Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › FUNGSI PPN BAGI WP YG MENJUAL BKP TANPA PPN
FUNGSI PPN BAGI WP YG MENJUAL BKP TANPA PPN
Hallo rekan ortax sekalian,
Kita tahu bahwa PPN adalah pajak yg langsung dikenakan kepada pengguna BKP/JKP tanpa membedakan status pengguna apakah sudah PKP atau belum PKP, pribadi atau Badan.
Yang sering jadi persoalan adalah seringkali pembeli tidak mau dikenakan PPN dalam sebuah transaksi. SO…..
1. Gimana sikap kita jika terjadi demikian? dan kebetulan sekali pembeli tersebut adalah costumer utama kita yg sering membeli dg jumlah banyak?
2. Gimana dgn pembeli tersebut, apa fungsi PPN yg dia terima (baik yg sudah PKP dan belum PKP) sementara ketika ia menjual BKP tersebut tidak dikenakan PPN (alasan utamanya jk PPN dijadikan dalam harga jualnya akan menjadi tinggi sehingga sulit bersaing)Sikap kita sudah jelas bahwa sepanjang kita adalah penjual yang berstatus sebagai PKP maka kita berkewajiban untuk memungut PPN atas seluruh penjualan BKP/JKP kepada pembeli. Kewajiban tersebut tidak bisa dihindari.
Mas Wahyudi,
Fungsi PPN unntuk customer yang PKP adalah bisa sebagai kredit Pajak Masukan mereka, dan fungsi PPN untuk yang belum PKP, khan bisa dibiayakan jadi bagi customer non PKP jika laba akhir tahun mereka khan PPN itu bisa sebagai deduct exp jadi laba menurut pajaknya bisa lebih kecil,salam,,
Apabila anda adalah PKP maka anda wajib memungut PPN, bila pembeli juga PKP wajib bagi anda membuat FP standar, dan bila pembeli adalah non PKP bisa dibuatkan FP sederhana. Apabila perusahaan anda tidak memungut PPN, maka justru anda yang akan dikenakan PPN atas penjualan plus denda apabila dilakukan pemeriksaaan, bukan pembelinya.
Fungsi PPN bagi PKP adalah PM tersebut dapat dikreditkan sebagai pengurang PK. Apabila dia non PKP maka dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan.
Alasan bahwa harga jadi tinggi bisa jadi benar, tapi bukankah semua perusahaan yang ada di pabean Indonesia bila sudah PKP memang wajib memungut PPN, jadi tingkat persaingannya ya samaApa yg dikemukakan oleh rekan2 sekalian oke semua, hanya saja dalam prakteknya itu bisa dikata lumayan sulit. Ambil contoh gini : A perusahaan yg sdh PKP, B adalah Customer PKP namun menjual produk non PPn, sedan C adalah perusahaan yg PKP juga.
B merupakan customer loyal di perusahaan A dan nilai pemesannya bisa dikata 35% dari seluruh omzet penjualan di perusahaan A, dan B sendiri atas seluruh penjualannya tidak semua dilaporkan pajaknya ( ada yg di hidden ).
Satu ketika B memesan Barang dlm jumlah besar di A yg mana atas pemesanan ini tidak akan dilaporkan pajaknya.
Atas pesanan ini sebelumnya B mencoba menawarkan pekerjaan ke perusahaan C dg harga sama dg A, dan hebatnya C mau menerima.
So, bagaimana dg A? Apakah menolak dg konsekwensi kehilangan pelanggan loyal dan kehilangan omzetnya 35% dari total penjualannya? Atau menerima dg sgl konsekuensinya? saya yakin pasti jawabnya rata-2 akan menolak, tp ingat cari pelanggan loyal itu skg susah…, gimana enaknya?B mencoba menawarkan pekerjaan ke perusahaan C dg harga sama dg A, trus B ambil untung dari mana..?
Apa yang terjadi di perusahaan saudara wahyudi bukanlah rahasia umum lagi. Dan fiskus pun saya pikir sudah tau akan hal itu. Kebetulan di perusahaan tempat saya bekerja juga begitu, dimana penjualan dilakukan ada yang pakai PPN atau tidak tergantung keinginan customer. Dan konsekuensinya kita menggunakan 2 pembukuan. Membingungkan emang untuk bagian pajak untuk mengatur pembukuannya. Ada pembelian kita yang menggunakan PPN digunakan untuk penjualan tanpa PPN. Dan demikian sebaliknya. Yah bukan mau ngajarin yang gak bener, tapi disini kita masih kerja ama orang lain. Jadi kita harus nurutin apa mau bos. Untuk penjualan tanpa PPN mungkin bisa dialihkan ke nama pribadi aja kali. Artinya invoice dibuat terpisah dari penjualan yang ada PPN nya, dan pembayaran dilakukan ke rek pribadi bukan ke rek perusahaan. Hanya itu yang bisa saya sarankan, bila ada masukan yang lain mohon bantuannya…
Thx…Saya sependapat dengan rekan Poerba… emang kebanyakan perusahaan membuat double book keeping system. Dimana terdapat perbedaan pembukuan seperti yang rekan Poerba jabarkan. Namun sebenarnya system ini merugikan negara lho… karena PPN-nya tidak dipungut sehingga tidak ada pemasukan bagi negara.
Memang inilah resiko di perpajakan khususnya PPN jika ada perbedaan antara PKP dan Non PKP. Sementara banyak yang berlindung di balik Non PKP. Tapi jika ada pemeriksaan pajak, maka hal ini pasti akan terungkap (kalau pemeriksa tidak bisa di nego).
Sebelumnya makasih atas tanggapan rekan2 sekalian.
memang kondisi inilah yang benar-benar ada didunia bisnis terlebih lagi pada perusahaan non asing. Hanya saja kadang timbul pertanyaan….jika perusahaan kita udah gede dan kejadian ini senantiasa ada solusi yg biasa ditempuh adalah dg menngadakan double pencatatan tapi logikanya pasti catatan itu sudah pakai system komputerisasi, so kita harus melakukan shorting diawal mana yg masuk ke catatan untuk fiskus dan mana untuk komersial.
Tapi jika ini dilakukan bisa tidak ya memprediksi kedepan atas usaha, sebab kebijakan fiskal perusahaan akan terkait dg laporan keuangan tahunan? Gimana caranya.non PKP melakukan penjualan bukannya akan kena denda pajak jika dia sudah PKP ?
tidak bung djamrud,,
mungkin yang dimaksud:
Non PKP dikenakan sanksi kalau memungut PPN…*Dasar Hukum Pasal 14 UU PPN 1984
jaman sekarang kayanya untuk perusahaan gede udah susah kalo maen di omzet pak Wahyudi, karena fiskus sudah pinter2.
bisa-2 kita kena denda karena tidak menerbitkan faktur pajak.
mending cari yg aman saja, alternatif tax planing khan banyak.iya nich rekan budianto, hanya saja kadang kita dilema semisal kita jual bkp kita ke perush non PKP sebab biasanya mereka tidak mau dikenakan PPn dg alasan harganya terlalu tinggi, padahal jujur aja masih banyak WP yg belum jadi PKP meskipun jika ditelusuri ternyata Omzetnya dalam setahun milyaran rupiah. So, jadi timbul pertanyaan lagi, kita mo jual dapat untung dikit atau kita kagak jual yg berarti usaha kita macet? sama-2 tidak enak kan?