Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Orang Pribadi/Badan yang Menyetor Sendiri PPh (Persewaan Tanah dan/atau Bangunan)?
Orang Pribadi/Badan yang Menyetor Sendiri PPh (Persewaan Tanah dan/atau Bangunan)?
Di dalam SPT PPh Pasal 4 (2) Bagian B uraian (1) poin 5. huruf b. dikatakan bahwa:
a. Penyewa sebagai Pemotong Pajak
b. Orang Pribadi/Badan yang menyetor sendiri PPhBagaimanakah mekanisme penyetoran dan pelaporan atas transaksi tsb?
Apakah jika orang pribadi itu sendiri yang menyetor PPh, perlukah ia membuat bukti potong?- Originaly posted by desidiarnitha:
a. Penyewa sebagai Pemotong Pajak
penyetoran paling lambat tgl 10 bln berikutnya dan pelaporan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya (buat bukti potong)
Originaly posted by desidiarnitha:. Orang Pribadi/Badan yang menyetor sendiri PPh
penyetoran paling lambat tgl 15 bln berikutnya dan pelaporan paling lambat tgl 20 bln berikutnya (tidak buat bukti potong)
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP – 227/PJ./2002TENTANG
TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN
DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNANDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002
tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan
Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau
Bangunan, perlu untuk menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemotongan
dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan;Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3985);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/
Atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 10; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4174);
4. Keputusan Menteri Keuangan 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEBAYARAN, SERTA
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN;Pasal 1
Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang
dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan
dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan
dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.Pasal 2
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah
kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.Pasal 4
Tata Cara pelunasan Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dilakukan melalui:
(1) Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
(2) Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan
Subjek Pajak, selain yang tersebut pada ayat (1).Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
pihak penyewa wajib:
a. Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa,
tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi;
b. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa;
c. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor
Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa;(2) Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2), pihak yang menyewakan wajib:
a. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling
lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa;
b. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor
pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa;Pasal 6
(1) Dalam pembukuan Wajib Pajak yang menyewakan, wajib dipisahkan antara penghasilan dan biaya
yang berhubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan dengan penghasilan dan biaya
lainnya.(2) Bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan atau bangunan
tidak diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25.Pasal 7
(1) Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulam Mei 2002 dan pelaksanaannya
dimulai sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 6% (enam persen) dari
jumlah bruto nilai persewaan;(2) Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 tetapi pelaksanaannya
setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari
persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto
nilai persewaan;(3) Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani dan pelaksanaannya setelah bulan April 2002,
maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan
atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;Pasal 8
Pada saat mulai berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-22/PJ.41/1996 tanggal 14 Juni 1996 dinyatakan tidak berlaku.Pasal 9
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2002
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2002
DIREKTUR JENDERAL,ttd
HADI POERNOMO
- Originaly posted by desidiarnitha:
Apakah jika orang pribadi itu sendiri yang menyetor PPh, perlukah ia membuat bukti potong?
Apabila menyetor sendiri, tidak ada bukti potong…
- Originaly posted by begawan5060:
Originaly posted by desidiarnitha:
Apakah jika orang pribadi itu sendiri yang menyetor PPh, perlukah ia membuat bukti potong?Apabila menyetor sendiri, tidak ada bukti potong…
Rekan begawan,
tapi bukan kah, penyewa jg berhak mendapatkan bukti potong?
setahu saya, tetap dibuatkan bukti potong meskipun yang menyewakan yg menyetor pph sendiri..mohon koreksinya apabila salah..
- Originaly posted by ekha3003:
tapi bukan kah, penyewa jg berhak mendapatkan bukti potong?
Kalau boleh tahu kepentingan pihak penyewa mendapat bukti potong apa ya rekan? Dia kan tidak memotong pajaknya.
- Originaly posted by ekha3003:
Rekan begawan,
tapi bukan kah, penyewa jg berhak mendapatkan bukti potong?
setahu saya, tetap dibuatkan bukti potong meskipun yang menyewakan yg menyetor pph sendiri..mohon koreksinya apabila salah..
mohon menjawab ya rekan begawan…
kewajiban memotong ada pada pemberi penghasilan dalam hal ini di pihak penyewa, maka seyogyanya yg membuat bukti potong adalah penyewa
dalam hal yg menyewa bukanlah pemotong (dalam hal ini adalah OP yg tdk ditunjuk sebagai pemotong pajak), maka atas persewaan tersebut dilakukan penyetoran sendiri oleh pihak yg menyewakan dgn menggunakan SSP. nah SSP inilah yg biasanya diminta oleh penyewa yg dapat menjadi bukti bahwa penyetoran telah dilakukan oleh yg menyewakan
- Originaly posted by marto89:
Kalau boleh tahu kepentingan pihak penyewa mendapat bukti potong apa ya rekan? Dia kan tidak memotong pajaknya.
Mungkin untuk mengajukan SKF, kalau saya tidak keliru dibutuhkan itu salah satu persyaratan untuk menggantikan fotokopi SPPT PBB/STTS jika bukan milik sendiri
- Originaly posted by ekha3003:
tapi bukan kah, penyewa jg berhak mendapatkan bukti potong?
Berhak? atas kuasa dari mana? untuk keperluan apa?
Sepanjang penyewa bukan pemotong pajak, tidak ada yang dipertanggungjawabkan atas persewaan tersebut dihadapan fiskus.. - Originaly posted by begawan5060:
Sepanjang penyewa bukan pemotong pajak, tidak ada yang dipertanggungjawabkan atas persewaan tersebut dihadapan fiskus..
Rekan Begawan,
apabila penyewa adalah pemotong pajak namun pemberi sewa sudah terlebih dahulu melakukan penyetoran pajak sendiri, apakah yang sebaiknya dilakukan oleh penyewa?
Trims.
- Originaly posted by vanilla:
Rekan Begawan,
ijin bantu jawab ya master 🙂
Jika
Originaly posted by vanilla:penyewa adalah pemotong pajak
maka penyewa wajib memotong si pemberi sewa (penerima penghasilan).
mungkin anda berpikir jadi double dong kan
Originaly posted by vanilla:pemberi sewa sudah terlebih dahulu melakukan penyetoran pajak sendiri,
.
solusinya ada di PMK 187-2015. Baca sendiri yaOriginaly posted by vanilla:apakah yang sebaiknya dilakukan oleh penyewa?
sepanjang penyewa adalah pemotong maka wajib memotong ph penerima penghasilan dan membuat bukti potong
salam
Rekan,
Kebetulan ada teman saya yang menyewakan apartemen nye ke orang pribadi.
Teman saya sudah memiliki npwp, apakah atas transaksi ini terutang PPh final 4(2) ? ( Referensi KEP – 227/PJ./2002 )Jika iya, apakah dia harus melakukan pelaporan SPT Masa 4(2) nya berikut bukpot atas nama si penyewa ?
- Originaly posted by sxeal:
Teman saya sudah memiliki npwp, apakah atas transaksi ini terutang PPh final 4(2) ? ( Referensi KEP – 227/PJ./2002 )
Benar..
Originaly posted by sxeal:Jika iya, apakah dia harus melakukan pelaporan SPT Masa 4(2) nya
Benar..
Originaly posted by sxeal:berikut bukpot atas nama si penyewa ?
Tidak sama sekali..
- Originaly posted by hangsengnikkei:
kalau dibilang salah ya gak juga benar (bingung ya), kalaupun mau membantu penyewa ya akan lebih benar kalau disetorkan atas nama penyewa yg merupakan pemotong pajak
nah ini benar nih.. di ebillingnya haru isi NPWP lain