Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › [HELP] PPh Badan – PP 46 – Perusahaan baru berdiri thn 2013 dan merugi – Belum lapor dan bayar pajak
[HELP] PPh Badan – PP 46 – Perusahaan baru berdiri thn 2013 dan merugi – Belum lapor dan bayar pajak
Dear All,
Langsung ke inti pertanyaan dan masalah saja ya.
– Juni 2013: kami mendirikan PT untuk memulai usaha agro di desa.
– Juli 2013: Kartu NPWP diterima dan tertulis berlaku/terdaftar sejak juli 2013.
– September 2013: Invoice atas penjualan/pendapatan perdana (fisik uang belum diterima).
– Oktober 2013: Fisik uang sebesar Rp. 40 juta atas invoice bulan Sept 2013 diterima.
– Des 2013: Perusahaan total merugi Rp. 259 juta sepanjang tahun 2013Kondisi:
* Belum pernah melaporkan SPT Masa hingga saat ini
* Belum pernah membayar pajak hingga saat iniPertanyaan kami:
1. Apakah kami boleh menggunakan ataupun mengajukan permohonan untuk menggunakan pembukuan untuk perhitungan pajak penghasilan ? Pusing kami, usaha sudah merugi, hutang masih nombok, modal entah kapan bisa balik, masih juga harus bayar pajak 1% dari omzet (+/- 350 jt) !!
Apakah bisa kita mengajukan keringanan pajak untuk perusahaan yang baru berdiri dan merugi ?? Mohon petunjuk rekan2, berapa rupiah pun yang bisa dihemat akaan sangat berarti bagi perusahaan kami.2. Kalau kami mao menyelesaikan kewajiban pajak tahun 2013, bagaimana cara pengisian di SPT dan SSP ?? APakah langsung saja dituliskan untuk bayar pph pasal 29 ???
3. Untuk angsuran pajak 2014, bagaimana cara perhitungan nya ?? Apakah menggunakan pendapatan bulan Sept 2013 atau total pendaapatan tahun 2013 ??
Berapa yang harus kami angsur utk pph pasal 25 selama tahun 2014 ?
Mohon bantuan rekan2 agar kami tidak Lebih Bayar pada akhir tahun 2014 nanti.4. Tempat pembayaran apakah hanya di Bank Mandiri, BNI, BRI, dan kantor pos saja ?? Bagaimana cara membayar? Form apa yang harus kami isi?
5. Mayoritas karyawan kami berstatus harian lepas. Semua nya tidak punya NPWP. Penghasilan mereka ada yang di atas PTKP. Apakah ada kewajiban memungut pph 21 ? Kalau tidak dipungut apa konsekuensinya? mengingat jumlah karyawan +/- 50-60 orang. Akan sangat membebani apabila pph 21 kami tanggung, karna dari pengalaman memungut jamsostek (diwajibkan pak lurah) banyak karyawan yg tidak peduli, dan akhirnya harus kami yang nombokin lagi.
Mohon maaf sangat panjang ceritanya. Terima kasih banyak bila ada rekan2 sekalian yang bersedia memberi masukan dan solusi.
Dear All,
Langsung ke inti pertanyaan dan masalah saja ya.
– Juni 2013: kami mendirikan PT untuk memulai usaha agro di desa.
– Juli 2013: Kartu NPWP diterima dan tertulis berlaku/terdaftar sejak juli 2013.
– September 2013: Invoice atas penjualan/pendapatan perdana (fisik uang belum diterima).
– Oktober 2013: Fisik uang sebesar Rp. 40 juta atas invoice bulan Sept 2013 diterima.
– Des 2013: Perusahaan total merugi Rp. 259 juta sepanjang tahun 2013Kondisi:
* Belum pernah melaporkan SPT Masa hingga saat ini
* Belum pernah membayar pajak hingga saat iniPertanyaan kami:
1. Apakah kami boleh menggunakan ataupun mengajukan permohonan untuk menggunakan pembukuan untuk perhitungan pajak penghasilan ? Pusing kami, usaha sudah merugi, hutang masih nombok, modal entah kapan bisa balik, masih juga harus bayar pajak 1% dari omzet (+/- 350 jt) !!
