Salah satu jenis pajak yang perlu diperhatikan dalam transaksi jual beli tanah adalah Bea Perolehan atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB). BPHTB termasuk jenis pajak daerah yang ketentuannya diatur khusus di UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Terdapat beberapa perubahan pasca diterbitkannya UU HKPD. Berikut ulasan mengenai objek, non objek, hingga cara menghitung BPHTB sesuai ketentuan terbaru.
Mengacu Pasal 44 ayat (2) UU HKPD, objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:
a. pemindahan hak karena:
b. pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak ataupun di luar pelepasan hak.
Perlu diketahui bahwa terdapat 6 jenis hak atas tanah yang perolehannya menjadi objek BPHTB. Hak tersebut adalah:
Terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB. Objek tersebut adalah tanah dan atau bangunan yang diperoleh:
Pada UU HKPD, terdapat penambahan objek yang dikecualikan, yaitu perolehan tanah/bangunan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
BPHTB dihitung dengan cara sebagai berikut:
BPHTB Terutang = 5% x (Nilai Perolehan Objek Pajak/Nilai Jual Objek Pajak dikurangi NPOPTKP)
Dalam menghitung BPHTB, dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dalam konteks jual beli, NPOP adalah nilai transaksi. Perlu diperhatikan, jika nilai transaksi lebih kecil daripada Nilai jual Objek Pajak (NJOP), maka yang digunakan adalah NJOP. NJOP dapat dilihat di SPPT PBB dari tanah atau bangunan yang dijual.
Nilai NPOP tersebut akan dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Sesuai dengan UU HKPD, NPOPTKP diberikan paling sedikit Rp80 juta. NPOPTKP diatur pada peraturan daerah masing-masing. Khusus untuk BPHTB atas hibah wasiat atau warisan, NPOPTKP yang berlaku adalah minimum Rp300 juta.
Rangga menjual tanah kepada Cinta dengan harga Rp10 Juta/m2 seluas 150m2. Diketahui NJOP tanah di daerah Rangga adalah Rp9,5 Juta/m2. NPOPTKP yang berlaku adalah Rp80 Juta.
Pada transaksi di atas, nilai perolehan lebih besar dibandingkan dengan NJOP. Dengan demikian, dasar penghitungan BPHTB yang digunakan adalah nilai perolehan.
Dasar Penghitungan = Rp10 juta x 150 = Rp1.500.000.000
BPHTB Terutang = 5% x (Rp1.500.000.000 - Rp80.000.000) = Rp71.000.000
Subjek BPHTB adalah orang pribadi/badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam konteks jual beli, yang menanggung BPHTB adalah pembeli.
Dalam konteks jual beli, BPHTB terutang pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli (PPJB).
Categories:
Tax Learning16 Desember 2023
10 Desember 2021
28 September 2024
24 September 2024