mendorong dan memudahkan transaksi ekonomi dari daerah dalam pabean lainnya ke kawasan tersebut.
Kasarnya seperti itu mungkin ya, hehehe..- Originaly posted by ingintahupajak:
Kalau untuk yang terutang tidak dipungut saya menangkapnya pemerintah ingin mendorong ekspor, karena penyerahan ke kawasan bebas atau berikat rata2 untuk tujuan ekspor.
Mayoritas penyerahan ke daerah tersebut PPN nya tidak dipungut, pun PM terkait penyerahan tersebut dapat dikreditkan sehingga mendorong dan memudahkan transaksi ekonomi dari daerah dalam pabean lainnya ke kawasan tersebut.Kalo yang ini saya juga setuju…
trus juga sesuai azas destination PPN kan Pajak atas konsumsi Dalam Negeri (Daerah Pabean) kalo barang tersebut dikonsumsi/dimanfaatkan diluar daerah pabean masa mau dikenain pajak…..Cuma rekan belum nerangin nih mengenai fasilitas yg dibebaskan…kenapa PM nya ga dapat dikreditkan seperti fasilitas2 yang lainnya he..he…
ditunggu penjelasannya…
Salam