Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › Bendaharawan Pemerintah Restitusi PPN ??
Bendaharawan Pemerintah Restitusi PPN ??
Tambahan
jadi bendaharawa juga harus melakukan pembetulan SPT Masa PPNnya berdasarkan Faktur Pajak pengganti yang diminta dari PKP Penjual/ rekanan.Salam
- Originaly posted by hanif:
mengapa dipotong per nya rekan anas???
lengkapnya kan ini.hehehehe, betul. saya bacanya sepotong2.
sependapat dengan rekan hanif …
jika ditangani dgn PBk jelas tidak mungkin !PBk tidak mungkin terjadi atas dasar sebuah 'sengketa'. Pbk memerlukan surat ketetapan pajak.
…
jika dilakukan penggantian faktur pajak, lalu pembetulan² SPT masa PPN juga tidak akan menghasilkan 'kelebihan bayar' di SPT pembetulan tsb.———————
- Originaly posted by harry_logic:
jika dilakukan penggantian faktur pajak, lalu pembetulan² SPT masa PPN juga tidak akan menghasilkan 'kelebihan bayar' di SPT pembetulan tsb.
penggantian faktur pajak pada pihak PKP penjual memang tidak akan mengakibatkan LB rekan harry. saya sangat sependapat.
tapi kalau yang melakukan pembetulan SPT Masa itu adalah bendaharawan, bukankah akan berakibat adanya LB?.Menurut saya ini bukan sengketa rekan harry, PKP penjual toh tidak dirugikan dalam hal ini. Sebab, di dalam SPT PKP penjual tidak diperhitungkan sebagai PPN keluaran terutang yang harus disetor. Lagi pula, yang menanggung PPN kan bendaharawan.
Alternatif Pkb, menurut saya akan lebih baik dilakukan oleh karena tidak seharusnya dia membuat SSP tersebut (berarti SSPnya salah). Konsekuensi pembetulan di kedua belah pihak tetap harus dilakukan. sebab, otomatis dengan adanya faktur pajak yang tidak seharusnya ada tersebut pelaporan mereka jadi salah.
Dengan pbk, proses untuk memindahkan pajak yang salah setor akan lebih mudah dibanding LB. Sebab, bisa langsung dirujuk ke hutang pajak yang mana yang harus dosetorkan bendaharawan.
Sementara kalau LB alternatifnya kan kompensasi ke masa pajak berikutnya. Pada masa pajak berikutnya kalaupun ada transaksi, SSPnya tentu atas nama rekanan yang baru dibuat. Iya kalau jumlah angkanya sesuai?, kalau tidak?. Kalau restitusi kan baru bisa akhir tahun.jadi, proses yang saya sarankan, PKP penjual melakukan penggantian faktur pajaknya terlebih dahulu lalu melakukan pembetulan SPT Masanya. Atas dasar faktur yang diganti tersebut, bendahrawan melakukan pbk. Setelah di pbk kan ke hutang pajak lain, baru bendaharwan melakukan pembetulan SPT Masa PPN nya pula. Sehingga tidak akan ada LB di dalam SPT nya tersebut. jadi nggak perlu kompensasi atau restitusi.
demikian rekan harry.
mohon koreksinyaSalam
- Originaly posted by hanif:
penggantian faktur pajak pada pihak PKP penjual memang tidak akan mengakibatkan LB rekan harry. saya sangat sependapat.
tapi kalau yang melakukan pembetulan SPT Masa itu adalah bendaharawan, bukankah akan berakibat adanya LB?.Pemungutan Bendaharawan tidak akan pernah terjadi Lebih Bayar !
—————-
- Originaly posted by harry_logic:
Pemungutan Bendaharawan tidak akan pernah terjadi Lebih Bayar !
logikanya bisa dijelaskan rekan harry…
sebab, kalau seharusnya tidak dipungut dan disetor seperti kasus yang kita bahas saat ini bukannya terjadi LB?Mohon pencerahannya
Salam
- Originaly posted by imotax:
mw numpang nanya nh, mhn partisipasinya,,
Ada WP X (terdaftar di KPP Pratama ABC), yang menerima proyek dari Bendaharawan Pemerintah (terdaftar di KPP Pratama PQR), atas transaksi tersebut Bendaharawan Pemerintah melakukan pemungutan PPN. Setelah dilakukan penelitian ternyata atas transaksi tersebut bukanlah objek dari PPN (sementara pajak telah disetor oleh bendahara a.n. WP yang bersangkutan).
