Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Orang Pribadi › Batasan PTKP
Mohon pencerahan dari rekan2 ortax..
Batasan PTKP klo tdk salah adalah omzet 600jt/thn dan batasan untuk menggunakan bisa norma klo tidak salah Rp. 1,8M/thn (klo tdk salah mau dinaikkan jadi 4,8M)
Menurut rekan2 sekalian lebih mudah yang mana, apakah perhitungan menurut Norma atau dengan pembukuan, karena kendala yang terbesar adalah tenaga kerja yang ada, umumnya hanyalah staff biasa, yang tidak mengerti sistem pembukuan.
Terima Kasih
- Originaly posted by jimmy:
Batasan PTKP klo tdk salah adalah omzet 600jt/thn dan batasan untuk menggunakan bisa norma klo tidak salah Rp. 1,8M/thn (klo tdk salah mau dinaikkan jadi 4,8M)
bukannya PTKP tetapi PKP= Pengusaha Kena Pajak
PTKP = Penghasilan tidak kena pajak. iya sorry salah ketik ..he..he…he..
kalau angka 4,8 M yg saya tahu adalah UU PPh yang baru WP UMKMinsentif pengurangan tarif sebesar 50 % dari tarif normal yg berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 M….apakah ini yg dimaksut ?
Saya juga kurang paham, tetapi dari info yang saya terima katanya saya masih bisa menggunakan perhitungan secara norma untuk omzet dibawah 4,8M, sehingga untuk PPN saya cukup membayar 2 % (sistem dim.. saya juga kurang jelas istilahnya)
Apakah ini yang dimaksudkan?
kalo sistem penghitungan dengan norma sih menurut saya tidak usah nunggu ampe penghasilan diatas 4,8M..
apabila kita WP OP dan susah untuk melakukan pembukuan ( dalam pengertian banyak nya pengeluaran seperti bon2 yang tidak jelas peruntukkannya sepeerti melakukan entertainment kepada pns atau sejenisnya, kuli2 bangunan yang dipekerjakan kan tidak ada pph.21nya dan sejenisnya ).ajukan saja kepada a/r kita untuk dapat menggunakaan norma, dan nantinya akan diaudit dan ditetapkan berapa norma yang dapat kita gunakan..
semoga dapat membantu
Kalau memang perusahaan terkendala dgn SDM, dan fakta bahwa batasan peredaran usaha tidak terlampaui tentu saja lebih efektif jika menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
- Originaly posted by harry_logic:
dan fakta bahwa batasan peredaran usaha tidak terlampaui tentu saja lebih efektif jika menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
ya tentunya dengan resiko PPh nya besar.. karena langsung dikali tarif norma dengan penghasilan netto tanpa ada pengurangan dari expenses2..
Pihak Fiskus pada dasarnya lebih suka kalau WP menggunakan Pembukuan ., makanya tarif dengan norma cenderung tarif pajaknya lebih besar
Terima kasih atas tanggapan rekan-rekan sekalian, ini saya mau tanya lagi sedikit..
Kalau saya punya 2 outlet, gimana cara biar pembayaran pajaknya bisa agak murah dikit.. he..he…he… karena saya dengar ada cara perhitungan OP perlakuan khusus, yaitu pajak yang dibayarkan dikenakan tarif 2 % langsung dari omset (untuk salah satu outlet) sedangkan outlet yang 1 lagi diberlakukan perhitungan seperti biasa ( atas dasar norma = Omzet x 30%)
Thx
kalo OP sah2 aja pake norma (kep-536) kalo badan kudu pembukuan…….
- Originaly posted by jimmy:
Kalau saya punya 2 outlet, gimana cara biar pembayaran pajaknya bisa agak murah dikit.. he..he…he… karena saya dengar ada cara perhitungan OP perlakuan khusus, yaitu pajak yang dibayarkan dikenakan tarif 2 % langsung dari omset (untuk salah satu outlet) sedangkan outlet yang 1 lagi diberlakukan perhitungan seperti biasa ( atas dasar norma = Omzet x 30%)
liat di KEP-171 mengenai WP OP Pengusaha tertentu………
kalo untungnya gede mendingan pake norma aja, kalo kecil pembukuan deah.
Dear Friend Jimmy
Mulai Tahun 2009 dapat memanfaatkan Ketentuan Pasal 25 Ayat (7) UU PPh beserta Memori Penjelasannya yang merupakan Bagian Tidak Terpisahkan dari UU PPh No. 36 tahun 2008 sehingga berkekuatan Hukum dan Mengikat Masyarakat, sebagai berikut:
"WP Orang PribadiPengusaha Tertentu al. yang memiliki 1 (satu) atau lebih tempat usaha (dhi. outlet) Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Paling Tinggi sebresar 0,75% dari Peredaran Bruto.
Demikian
Regard's
RITZKY FIRDAUS.