Apakah bisa kita mengajukan keringanan pajak untuk perusahaan yang baru berdiri dan merugi ?? Mohon petunjuk rekan2, berapa rupiah pun yang bisa dihemat akaan sangat berarti bagi perusahaan kami.2. Kalau kami mao menyelesaikan kewajiban pajak tahun 2013, bagaimana cara pengisian di SPT dan SSP ?? APakah langsung saja dituliskan untuk bayar pph pasal 29 ???
3. Untuk angsuran pajak 2014, bagaimana cara perhitungan nya ?? Apakah menggunakan pendapatan bulan Sept 2013 atau total pendaapatan tahun 2013 ??
Berapa yang harus kami angsur utk pph pasal 25 selama tahun 2014 ?
Mohon bantuan rekan2 agar kami tidak Lebih Bayar pada akhir tahun 2014 nanti.4. Tempat pembayaran apakah hanya di Bank Mandiri, BNI, BRI, dan kantor pos saja ?? Bagaimana cara membayar? Form apa yang harus kami isi?
5. Mayoritas karyawan kami berstatus harian lepas. Semua nya tidak punya NPWP. Penghasilan mereka ada yang di atas PTKP. Apakah ada kewajiban memungut pph 21 ? Kalau tidak dipungut apa konsekuensinya? mengingat jumlah karyawan +/- 50-60 orang. Akan sangat membebani apabila pph 21 kami tanggung, karna dari pengalaman memungut jamsostek (diwajibkan pak lurah) banyak karyawan yg tidak peduli, dan akhirnya harus kami yang nombokin lagi.
Mohon maaf sangat panjang ceritanya. Terima kasih banyak bila ada rekan2 sekalian yang bersedia memberi masukan dan solusi.
- Originaly posted by spartaboy:
Apakah kami boleh menggunakan ataupun mengajukan permohonan untuk menggunakan pembukuan untuk perhitungan pajak penghasilan ?
badan memang wajib pembukuan Pak
Originaly posted by spartaboy:usaha sudah merugi, hutang masih nombok, modal entah kapan bisa balik, masih juga harus bayar pajak 1% dari omzet (+/- 350 jt) !!
Apakah bisa kita mengajukan keringanan pajak untuk perusahaan yang baru berdiri dan merugi ??yang dilihat PP 46 hanya omset Pak, tidak peduli untung atau rugi
Originaly posted by spartaboy:Kalau kami mao menyelesaikan kewajiban pajak tahun 2013, bagaimana cara pengisian di SPT dan SSP ?
tas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final pada:
a. lampiran III bagian A butir 14 (Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir 1770-III) bagi Wajib Pajak orang pribadi;
b. lampiran IV bagian A butir 16 dengan mengisi "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu" (Formulir 1771-IV) bagi Wajib Pajak badan.Originaly posted by spartaboy:APakah langsung saja dituliskan untuk bayar pph pasal 29 ???
tidak rekan
Originaly posted by spartaboy:Untuk angsuran pajak 2014, bagaimana cara perhitungan nya ?? Apakah menggunakan pendapatan bulan Sept 2013 atau total pendaapatan tahun 2013 ??
total pendapatan tahun 2013 dikali dua rekan, kl tidak lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar PPh Pasal 4 ayat (2) 1% dari omset KAP/KJS 411128/420
kl lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar angsuran PPh Pasal 25
Penghasilan bruto sebulan xxx
Biaya-biaya ………………..xxx –
Penghasilan neto sebulan xxx
Penghasilan neto sebulan disetahunkan xxx
PPh terutang (12,5% x Penghasilan neto sebulan disetahunkan) = xxx
Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain ……………………………….xxx –
PPh kurang bayar ………………………………………….. ……………….xxx
Angsuran PPh Pasal 25 = PPh kurang bayar/12 = ……………………xxxmohon koreksi karena saya mas anak2 hehe
- Originaly posted by spartaboy:
Apakah kami boleh menggunakan ataupun mengajukan permohonan untuk menggunakan pembukuan untuk perhitungan pajak penghasilan ?
badan memang wajib pembukuan Pak
Originaly posted by spartaboy:usaha sudah merugi, hutang masih nombok, modal entah kapan bisa balik, masih juga harus bayar pajak 1% dari omzet (+/- 350 jt) !!
