Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Lain-lain Beda PPh 23 dan PPh 4 Ayat 2

  • Beda PPh 23 dan PPh 4 Ayat 2

     yudisupriadi0325 updated 4 years, 7 months ago 14 Members · 35 Posts
  • S@NT@ CL@USE

    Member
    16 September 2019 at 2:50 am
    Originaly posted by yap30:

    Jasa konstruksi jika dilakukan oleh perusahaan bukan usaha jasa konstruksi dipotong pajak pph 23. Jika dilakukan oleh perusahaan usaha konstruksi dipotong pph 4 ayat 2. cmiiw

    kalau perusahaan dagang namun dy bangun ruko untuk developer namun si perusahaan dagang tsb tdk memiliki izin konstruksi, kira2 si developer nya itu potong potong PPh 23 dong?? bukannya kontradiksi dgn pengertian kegiatan konstruksi yang diPP 51 tahun 2008??

  • Nururu Fuda

    Member
    16 September 2019 at 3:57 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    kalau perusahaan dagang namun dy bangun ruko untuk developer namun si perusahaan dagang tsb tdk memiliki izin konstruksi, kira2 si developer nya itu potong potong PPh 23 dong?? bukannya kontradiksi dgn pengertian kegiatan konstruksi yang diPP 51 tahun 2008??

    Jika kita melihat ke detail lain dalam PP 51, yang menjadi subjek yang dipajaki dijelaskan sebagai berikut:

    4. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
    5. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
    6. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

    Yang dinyatakan ahli artinya sudah memiliki sertifikasi untuk menyelenggarakan kegiatan konstruksi.

    CMIIW

  • S@NT@ CL@USE

    Member
    16 September 2019 at 9:01 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Yang dinyatakan ahli artinya sudah memiliki sertifikasi untuk menyelenggarakan kegiatan konstruksi.

    kebetulan saya ada pegang developer. dan salah satu kontraktornya sudah memiliki pengalaman membangun rumah sakit, sekolahan, perumahan, gedung perkantoran dsb. dan kontraktor tersebut bukan anak baru, sudah berkecimpung di dunia nya selama 20tahun lebih. namun 1 dan lain hal mereka memutuskan untuk tidak mengurus SBUJK.. apakah kontraktor tersebut tdk ahli dibidangnya??? masalahnya adalah kontraktor jenis yang seperti itu banyak.. apakah kontraktor2 tersebut tidak ahli walaupun hasil konstruksinya sudah tersebar dimana2??

    mohon pencerahannya

  • Nururu Fuda

    Member
    16 September 2019 at 9:35 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    kebetulan saya ada pegang developer. dan salah satu kontraktornya sudah memiliki pengalaman membangun rumah sakit, sekolahan, perumahan, gedung perkantoran dsb. dan kontraktor tersebut bukan anak baru, sudah berkecimpung di dunia nya selama 20tahun lebih. namun 1 dan lain hal mereka memutuskan untuk tidak mengurus SBUJK.. apakah kontraktor tersebut tdk ahli dibidangnya??? masalahnya adalah kontraktor jenis yang seperti itu banyak.. apakah kontraktor2 tersebut tidak ahli walaupun hasil konstruksinya sudah tersebar dimana2??

    Di hadapan hukum tentu tidak dapat dinyatakan ahli rekan. Bukan karena banyak terjadi seperti itu lalu dapat dinyatakan bahwa seperti itu memang benar. Tentu logikanya terbalik jika memang seperti itu.

    Mohon pencerahannya.

    CMIIW

  • yap30

    Member
    16 September 2019 at 9:49 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    kalau perusahaan dagang namun dy bangun ruko untuk developer namun si perusahaan dagang tsb tdk memiliki izin konstruksi, kira2 si developer nya itu potong potong PPh 23 dong?? bukannya kontradiksi dgn pengertian kegiatan konstruksi yang diPP 51 tahun 2008??

    Menurut pemahaman saya dipotong pph 23 rekan karna bidang usahanya dagang bukan usaha konstruksi. cmiiw

  • Silver Bullet

    Member
    16 September 2019 at 10:16 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    kalau perusahaan dagang namun dy bangun ruko untuk developer namun si perusahaan dagang tsb tdk memiliki izin konstruksi, kira2 si developer nya itu potong potong PPh 23 dong?? bukannya kontradiksi dgn pengertian kegiatan konstruksi yang diPP 51 tahun 2008??

