Informasi Pajak Terkini › Forums › Akuntansi Pajak › beban program
Tagged: dwixs
Rekan Ortax, mau tanya…
Kalo dealer dapat tagihan beban program dari produsen motor, kita kan dapat Faktur Pajak, trus kita harus potong pph pasal 23, itu tarif yang 2% atau 15% ya?Belum ada yg bersedia membantu ya???
Beban program itu yg bagaimana yah?/ Bisa dijelaskan lagi rekan dwixs..
Salam ORTaxDari salah satu produsen motor terkemuka mengadakan program…
Atas program tersebut, dealer dikenakan beban program atas target yang dicapai, misal: program penjualan motor type X target 1 unit @ 1.000.000 dan di dealer A target tercapai (1 unit). Jadi dealer A dibebani tagihan dari program tersebut (dealer A mendapatkan faktur pajak).
Apakah dealer A berhak memotong PPh pasal 23???
Kalo iya, berapa tarifnya, apakah 2%???
Termasuk apa ya (jasa lain)??jadi ini termasuk biaya promosi ?
Mungkin…
Sebab atasan saya bilang seperti itu dan saya ditanya berapa tarif PPh pasal 23 yang harus dipotong atas beban program tersebut…
Mohon bantuannya.Kalau memang itu by promosi, dan tidak masuk dalam faktur pajak, dipotng PPh 15%.
ada masukan dari rekan lain ??Dengan adanya program tersebut, dealer kami mendapatkan faktur pajak standar.
Kemudian saya harus bagaimana??
Jadi dipotong PPh pasal 23 kah??
2% apa 15% jadinya??
Terus KJSnya berapa??Potong PPh23 15 % dari DPP yg ada difaktur pajak , buat bukti potongnya
KJS apa ya ?PENJELASAN ATAS KEWAJIBAN SEBAGAI PEMOTONG PPh PASAL 23
Surat Dirjen Pajak : S-137/PJ.43/2006
Tanggal :7/17/2006DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: xxx tanggal 24 Januari 2006 perihal sebagaimana tersebut di atas,dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa sehubungan surat PT ABC kepada Direktur PPhdengan Nomor xxx tanggal 4 Januari 2006 yang salah satu tembusannya ditujukan kepada Kepala
KPP Madya Jakarta Pusat, disampaikan hal-hal sebagai berikut :
a. PT ABC dibebankan biaya promosi oleh customer besarnya antara lain DEF, GHI, JKL, MNO,
PQR dengan kondisi yang menempatkan PT ABC tidak dapat mengelak dari kewajiban
tersebut.
b. Atas beban promosi tersebut yang pada prinsipnya merupakan sumber penghasilan bagi para
customer besar dan merupakan objek PPh Pasal 23, PT ABC mengalami kesulitan dalam
melakukan pemotongan PPh Pasal 23 karena pembayaran atas beban promosi tersebut
langsung dipotong dari pembayaran piutang dagang PT ABC.
c. Dengan adanya mekanisme pembayaran beban promosi yang dipotong langsung dari
pembayaran piutang dagang, PT ABC berpendapat bahwa pengenaan PPh Pasal 23 akan
mengakibatkan double taxation untuk objek pajak yang sama karena bukti potong PPh Pasal
23 tersebut tidak dapat dimanfaatkan sebagai kredit pajak oleh customer.
d. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, PT ABC mengajukan agar kewajiban pemotongan PPh
Pasal 23 oleh GKU terhadap beban promosi tersebut dapat dipertimbangkan kembali.
e. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan dalam rangka memberikan kepastian hukum serta
pelayanan prima kepada Wajib Pajak, Saudara mohon agar penegasan disampaikan kepada
PT ABC.
2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telahdiubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, antara lain diatur bahwa :
a. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2, atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap
dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari
perkiraan penghasilan neto.
b. Pasal 28 ayat (1) huruf c, bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang
terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa
pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa, hadiah dan
penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
3. Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang PenghitunganPenghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan, antara lain diatur bahwa
Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-
Undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu.
4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, antara lain diatur :
a. Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa
konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas jasanya
saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa
dengan material/baring akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.
b. Pasal 4, jenis jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan Direktur
Jenderal Pajak ini.
c. Lampiran II angka 2 huruf a, jasa manajemen dengan besarnya perkiraan penghasilan neto
sebesar 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
5. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.222/1984 tanggal 15 Maret 1984ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Jasa Manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta
secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan
manajemen (management fee). Pengertian manajemen disini adalah meliputi segala bidang
manajemen, termasuk disini adalah manajemen pemasaran.
6. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :a. Para customer PT ABC telah memberikan jasa pemasaran dengan membebankan biaya
promosi kepada PT ABC antara lain berupa listing fee, leafleat, endcap, rebate dan cross
docking.
b. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh para customer PT ABC tersebut termasuk dalam
pengertian jasa manajemen pemasaran dan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23;
c. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
Undang-Undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi
lebih dahulu.
d. PT ABC berkewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 23 yang terutang dari biaya promosi
yang dikeluarkan.
e. Dalam hal customer melakukan pemotongan biaya promosi langsung dari piutang dagang
PT ABC, maka PT ABC harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan memberikan lebih
dahulu bukti potong PPh Pasal 23 dari biaya promosi sebelum dipotong langsung dari piutang
dagang PT ABC.
Demikian agar Saudara maklum.A.n. Direktur Jenderal,
Direktur
ttd.
Sumihar Petrus TambunanNIP 060055232
Tembusan Yth :1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Peraturan Perpajakan;
3. Direktur Utama PT ABC.
Potong PPh Pasal 23 Tarif 2 %
Kode Jenis Setoran di SSPnya…
Untuk laporan di SPM masuk kategori pa ya??
Bisa minta peraturan mengenai PPh pasal 23??
Sebab saya sudah mencari2 tapi tidak menemukan tentang adanya biaya promosi yang dipotong PPh pasal 23…bebankan saja menjadi jasa manajemen
Potong PPh 23 tarif 2%Salam
Jadi tarif mana yang harus saya anut, 2% apa 15%??
Dibebankan jadi jasa managemen??