Apakah bisa kita mengajukan keringanan pajak untuk perusahaan yang baru berdiri dan merugi ??yang dilihat PP 46 hanya omset Pak, tidak peduli untung atau rugi
Originaly posted by spartaboy:Kalau kami mao menyelesaikan kewajiban pajak tahun 2013, bagaimana cara pengisian di SPT dan SSP ?
tas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final pada:
a. lampiran III bagian A butir 14 (Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir 1770-III) bagi Wajib Pajak orang pribadi;
b. lampiran IV bagian A butir 16 dengan mengisi "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu" (Formulir 1771-IV) bagi Wajib Pajak badan.Originaly posted by spartaboy:APakah langsung saja dituliskan untuk bayar pph pasal 29 ???
tidak rekan
Originaly posted by spartaboy:Untuk angsuran pajak 2014, bagaimana cara perhitungan nya ?? Apakah menggunakan pendapatan bulan Sept 2013 atau total pendaapatan tahun 2013 ??
total pendapatan tahun 2013 dikali dua rekan, kl tidak lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar PPh Pasal 4 ayat (2) 1% dari omset KAP/KJS 411128/420
kl lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar angsuran PPh Pasal 25
Penghasilan bruto sebulan xxx
Biaya-biaya ………………..xxx –
Penghasilan neto sebulan xxx
Penghasilan neto sebulan disetahunkan xxx
PPh terutang (12,5% x Penghasilan neto sebulan disetahunkan) = xxx
Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain ……………………………….xxx –
PPh kurang bayar ………………………………………….. ……………….xxx
Angsuran PPh Pasal 25 = PPh kurang bayar/12 = ……………………xxxmohon koreksi karena saya mas anak2 hehe
- Originaly posted by spartaboy:
Tempat pembayaran apakah hanya di Bank Mandiri, BNI, BRI, dan kantor pos saja ?? Bagaimana cara membayar? Form apa yang harus kami isi?
Bank daerah semisal bank jatim jg bisa Pak, formnya menggunakan SSP
bisa juga lewat ATMPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-37/PJ/2013TENTANG
TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
MELALUI ANJUNGAN TUNAl MANDIRI (ATM)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang : bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 no 106, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia 5424);
4. Peraturan Pemerintah nomor 74 TAHUN 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia 5268);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-148/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;
9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-25/PB/2012;MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN TUNAl MANDIRI (ATM)Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
2. Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
3. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksi penerimaan Negara dengan teraan NTPN dan NTB.
4. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan Negara dan merupakan bagian dari Sistem Penerimaan dan Anggaran Negara.
5. ATM adalah Anjungan Tunai Mandiri.Pasal 2
Wajib Pajak dapat melakukan penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM pada Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.Pasal 3
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan memasukkan NPWP, Masa Pajak dan jumlah nominal Pajak Penghasilan yang akan dibayar.
(2) Atas penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak menerima BPN dalam bentuk cetakan struk ATM.
(3) Dalam hal terdapat kendala pada mesin ATM sehingga BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat tercetak atau tercetak namun tidak dapat dibaca, Wajib Pajak dapat meminta cetak ulang BPN di kantor cabang Bank Persepsi terdekat.
(4) Prosedur cetak ulang BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan prosedur pada Bank Persepsi yang bersangkutan.Pasal 4
(1) BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, termasuk cetakan ulang dan salinannya, merupakan sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Apabila terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran menurut MPN, maka yang dianggap sah adalah data pembayaran menurut MPN.
(3) BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setidak-tidaknya mencantumkan elernen-elemen sebagai berikut:
a. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN);
b. Nomor Transaksi Bank (NTB);
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Nama Wajib Pajak;
e. Kode Akun Pajak;
f. Kode Jenis Setoran;
g. Masa Pajak;
h. Tahun Pajak;
i. Tanggal transaksi; dan
j. Jumlah nominal pembayaran.Pasal 5
Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diadministrasikan sebagai penerimaan Negara dengan Kode Akun Pajak 411128 (PPh Final) dan Kode Jenis Setoran 420 (PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu) .Pasal 6
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Oktober 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,ttd.
A. FUAD RAHMANY
mohon koreksi karena saya masih anak2 hehe
- Originaly posted by spartaboy:
Tempat pembayaran apakah hanya di Bank Mandiri, BNI, BRI, dan kantor pos saja ?? Bagaimana cara membayar? Form apa yang harus kami isi?
