Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi Dokter termasuk WPOP Tertentu

  • Dokter termasuk WPOP Tertentu

     rody updated 13 years, 8 months ago 16 Members · 68 Posts
  • sammi

    Member
    25 August 2010 at 4:49 pm

    waduh pak dokter tetep ga bisa berbentuk badan kan jasa profesional.

  • Aries Tanno

    Member
    25 August 2010 at 6:16 pm
    Originaly posted by setyadarma77:

    Apakah setelah mengangsur 0,75% dari omset, si WP masih harus mengangsur PPh 25 bulanan yang biasanya diangsur (1/12 dari SPT Tahunan periode sebelumnya)?

    Terima kasih Pak Begawan.

    Originaly posted by begawan5060:

    Ya, sepanjang untuk WP OPPT..

    ???
    Apa tidak kebalik rekan begawan?
    bukankah 0,75% dari omset adalah PPh Pasal 25?
    Kok ditambah lagi PPh Pasal 25 yang 1/12 ???

    Mohon pencerahannya

    Salam

  • sammi

    Member
    26 August 2010 at 9:29 am

    ini ceritanya dokter berpraktek di lebih dari 1 tempat dan yang 1/12 itu merupakan angsuran di kediamannya

  • setyadarma77

    Member
    26 August 2010 at 10:03 am

    Kalau boleh disimpulkan dari keterangan di atas untuk dokter (NORMA) yang :
    – praktek di rumah di mana alamat npwp dan lokasi praktek adalah sama maka tidak wajib WPOPPT (angsuran tetap yang 1/12)
    – praktek tidak di rumah tetapi di tempat praktek lain tetapi satu wilayah KPP maka wajib WP OPPT (angsuran PPh 25 0,75% [cab] dan angsuran PPh 25 1/12 [pst])
    – praktek tidak di rumah tetapi di tempat praktek lain tidak satu wilayah KPP maka wajib WP OPPT (angsuran PPh 25 0,75% [cab] dan angsuran PPh 25 1/12 [pst])

    Apakah sudah tepat begini rekan2 Ortax ? Mohon koreksinya.

    Terima kasih.

  • nt1

    Member
    26 August 2010 at 11:18 am

    menurut saya begini:

    Originaly posted by setyadarma77:

    – praktek di rumah di mana alamat npwp dan lokasi praktek adalah sama maka tidak wajib WPOPPT (angsuran tetap yang 1/12)
    – praktek tidak di rumah tetapi di tempat praktek lain tetapi satu wilayah KPP maka wajib WP OPPT (angsuran PPh 25 0,75% [cab] dan angsuran PPh 25 1/12 [pst])
    – praktek tidak di rumah tetapi di tempat praktek lain tidak satu wilayah KPP maka wajib WP OPPT (angsuran PPh 25 0,75% [cab] dan angsuran PPh 25 1/12 [pst])

    semuanya 0,75% dari omzet.

  • begawan5060

    Member
    26 August 2010 at 3:50 pm
    Originaly posted by hanif:

    ???
    Apa tidak kebalik rekan begawan?
    bukankah 0,75% dari omset adalah PPh Pasal 25?
    Kok ditambah lagi PPh Pasal 25 yang 1/12 ???

    Mohon pencerahannya

    He…he…he…. memang kese"leo"

    Saya luruskan supaya nggak kesel"macan"
    Atas pertanyaan ini :

    Originaly posted by setyadarma77:

    Apakah setelah mengangsur 0,75% dari omset, si WP masih harus mengangsur PPh 25 bulanan yang biasanya diangsur (1/12 dari SPT Tahunan periode sebelumnya)?

    Maka jawab yang benar adalah :
    Ya, sepanjang WP OPPT hanya mengansur sebesar 0,75% dan tidak lagi wajib mengangsur PPh Ps 25 ayat (1) —>(1/12 dari PPh tahun lalu)

  • phoska

    Member
    27 August 2010 at 1:29 am

    Roh dari UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah “self assessment” atau menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan PPh sesuai dengan penghasilan masing masing Wajib Pajak, dan tarip pajak adalah progresif dalam arti semakin tinggi penghasilan Wajib Pajak semakin tinggi beban pajak yang harus dipikul.