    Kalau kasusnya seperti ini, menurut saya dia dipotong pph 23 bukan 4 ayat (2) karena usaha konstruksi bukan bidang usaha utamanya. penghasilan dari konstruksinya nanti akan masuk ke pendapatan lain2 dan pph 23nya dapat dijadikan kredit pajak

  • Silver Bullet

    Member
    16 September 2019 at 10:18 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    kalau perusahaan dagang namun dy bangun ruko untuk developer namun si perusahaan dagang tsb tdk memiliki izin konstruksi, kira2 si developer nya itu potong potong PPh 23 dong?? bukannya kontradiksi dgn pengertian kegiatan konstruksi yang diPP 51 tahun 2008??

    Kalau kasusnya seperti ini, menurut saya dia dipotong pph 23 bukan 4 ayat (2) karena usaha konstruksi bukan bidang usaha utamanya. penghasilan dari konstruksinya nanti akan masuk ke pendapatan lain2 dan pph 23nya dapat dijadikan kredit pajak

  • S@NT@ CL@USE

    Member
    17 September 2019 at 2:12 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Di hadapan hukum tentu tidak dapat dinyatakan ahli rekan. Bukan karena banyak terjadi seperti itu lalu dapat dinyatakan bahwa seperti itu memang benar. Tentu logikanya terbalik jika memang seperti itu.

    nah pertanyaan berikutnya, diaturan tersebut, tidak disebutkan siapa yang menyatakan ahli.. apakah LPJK atau siapa.. tidak jelas.. kalau ada tertera dan tertulis lembaga konstruksi nah itu baru jelas, sedangkan ini kan abu2 pasalnya. pertanyaan berikutnya, kalau semua yang tidak memiliki SBUJK dipotong PPh 23, untuk apa ada tarif 4% dan 6% yg menjelaskan bahwa pemotongan tersebut untuk perusahaan yang tidak memiliki kualifikasi.

    Originaly posted by yap30:

    Menurut pemahaman saya dipotong pph 23 rekan karna bidang usahanya dagang bukan usaha konstruksi. cmiiw

    bukannya segi pajak yang dilihat dari objek pajaknya dahulu setelah itu baru subjek pajaknya?? lagipula bukannya kegiatan konstruksi ada lex spesialisnya yang berupa PP 51??

    kalau gitu bisa saja dong apabila ada perusahaan persewaaan ruangan memberikan jasa EO maka atas jasa EO dipotong PPh 4ayat2 10% karena jasa EO bukan kegiatan utama perusahaan nya??

  • Nururu Fuda

    Member
    17 September 2019 at 3:32 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    nah pertanyaan berikutnya, diaturan tersebut, tidak disebutkan siapa yang menyatakan ahli.. apakah LPJK atau siapa.. tidak jelas.. kalau ada tertera dan tertulis lembaga konstruksi nah itu baru jelas, sedangkan ini kan abu2 pasalnya. pertanyaan berikutnya, kalau semua yang tidak memiliki SBUJK dipotong PPh 23, untuk apa ada tarif 4% dan 6% yg menjelaskan bahwa pemotongan tersebut untuk perusahaan yang tidak memiliki kualifikasi.

    Mengenai hal ini sudah disebutkan di penjelasan PP 51/2008 pasal 3 ayat 1 huruf a:

    Pasal 3
    Ayat (1)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan Kualifikasi usaha adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

    CMIIW

  • S@NT@ CL@USE

    Member
    17 September 2019 at 3:52 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Yang dimaksud dengan Kualifikasi usaha adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

    nah ini kan jadi polemik. kembali lagi, apabila tidak memiliki kualifikasi usaha, seharusnya dipotong 4(2) dong, bukan 23 harusnya. tarif 4% dan 6% bagi yang tidak memiliki kualifikasi usaha. menurut saya, PP 51 itu dari judulnya saja konteksnya usaha jasa konstruksi (kata2 usaha artinya kegiatannya), bukan perusahaan jasa konstruksi.

  • S@NT@ CL@USE

    Member
    17 September 2019 at 3:54 am

    karena usaha jasa konstruksi dengan perusahaan jasa konstruksi itu menurut saya beda. usaha itu objek, perusahaan itu subjek. dan kalau rekan perhatikan, rata2 peraturan pajak itu mengacu ke objek nya kecuali ada lex spesialis yang mengatur tentang subjek.

    sama saja seperti sewa kendaraan ke OP, yang dilihat kan objeknya, makanya terutang PPh 23 bukan PPh 21.

  • Nururu Fuda

    Member
    17 September 2019 at 6:08 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    nah ini kan jadi polemik. kembali lagi, apabila tidak memiliki kualifikasi usaha, seharusnya dipotong 4(2) dong, bukan 23 harusnya. tarif 4% dan 6% bagi yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

    Untuk hal ini saya masih menunggu UU PPh yang baru. Apakah jenis jasa konstruksi akan dihilangkan dari Pasal 23 atau tidak. Memang ini polemik. Namun jika kita melihat hierarki perundangannya, tentu setingkat PP tidak bisa melangkahi aturan di atasnya (UU PPh). Maka apa yang diatur di PP namun bertentangan dengan UU, sudah pasti batal demi hukum.

