Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) merupakan salah satu pajak yang harus ditanggung pemilik pada saat pembelian kendaraan bermotor. BBNKB kini diatur dalam Pasal 12–16 UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Terdapat beberapa perubahan dari aturan sebelumnya, seperti tarif dan penghapusan bea balik nama untuk kendaraan bekas. Berikut ulasan lengkapnya.
Balik Nama Kendaraan Bekas Tidak Kena Pajak
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 12 UU HKPD, penyerahan yang dikenakan BBNKB hanya penyerahan pertama kali. Penyerahan kedua dan seterusnya atau dengan kata lain kendaraan bekas, bukan merupakan objek BBNKB.
Penghapusan BBNKB untuk penyerahan kendaraan bekas bertujuan agar pemilik kendaraan segera melakukan balik nama. Hal ini juga bertujuan agar data kepemilikan kendaraan lebih valid, yang selanjutnya digunakan untuk pengawasan pelaksaan Pajak Kendaraan Bermotor.
Selain kendaraan bekas, penyerahan kendaraan bermotor yang juga dikecualikan dari pengenaan bea balik nama adalah:
- kereta api;
- kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
- kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah;
- kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan; dan
- kendaraan bermotor lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Tarif dan Dasar Pengenaan BBNKB
Tarif bea balik nama yang berlaku menurut UU HKPD adalah paling tinggi 12%. Tarif ini lebih rendah dari ketentuan UU PDRD, yakni paling tinggi 20%.
UU HKPD juga mengatur tarif khusus untuk daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota, yakni paling tinggi 20%. Perlu dicatat, tarif ditentukan oleh pemerintah daerah, sehingga tiap daerah dapat menerapkan tarif yang berbeda-beda.
Jumlah bea balik nama yang harus dibayar dihitung dari tarif dikalikan dengan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB). NJKB untuk kendaraan baru ditetapkan melalui peraturan menteri dalam negeri. Untuk tahun 2023, NJKB dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2023.
Pembayaran BBNKB Sebagai Syarat Registrasi
Pembayaran BBNKB dilakukan sebelum pendaftaran kendaraan bermotor, yakni pada saat registrasi untuk mendapatkan Surat Tanda Kendaraan Bermotor dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor. Ditegaskan pada Pasal 16 ayat (4) UU HKPD, bukti pembayaran BBNKB menjadi persyaratan dalam pendaftaran kendaraan bermotor.
Opsen BBNKB
UU HKPD mengenalkan mekanisme opsen pajak, salah satunya opsen BBNKB. BBNKB merupakan pajak yang dipungut oleh provinsi, sedangkan opsen akan menjadi penghasilan pemerintah kabupaten/kota. Mekanisme ini menggantikan sistem bagi hasil antara pemerintah provinsi dengan kabupaten. Opsen BBNKB dipungut bersamaan dengan BBNKB dengan tarif sebesar 66% dari pajak yang terutang.
Sebagai contoh, pada bulan November 2025, Tuan A di Kabupaten X di wilayah Provinsi S melakukan pembelian kendaraan bermotor baru melalui dealer dengan NJKB sebesar Rp450.000.000. Tarif BBNKB dalam Perda PDRD Provinsi S sebesar 8%, sedangkan tarif Opsen BBNKB dalam Perda PDRD Kabupaten X sebesar 66%. Jumlah pajak yang harus dibayar tuan A adalah sebagai berikut:
BBNKB terutang = 8% x Rp450.000.000 = Rp36.000.000.
Opsen BBNKB terutang = 66% x Rp36.000.000 =Rp23.760.000
Total BBNKB dan Opsen BBNKB terutang Rp59.760.000. BBNKB menjadi penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi S, sedangkan Opsen BBNKB menjadi penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten X.
Kapan Aturan Ini Berlaku?
Untuk ketentuan BBNKB dan Opsen BBNKB mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya UU HKPD yaitu 5 Januari 2025.