    Seiring dengan berjalannya waktu, “roh” dari UU No. 7 Tahun 1983 banyak berubah, seperti adanya tarip PPh Final (PPh Pasal 4 Ayat 2) mencerminkan saling tumpang tindih dengan tarip progresif (PPh Pasal 17), sekarang ada lagi saling tumpang tindih dan tidak konsisten antara bunyi PPh Pasal 25 ayat 1 dengan ayat 7 huruf c, mengenai angsuran PPh tahun berjalan. Menurut bunyi PPh Pasal 25 ayat 1 adalah angsuran PPh tahun berjalan dihitung berdasarkan PPh terutang tahun lalu menurut SPT dibagi 12, namun bunyi PPh Pasal 25 ayat 7 huruf c mengatur untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu angsuran PPh tahun berjalan ditentukan Menkeu dengan tarip maksimal 0,75% dari peredaran. Ada diskriminasi perlakuan terhadap wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu (yang didefinisikan sebagai pengusaha yang melakukan penjualan eceran/pengecer), yaitu angsuran PPh setiap bulannya ditentukan oleh Menkeu.

    Tarip angsuran PPh 0,75% dari peredaran, adalah dengan asumsi net profit (laba bersih, setelah dikurangi ongkos-ongkos) pengusaha eceran ditetapkan 3%, lalu tarip PPh dicomot angka 25%, jadilah tarip efektif 0,75% ( dari perhitungan net profit 3% x 25% = 0,75%). Bagaimana aplikasinya di lapangan ? Sangat menyulitkan petugas fiskus di lapangan, berikut ilustrasinya.

    Wajib Pajak A, pensiunan, membuka toko eceran di garasi rumahnya yang terletak dipemukiman, penjualan sebulan Rp. 30 juta. Rata-rata keuntungan kotor 15% atau Rp. 4,5 juta, mempunyai satu pegawai dibayar Rp. 1 juta per bulan, beban lain sebulan seperti listrik, pembungkus dll Rp. 500 ribu. Jadi net profit sebulan Rp. 3 juta, atau setahun penghasilan neto Rp. 36.000.000. PTKP Rp.17.160.000 (K/0), sehingga penghasilan kena pajak Rp. 18.840.000, dan PPh-nya menurut tarip Pasal 17 adalah 5% atau Rp.942.200. Karena tiap bulan dikategorikan sebagai OP Pengusaha tertentu, maka PPh Pasal 25-nya setahun telah dibayar 0,75% x 12 x Rp. 30 juta = Rp. 2.700.000. Terjadi lebih bayar PPh alias akan terjadi restitusi setiap tahunnya. Berjuta-juta pengusaha UKM ada di Indonesia akan disulitkan dengan peraturan ini, termasuk fihak fiskus akan melakukan penelitian atau pemeriksaan terhadap berjuta-juta WP UKM setiap tahunnya.

    Berdebat soal PPh Pasal 25 bisa dikreditkan, itu adalah benar. Berdebat soal Peraturan yang dibuat oleh Menkeu atau Dirjen Pajak, itu adalah benar. Karena semua yang menjadi acuan adalah UU. Nah, kenapa ketentuan yang tumpang tindih bisa lolos dari persetujuan DPR ? Inilah yang harus diminta pertanggungjawaban dari DPR. Produk UU yang sulit dilaksanakan dan menjadi perdebatan di masyarakat/rakyat, adalah produk UU yang jelek yang disahkan DPR.

    Bagi rekan rekan yang paham hukum, sangat diharapkan dapat mengajukan Yudisial Review ke Makamah Konstitusi mengenai ketentuan diskriminasi PPh Pasal 25 Ayat 7 huruf C ini. Pasal ini bikin pusing rakyat kecil jika diterapkan tanpa pandang bulu. Jika diterapkan pilih-pilih, berarti fiskus melanggar amanat UU. Jadi serba susah.

  • phoska

    Member
    27 August 2010 at 1:48 am

    Bagaimana kalau "dokter" masuk kriterir WP OPPT ?? Bikin bingung lagi dan tidak adil bagi pengusaha yang melakukan kegiatan penjuialan eceran. Coba kita hitung secara matematik, dengan asumsi PTKP si dokter diabaikan. Dokter A, praktek di 2 tempat, pagi buka praktek di Jalan X dan sore praktek di Jalan Y. Penghasilan bruto (peredaran) dari buka praktek di Jalan X sebulan rata rata Rp. 30 juta dan di Jalan Y Rp. 40 juta. Jika diterapkan PPh Pasal 25 ayat 7 huruf C (WP OPPT) dengan tarip 0,75%, maka setiap bulan angsuran jumlah PPh-nya di 2 tempat adalah 0,75% x Rp.70 juta = Rp. 525 ribu.