Bank daerah semisal bank jatim jg bisa Pak, formnya menggunakan SSP
bisa juga lewat ATMPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-37/PJ/2013TENTANG
TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
MELALUI ANJUNGAN TUNAl MANDIRI (ATM)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang : bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 no 106, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia 5424);
4. Peraturan Pemerintah nomor 74 TAHUN 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia 5268);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-148/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;
9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-25/PB/2012;MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN TUNAl MANDIRI (ATM)Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
2. Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
3. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksi penerimaan Negara dengan teraan NTPN dan NTB.
4. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan Negara dan merupakan bagian dari Sistem Penerimaan dan Anggaran Negara.
5. ATM adalah Anjungan Tunai Mandiri.Pasal 2
Wajib Pajak dapat melakukan penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM pada Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.Pasal 3
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan memasukkan NPWP, Masa Pajak dan jumlah nominal Pajak Penghasilan yang akan dibayar.
(2) Atas penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak menerima BPN dalam bentuk cetakan struk ATM.
(3) Dalam hal terdapat kendala pada mesin ATM sehingga BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat tercetak atau tercetak namun tidak dapat dibaca, Wajib Pajak dapat meminta cetak ulang BPN di kantor cabang Bank Persepsi terdekat.
(4) Prosedur cetak ulang BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan prosedur pada Bank Persepsi yang bersangkutan.Pasal 4
(1) BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, termasuk cetakan ulang dan salinannya, merupakan sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Apabila terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran menurut MPN, maka yang dianggap sah adalah data pembayaran menurut MPN.
(3) BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setidak-tidaknya mencantumkan elernen-elemen sebagai berikut:
a. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN);
b. Nomor Transaksi Bank (NTB);
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Nama Wajib Pajak;
e. Kode Akun Pajak;
f. Kode Jenis Setoran;
g. Masa Pajak;
h. Tahun Pajak;
i. Tanggal transaksi; dan
j. Jumlah nominal pembayaran.Pasal 5
Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diadministrasikan sebagai penerimaan Negara dengan Kode Akun Pajak 411128 (PPh Final) dan Kode Jenis Setoran 420 (PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu) .Pasal 6
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Oktober 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,ttd.
A. FUAD RAHMANY
mohon koreksi karena saya masih anak2 hehe
- Originaly posted by spartaboy:
Apakah ada kewajiban memungut pph 21 ?
wajib memotong PPh Pasal 21 Pak
Originaly posted by spartaboy:Kalau tidak dipungut apa konsekuensinya?
kl tidak dipotong konsekuensinya akan terbit SKPKB (kl dilakukan pemeriksaan)
mohon koreksi karena saya masih anak2 hehe
- Originaly posted by spartaboy:
Apakah ada kewajiban memungut pph 21 ?
wajib memotong PPh Pasal 21 Pak
Originaly posted by spartaboy:Kalau tidak dipungut apa konsekuensinya?
kl tidak dipotong konsekuensinya akan terbit SKPKB (kl dilakukan pemeriksaan)
mohon koreksi karena saya masih anak2 hehe
- Originaly posted by nughie07:
Originaly posted by spartaboy:
APakah langsung saja dituliskan untuk bayar pph pasal 29 ???tidak rekan
Pada bulan pertama sejak ditetapkan sebagai WP, peredaran usaha masih nol, tentu angsuran psl 25 nya nihil kan pak?
Akhir tahun 2013 ada pendapatan senilai xxx, bukan kah langsung saja jumlah tersebut dikalikan 1% , lalu dibayar sebagai pph psl 29 ??
bagaimana yang seharusnya pak ?total pendapatan tahun 2013 dikali dua rekan, kl tidak lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar PPh Pasal 4 ayat (2) 1% dari omset KAP/KJS 411128/420
kl lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar angsuran PPh Pasal 25
Penghasilan bruto sebulan xxx
Biaya-biaya ………………..xxx –
Penghasilan neto sebulan xxx
Penghasilan neto sebulan disetahunkan xxx
PPh terutang (12,5% x Penghasilan neto sebulan disetahunkan) = xxx
Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain ……………………………….xxx –
PPh kurang bayar ………………………………………….. ……………….xxx
Angsuran PPh Pasal 25 = PPh kurang bayar/12 = ……………………xxxmohon koreksi karena saya mas anak2 hehe
APakah angsuran pph pasal 25 masih menggunakan perhitungan di atas?
