Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Lain-lain › Biaya Perjalanan DInas termasuk Objek PPh.21? BIngunggg
Biaya Perjalanan DInas termasuk Objek PPh.21? BIngunggg
Biaya Perjalan Dinas yang menganut sisti At Cost sudah pasti tidak akan menjadi masalah (tdk masuk pajak PPh 21) yang akan menjadi masalah (grey Area) adalah kalau biaya perjalanan dinas tersebut menganut sistim Lumpsum maka pihak fiskus akan mengejar utk menjadikan obyek PPH 21
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 260/PJ.313/1998TENTANG
PERMOHONAN PENJELASAN MENGENAI OBJEK PPh PASAL 21 ATAS GAJI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat tanggal 4 September 1998 perihal tersebut di atas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa :
a. PT. XYZ bergerak dalam bidang angkutan barang (truk). Untuk setiap trayek perusahaan membayar sopir dengan suatu jumlah tertentu yang sudah ditabelkan.
b. Setiap trayek sopir truk mendapat komisi (kelebihan) yang jumlahnya tidak tetap tergantung dari kondisi perjalanan.
c. Sopir truk adalah pegawai tetap perusahaan yang mana komisi tersebut diperhitungkan sebagai bagian gaji yang dibayarkan dan PPh Pasal 21 dipotong dari jumlah sisa komisi yang diterima setiap bulan.
d. Saudara mohon penjelasan cara pemotongan PPh Pasal 21 dan apakah uang jalan yang tidak didukung oleh bukti-bukti dapat dibiayakan sebagai biaya.2. Dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-02/PJ./1995 tanggal 9 Januari 1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan 26 sehubungan dengan Pekerjaan , Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi diatur bahwa dipotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun, bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
3. Berdasarkan uraian di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Oleh karena disamping mendapat komisi, sopir adalah pegawai tetap perusahaan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi tersebut adalah dengan cara terlebih dulu mencari penghasilan netto setahun, yaitu penghasilan bruto sebulan (gaji + komisi) setelah dikurangi dengan biaya jabatan, iuran THT kemudian disetahunkan. Penghasilan netto yang disetahunkan selanjutnya dikurangi dengan besarnya PTKP pegawai yang bersangkutan untuk menghitung besarnya PPh Pasal 21 setahun. Besarnya PPh Pasal 21 sebulan dihitung dengan
cara membagi besarnya PPh Pasal 21 setahun dengan angka 12.b. Biaya-biaya yang dipergunakan dalam rangka operasional perusahaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sepanjang didukung bukti pengeluaran. Dengan demikian uang jalan yang diberikan kepada sopir dapat dibiayakan apabila pengeluaran seperti pembelian bahan bakar, pelumas, kernet, parkir, retribusi jalan dan jembatan timbang, uang makan didukung bukti-bukti yang sah.
c. Apabila uang makan yang dibayarkan kepada sopir diberikan dalam bentuk tunai setiap hari tanpa memperhatikan apakah yang bersangkutan menjalankan tugas pengemudi atau tidak, maka uang makan tersebut merupakan unsur penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21. Apabila sopir tersebut hanya menerima uang makan kalau sedang menjalankan tugas mengemudi maka uang makan tersebut termasuk sebagai uang perjalanan dinas sehingga bukan merupakan unsur penghasilan yang bersangkutan.
d. Bagian uang jalan yang diberikan kepada kernet adalah penghasilan bagi kernet yang bersangkutan. Apabila kernet tersebut menerima penghasilan secara teratur dan diberikan tanpa memperhatikan apakah yang bersangkutan bertugas atau tidak, maka perusahaan yang membebankan biaya tersebut sebagai pemberi kerja wajib menghitung PPh Pasal 21 secara bulanan dengan mengurangkannya dengan jumlah PTKP yang sebenarnya atas penghasilan kernet tersebut. Sedangkan apabila kernet tersebut hanya menerima penghasilan jika ia bertugas, maka perusahaan sebagai pemberi kerja tidak wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan tersebut apabila jumlahnya Rp. 14.400,- (empat belas ribu empat ratus rupiah) atau kurang per hari.
Apabila masih terdapat hal-hal yang kurang jelas, agar Saudara mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-02/PJ./1995 tanggal 9 Januari 1995 atau menghubungi Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKANttd
IGN MAYUN WINANGUN
terima kasih rekan olive atas bantuan dan informasinya
terima kasih rekan olive atas SE nya