    Dokter A memilih menggunakan Norma Penghitungan, dan tarip Norma Penghitungan adalah 45% untuk dokter, maka penghasilan kena pajaknya setahun (PTKP diabaikan) adalah 45% x Rp. 70 juta x 12 bulan = Rp. 378 juta, PPh terutang setahun adalah Rp.64.500.000 atau PPh Pasal 25-nya jika menggunakan 1/12 x PPh setahun didapat jumlah Rp. 5.375,000 juta setiap bulan sebagai angsuran PPh.

    Jika dokter menggunakan PPh Pasal 25 Ayat 1, angsuran tiap bulan Rp. 5.375.000
    Jika dokter menggunakan PPh Pasal 25 Ayat 7 (C), angsuran tiap bulan Rp. 525 ribu.

  • sammi

    Member
    27 August 2010 at 9:56 am

    rekan phoska, khusus untuk dokter apakah dengan mengangsur pph sebagai wpoppt secara otomatis menghilangkan angsuran pph 25 ayat 1?
    Jika benar secara otomatis menghilangkan mohon info ketentuan peraturannya?

  • setyadarma77

    Member
    27 August 2010 at 9:59 am
    Originaly posted by begawan5060:

    Maka jawab yang benar adalah :
    Ya, sepanjang WP OPPT hanya mengansur sebesar 0,75% dan tidak lagi wajib mengangsur PPh Ps 25 ayat (1) —>(1/12 dari PPh tahun lalu)

    berarti apabila Ali (norma) berNPWP (rumah tinggal) di KPP A sedang lokasi toko Ali di KPP B maka kewajiban angsuran PPh 25 Ali berubah menjadi :
    Tidak mengangsur lagi PPh 25 di KPP A.
    Mengangsur PPh 25 0,75% di KPP B.

    Apakah sudah tepat ?
    Apabila di KPP A biasa mengangsur kemudian tidak mengangsur apakah tidak perlu membuat surat pemberitahuan ke KPP A ?

    Terima kasih.

  • sammi

    Member
    27 August 2010 at 10:27 am
    Originaly posted by setyadarma77:

    berarti apabila Ali (norma) berNPWP (rumah tinggal) di KPP A sedang lokasi toko Ali di KPP B maka kewajiban angsuran PPh 25 Ali berubah menjadi :
    Tidak mengangsur lagi PPh 25 di KPP A.
    Mengangsur PPh 25 0,75% di KPP B.

    Apakah sudah tepat ?
    Apabila di KPP A biasa mengangsur kemudian tidak mengangsur apakah tidak perlu membuat surat pemberitahuan ke KPP A ?

    setau saya tidak bisa angsuran dihentikan tanpa adanya suatu permohonan dari wp yang kemudian ditindaklanjuti fiskus dengan penelitian atau pemeriksaan.

  • setyadarma77

    Member
    27 August 2010 at 10:33 am
    Originaly posted by sammi:

    setau saya tidak bisa angsuran dihentikan tanpa adanya suatu permohonan dari wp yang kemudian ditindaklanjuti fiskus dengan penelitian atau pemeriksaan.

    terus bagaimana kira-kira solusinya rekan sammi / rekan2 orTax lainnya…

    CAPEEEE DEEHHHH …..

  • sammi

    Member
    27 August 2010 at 10:34 am

    justru itu yang saya tanyakan rekan setyadarma77, gemana solusinya karena pemahaman tentang per ini sangat luas

  • yohanes_martin

    Member
    27 August 2010 at 1:53 pm

    pertanyaan tambahan :
    kalo NPWP tempat usaha kita buat,. gimana NPWP tempat tinggal yang pernah kita buat???? di pindah lokasikan atau gimana ???
    lokasi tempat tinggal dengan tempat usaha berbeda KPP…

    mohon pencerahaan nya rekan2 ortax,..

  • sammi

    Member
    27 August 2010 at 2:22 pm
    Originaly posted by yohanes_martin:

    pertanyaan tambahan :
    kalo NPWP tempat usaha kita buat,. gimana NPWP tempat tinggal yang pernah kita buat???? di pindah lokasikan atau gimana ???
    lokasi tempat tinggal dengan tempat usaha berbeda KPP…

    mohon pencerahaan nya rekan2 ortax,..

    diterbitkan npwp status cabang dengan 3 digit terakhir 001

Viewing 46 - 60 of 68 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now