Bukan langsung saja menggunakan penghasilan tahun 2013 yang sudah disebulankan kemudian dikalikan 1% ??
- Originaly posted by nughie07:
Originaly posted by spartaboy:
APakah langsung saja dituliskan untuk bayar pph pasal 29 ???tidak rekan
Pada bulan pertama sejak ditetapkan sebagai WP, peredaran usaha masih nol, tentu angsuran psl 25 nya nihil kan pak?
Akhir tahun 2013 ada pendapatan senilai xxx, bukan kah langsung saja jumlah tersebut dikalikan 1% , lalu dibayar sebagai pph psl 29 ??
bagaimana yang seharusnya pak ?total pendapatan tahun 2013 dikali dua rekan, kl tidak lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar PPh Pasal 4 ayat (2) 1% dari omset KAP/KJS 411128/420
kl lebih dari 4.8 M maka tiap bulan membayar angsuran PPh Pasal 25
Penghasilan bruto sebulan xxx
Biaya-biaya ………………..xxx –
Penghasilan neto sebulan xxx
Penghasilan neto sebulan disetahunkan xxx
PPh terutang (12,5% x Penghasilan neto sebulan disetahunkan) = xxx
Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain ……………………………….xxx –
PPh kurang bayar ………………………………………….. ……………….xxx
Angsuran PPh Pasal 25 = PPh kurang bayar/12 = ……………………xxxmohon koreksi karena saya mas anak2 hehe
APakah angsuran pph pasal 25 masih menggunakan perhitungan di atas?
Bukan langsung saja menggunakan penghasilan tahun 2013 yang sudah disebulankan kemudian dikalikan 1% ??
- Originaly posted by nughie07:
wajib memotong PPh Pasal 21 Pak
kl tidak dipotong konsekuensinya akan terbit SKPKB (kl dilakukan pemeriksaan)
mohon koreksi karena saya masih anak2 hehe
Untuk karyawan dengan pendapatan yang tidak melebihi PTKP, apakah wajib dipotong juga ??
Semua karyawan tidak punya NPWP. Kecuali direktur.———————————–
Terima kasih banyak Pak atas masukan nya.
- Originaly posted by nughie07:
wajib memotong PPh Pasal 21 Pak
kl tidak dipotong konsekuensinya akan terbit SKPKB (kl dilakukan pemeriksaan)
mohon koreksi karena saya masih anak2 hehe
Untuk karyawan dengan pendapatan yang tidak melebihi PTKP, apakah wajib dipotong juga ??
Semua karyawan tidak punya NPWP. Kecuali direktur.———————————–
Terima kasih banyak Pak atas masukan nya.
Dear rekan,
Berdasarkan:
https://ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&id_je nis=&p_tgl=tahun&tahun=2013&nomor=42&q=&q_do=macth &cols=isi&x=0&y=0&hlm=1&page=show&id=15349
Kutipan nya:
"Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)."Pertanyaan:
1. NPWP Perusahaan berlaku sejak Juli 2013, dan pada bulan tersebut perusahaan belum memperoleh pendapatan. Apakah perusahaan boleh dianggap angsuran psl 25-nya 'NIHIL' ??
2. Bila pertanyaan no. 1 di atas, ada;lah NIHIL. Berarti perusahaan tidak ada pokok terhutang atas pph pasal 25 kan?
Berarti untuk SPT Tahunan 2013, perusahaan langsung saja membayar pph pasal 29 sekaligus bukan ??Mohon petunjuk nya
Dear rekan,
Berdasarkan:
https://ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&id_je nis=&p_tgl=tahun&tahun=2013&nomor=42&q=&q_do=macth &cols=isi&x=0&y=0&hlm=1&page=show&id=15349
Kutipan nya:
"Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)."Pertanyaan:
1. NPWP Perusahaan berlaku sejak Juli 2013, dan pada bulan tersebut perusahaan belum memperoleh pendapatan. Apakah perusahaan boleh dianggap angsuran psl 25-nya 'NIHIL' ??
2. Bila pertanyaan no. 1 di atas, ada;lah NIHIL. Berarti perusahaan tidak ada pokok terhutang atas pph pasal 25 kan?
Berarti untuk SPT Tahunan 2013, perusahaan langsung saja membayar pph pasal 29 sekaligus bukan ??Mohon petunjuk nya