Dari paparan rekan imotax, sy berkeyakinan bahwa Bendaharawan tsb melakukan pemungutan PPN dgn menyetor PPN ke kas negara hanya karena 'kebiasaan' saja tanpa mencermati barang/jasa yg sdg ditransaksikan. Jadi dia membuat SSP PPN 411211.900, menyetor ke kas negara, menyerahkan SSP lembar 1&3 kpd WP X dan menyimpan SSP lembar ke-5 utk dia sendiri.
WP X (dan/atau pihak terkait lainnya) pada saatnya sadar – mungkin karena uang yg masuk ke rekening WP X atas transaksi tsb koq berkurang sebesar PPN – bahwa seharusnya Bendaharawan tidak boleh memungut PPN krn ternyata brg/jasa tsb bukan obyek PPN, misalnya buku² pelajaran.
Karena uang yg diterima WP X lebih sedikit dr yg seharusnya, maka WP X merasa dirugikan…. makanya kita sebutnya 'sengketa'.
—————–
- Originaly posted by harry_logic:
WP X (dan/atau pihak terkait lainnya) pada saatnya sadar – mungkin karena uang yg masuk ke rekening WP X atas transaksi tsb koq berkurang sebesar PPN – bahwa seharusnya Bendaharawan tidak boleh memungut PPN krn ternyata brg/jasa tsb bukan obyek PPN, misalnya buku² pelajaran.
Karena uang yg diterima WP X lebih sedikit dr yg seharusnya, maka WP X merasa dirugikan…. makanya kita sebutnya
yang nanggung PPN bukannya bendaharawan?
Salam
- Originaly posted by hanif:
yang nanggung PPN bukannya bendaharawan?
Pasti…
PPN sifatnya khan pajak atas konsumsi.——————
Keadaan ini mungkin lebih afdol :
WP X mendapat proyek pengadaan buku² pelajaran dari Bendaharawan dg harga (sesuai SPK) Rp 65.000,- termasuk pajak.
WP X menyanggupi karena harga perolehan buku² tsb adalah Rp. 60.000,-. Dia merasa akan mendapat laba Rp. 5.000,-. Rekening bank WP X nantinya akan mendapatkan transfer sebesar Rp. 64.025,- (setelah dipotong 1,5% PPh22).
Karena Bendaharawan 'robot' melakukan kesalahan pemungutan, maka transfer yg sampai ke bank WP X hanya sekitar Rp. 58.205,-. Sisanya berbentuk SSP PPN senilai Rp. 5.909,- dan SSP PPh22 senilai Rp. 886,-
WP X tentu saja 'teler'….
———–
- Originaly posted by hanif:
Originaly posted by harry_logic:
Pemungutan Bendaharawan tidak akan pernah terjadi Lebih Bayar !logikanya bisa dijelaskan rekan harry…
sebab, kalau seharusnya tidak dipungut dan disetor seperti kasus yang kita bahas saat ini bukannya terjadi LB?Kita tahu bahwa LB terjadi jika Pajak Keluaran lebih kecil drpd Pajak Masukan.
Bendaharawan Pemerintah tidak pernah mengenal Pajak Masukan (PM = 0), jadi tidak pernah ada LB bagi mereka.
Coba kita cek SPT Masa PPN mereka…——————-
- Originaly posted by hanif:
Alternatif Pkb, menurut saya akan lebih baik dilakukan oleh karena tidak seharusnya dia membuat SSP tersebut (berarti SSPnya salah).
…. Saya rasa ini yg rekan hanif kurang pas membidiknya.
Originaly posted by hanif:3. permohonan pemindahbukuan karena kesalahan dalam mengisi SSP yang dilakukan oleh Bendaharawan/Pemungut Pajak dan atau dalam rangka pemecahan SSP, diajukan oleh Bendaharawan/Pemungut Pajak dimaksud;
…. bandingkan :
kesalahan dalam mengisi SSP
dengan
kesalahan dalam melakukan pemungutan
…..—————
sy pernah dikenai PPN seperti itu oleh bendahara pemerintah, tapi urusannya tidak berbelit-belit krn bendahara mau mengganti sejumlah PPN itu. Dia tahu sih cost kita seberapa besar, laba kita berapa dan sumbangan teknis yang kita keluarkan berapa.