    Dengan demikian, jika memang yang dimaksud dengan tidak memiliki kualifikasi usaha adalah sama dengan tidak memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh LPJK, maka penyerahan jasa tersebut terutang PPh 23 untuk badan dan PPh 21 untuk orang pribadi. Saya sendiri belum menemukan pengertian yang pasti mengenai maksud dari kata-kata memiliki kualifikasi. Barangkali memang dimungkinkan pada SBUJK untuk dikosongi pada bagian kualifikasinya.

    CMIIW

  • S@NT@ CL@USE

    Member
    17 September 2019 at 6:24 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Untuk hal ini saya masih menunggu UU PPh yang baru. Apakah jenis jasa konstruksi akan dihilangkan dari Pasal 23 atau tidak. Memang ini polemik. Namun jika kita melihat hierarki perundangannya, tentu setingkat PP tidak bisa melangkahi aturan di atasnya (UU PPh). Maka apa yang diatur di PP namun bertentangan dengan UU, sudah pasti batal demi hukum.

    kan jasa yang dijelaskan UU PPH adalah di PMK 141 sedangkan PP itu sifatnya lex spesialis derogate lex generalis. artinya harusnya PP itu kedudukannya lbh tinggi dari PMK. karena demikian, menurut saya untuk jas konstruksi ada ketentuannya sendiri yang mengatur khusus. jadi sesuai dengan pengertian tersebut, harusnya semua kegiatan konstruksi masuknya ke PP 51 tanpa kecuali.

  • eddy_20

    Member
    17 September 2019 at 7:45 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Yang dinyatakan ahli artinya sudah memiliki sertifikasi untuk menyelenggarakan kegiatan konstruksi.

    Jika acuan rekan seperti itu, kenapa di PP tsb ada mengatur tarif untuk penyedia jasa yg tdk memiliki kualifikasi dan justru tarifnya lebih tinggi lagi.
    dan jika melihat kembali PMK 141, justru terdapat kalimat selain yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi

    cmiiw

  • Nururu Fuda

    Member
    18 September 2019 at 1:49 am
    Originaly posted by S@NT@ CL@USE:

    kan jasa yang dijelaskan UU PPH adalah di PMK 141 sedangkan PP itu sifatnya lex spesialis derogate lex generalis. artinya harusnya PP itu kedudukannya lbh tinggi dari PMK. karena demikian, menurut saya untuk jas konstruksi ada ketentuannya sendiri yang mengatur khusus. jadi sesuai dengan pengertian tersebut, harusnya semua kegiatan konstruksi masuknya ke PP 51 tanpa kecuali.

    PMK 141 memang mengatur jasa-jasa yang termasuk dalam bidang konstruksi. Hal ini membuat penafsiran jasa konstruksi yang disebutkan di UU PPh pasal 23 menjadi lebih sempit. Terlebih lagi di e-SPT PPh 23 tidak terdapat opsi untuk jasa konstruksi seutuhnya. Struktur peraturan perundangan kita memang cenderung rumit dan tumpang tindih. Sangat wajar jika muncul perbedaan dalam penafsiran. Tetapi saya tidak akan bilang semua jasa konstruksi adalah final, karena memang faktanya saat ini di UU PPh, jasa konstruksi terbelah menjadi final dan tidak final.

    Originaly posted by eddy_20:

    Jika acuan rekan seperti itu, kenapa di PP tsb ada mengatur tarif untuk penyedia jasa yg tdk memiliki kualifikasi dan justru tarifnya lebih tinggi lagi.
    dan jika melihat kembali PMK 141, justru terdapat kalimat selain yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi

    Saya belum pernah mengkonfirmasi langsung ke LPJK mengenai opsi yang tertera di sertifikat yang mereka keluarkan, apakah memang ada opsi untuk mengosongi kolom kualifikasi atau tidak.

    Khusus jasa konstruksi sesuai PMK 141, yang menjadi objek hanya jenis jasa tertentu dan bukan jasa konstruksi secara keseluruhan. Ini yang membuat terjadinya polemik, apakah perusahaan yang memberikan jasa konstruksi selain yang disebutkan di PMK 141, namun tidak memiliki sertifikasi seperti yang diatur pada PP 51, penyerahannya terutang PPh final atau PPh 23.

    Saya pribadi lebih cenderung mengacu pada UU atau aturan yang lebih tinggi jika terdapat sengketa pada aturan di bawahnya. Jika nantinya terjadi sengketa, kita tunggu hasil yang diputuskan pengadilan.

    CMIIW

Viewing 16 - 30 of 35 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now