- Originaly posted by harry_logic:
Kita tahu bahwa LB terjadi jika Pajak Keluaran lebih kecil drpd Pajak Masukan.
benar sekali
Originaly posted by harry_logic:Bendaharawan Pemerintah tidak pernah mengenal Pajak Masukan (PM = 0), jadi tidak pernah ada LB bagi mereka.
Coba kita cek SPT Masa PPN mereka…Sangat benar
Namun demikian, apabila ada PPN yang tidak seharusya disetor, kemudian disetorkan, apakah tidak bisa disebut lebih setor atau lebih bayar?
Bukankah ini sebuah kesalahan yang harus diperbaiki melalui proses pembetulan oleh bendaharawan?Originaly posted by harry_logic:Keadaan ini mungkin lebih afdol :
WP X mendapat proyek pengadaan buku² pelajaran dari Bendaharawan dg harga (sesuai SPK) Rp 65.000,- termasuk pajak.
WP X menyanggupi karena harga perolehan buku² tsb adalah Rp. 60.000,-. Dia merasa akan mendapat laba Rp. 5.000,-. Rekening bank WP X nantinya akan mendapatkan transfer sebesar Rp. 64.025,- (setelah dipotong 1,5% PPh22).
Karena Bendaharawan 'robot' melakukan kesalahan pemungutan, maka transfer yg sampai ke bank WP X hanya sekitar Rp. 58.205,-. Sisanya berbentuk SSP PPN senilai Rp. 5.909,- dan SSP PPh22 senilai Rp. 886,-
WP X tentu saja 'teler'….
kalau diasumsikan bahwa di dalam SPK hanya berbunyi kata2 ini :
WP X mendapat proyek pengadaan buku² pelajaran dari Bendaharawan dg harga (sesuai SPK) Rp 65.000,- termasuk pajak. Asuminya yang digunakan adalah nilai kontrak untuk 1 buku. Sebab, kalau nilai kontraknya hanya 65.000. tidak ada PPh 22 yang harus diperhitungkan. Bukan begitu rekan harryBunyi kontrak ini benar sekali akan mengakibatkan terjadi sengketa. Sebab, tidak seharusnya PPN diperhitungkan sebagai pengurang pembayaran yang harus diterima rekanan.
Namun demikian, di dalam SPK pasti di rinci pajak2 apa saja yang mesti diperhitungkan. Kira-kira rinciannya seperti ini :
Nilai kontrak……………65.000
PPN 10/110 x 65.000 =……..5.909 –
Harga barang…………….59.091
PPh 22 1,5% x 59.091=……….886 –
Pembayaran ke rekanan…….58.205Kalau kemudian setelah semuanya selesai baru diketahui bahwa tidak ada PPN yang seharusnya diperhitungkan, bukan berarti bahwa PPN yang telah dipungut oleh bendaharawan diberikan kepada rekanan.
Tentu saja bukan begitu kan rekan harry?.PPN yang tidak seharusnya diperhitungkan dan disetor tersebut tentunya dapat dipindahbukukan oleh bendaharawan ke pajak yang lain yang harus distor oleh bendaharawan. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh bendaharawan setelah melakukan pembetulan SPT Masanya.
demikian rekan harry
Salam
- Originaly posted by hanif:
PPN yang tidak seharusnya diperhitungkan dan disetor tersebut tentunya dapat dipindahbukukan oleh bendaharawan ke pajak yang lain yang harus distor oleh bendaharawan. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh bendaharawan setelah melakukan pembetulan SPT Masanya.
Sepertinya, setelah mencermati SPT masa PPN Pemungut, tidak ada fasilitas utk meminta kembali (restitusi) maupun fasilitas utk memohon PBk.
Lagipula, jika pakai PBk, jelas level PBk tidak sekuat itu rekan hanif.
Dlm kasus ini (menarik kembali uang pajak yg sudah terlanjur dimasukkan ke kas negara ….kita tahu ini sulit) PBk hanya bisa dilaksanakan setelah terbit surat ketetapan. Dan ketetapan pajak hanya mungkin terbit lewat penelitian dan/atau pemeriksaan. Utk menuju ke penelitian dan/atau pemeriksaan adalah – salah satunya – dgn mengajukan keberatan.
——————