Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › PTKP
rekans Ortax……..
masuk akal tidak jika suatu perusahaan padat karya seperti industri garmen atau tekstil (kebanyakan pekerjanya adalah wanita) yang mana sebagian besar misalkan 90% membuat surat tanggungan dari lembaga terkait misalnya Kecamatan agar mereka bisa menanggung keluarga mereka bahkan suaminya sendiri.
pertanyaan saya : apakah fiskus bisa menerima hal ini jika terjadi pemeriksaan?Menurut saya fiskus akan terima jika ada surat keterangan bahwa suami mereka tidak bekerja dan tuidak punya penghasilan, tapi jika tida ada maka fiskus tidak bisa menerimanya.. mohon koreksinya
jika memang suami dari para pekerja wanita tersebut tidak bekerja, menurut saya fiskus bisa menerima hal tersebut. lagipula para pekerja tersebut telah memiliki bukti dari instansi terkait yang menyatakn bahwa suami mereka tidak bekerja..
sependapat dengan rekan fauziahkterima kasih responya……
nah masalahnya sekarang para ibu pekerja ini walaupun suaminya bekerja atau sebenarnya tidak menanggung saudara semenda yang lain, pada akhirnya tetap mengurus "Surat Tangungan" tadi, lumayan kata mereka, surat-surat sih dilengkapi karena memang "tidak sulit" untuk mendapatkannya, saya khawatir fiskus akhirnya tidak bisa menerima hal ini dan melakukan koreksi positif atas temuan mereka. Padahal sulit untuk melacak kebenaran apakah saudara semenda, suami atau siapapun (sesuai UU) yang ditanggung pekerja wanita ini, apalagi perusahaan yang mempekerjakan sampai puluhan ribu karyawan……….mohon tanggapannya, terima kasih
Menurut saya, surat tanggungan dari instansi tersebut tidak serta merta harus kita terima secara mentah2, karena pada dasarnya tanggungan ada pada suami.maka harus kita buktikan dulu apakah suami kary tsb memang2 tidak bekerja dan / atau tidak mempunyai penghasilan.kita jgn terdogma bahwa suami yang tak bekerja (pada suatu pemberi kerja) berarti tidak mempunyai penghasilan.Menurut UU Pajak penghasilan adalah tambahan ekonomis, jd tidak memandang itu diperoleh dari satu pemberi kerja atau usaha bebas.Bukankah berjualan/usaha lain adalah tambahan ekonomis?ini yg harus kita buktikan di lapangan……ribet kan? Kita hrs meyakini dulu alasan tanggungan masuk istri krn alasan yang memang luar biasa spt : suami cacat total, lumpuh, renta usia sehingga mmng tdk dapat memperoleh penghasilan. Jangan sampai beban pajak yg seharusnya tertanggung oleh kary, karena kesalahan tafsir menjadikan beban perusahaan karena kealpaan memotong PPh 21. salam
secara aturannya memang begitu rekan taxreview…..tapi pada praktek pemeriksaan, masa ya iya pemeriksa kudu ngecek ke domisili para pegawai??(seharusnya iya ya??? hehehhehe paling ngga sampling)
rekan taxreview……(maaf tidak tau namanya),
terima kasih atas reply-nya.
seperti yang telah saya sampaikan pada posting sebelumnya, sulit bagi kita untuk melacak kebenaran dari "surat tanggungan" yang dilampirkan, apalagi jika karyawannya sampai puluhan ribu orang.
mungkin bisa terjadi "kesalahan tafsir" tapi ini mungkin juga merupakan salah satu "celah" dalam perpajakan untuk Tax Planning ?…..salam
mmmm… Urun pusing ya.. Hehe.
Klo menurut saya, technically selama ada surat ya g akan ada masalah ya. (surat tanggungan minimal kecamatan kan? Ckckck… Koq bs malsu ya) hehe
Tp mgkn saja fiskus bs melacak scr sampling tp mnrt saya ribet sekali ya…pertanyaan saya memangnya penghasilan neto kary.nya di atas PTKP semua ya? Setau saya umr semua. Hehehehe. Maap klo salah.
terima kasih rekan ulili……..
bagi para pekerja wanita ini pemotongan walau hanya rp500 pun sangat keberatan jika dikeluarkan secara sia-sia (penuturan pekerja hasil pengalaman 20 thn saya bekerja di perusahaan garmen, hehe…..).
UMR dan PTKP beda tipis, jadi untuk berjaga-jaga mereka selalu siap dengan "surat pernyataan tanggunganya", misalkan jika sekali waktu uang lembur atau penghasilan lainnya tiba-tiba melewati ambang UMR.
terima kasih, mohon koreksi jika salahbila ada surat pernyataan dari WP OP dan disukung oleh bukti-bukti, bukanlah kesalahan pemotong pajak bila memperhitungkan kondisi yang ada di dalam surat pernyataan tersebut
Salam
- Originaly posted by johantheo88:
nah masalahnya sekarang para ibu pekerja ini walaupun suaminya bekerja atau sebenarnya tidak menanggung saudara semenda yang lain, pada akhirnya tetap mengurus "Surat Tangungan" tadi, lumayan kata mereka, surat-surat sih dilengkapi karena memang "tidak sulit" untuk mendapatkannya, saya khawatir fiskus akhirnya tidak bisa menerima hal ini dan melakukan koreksi positif atas temuan mereka. Padahal sulit untuk melacak kebenaran apakah saudara semenda, suami atau siapapun (sesuai UU) yang ditanggung pekerja wanita ini, apalagi perusahaan yang mempekerjakan sampai puluhan ribu karyawan……….
Menurut saya, selama surat keterangan itu memang ada, maka tidak ada masalah lagi.
Apabila fiskus dapat membuktikan bahwa s. ket tsb tidak benar…, itupun bukan kesalahan pemotong pajak. "Pemalsuan" itu terkait langsung dgn pegawai ybs dan instansiyg menerbitkan.
Yang penting di sini bhw pemotong pajak dlm menghit PPh 21 atas pegawai (wanita kawin) yg dapat menunjukan s.ket, maka tata cara penghitungannya sudah benar. rekan johantheo88…..
satu lagi yang harus diingat, sepengalaman saya surat Keterangan tanggungan ini tidak berlaku surut lho, anda harus cek dulu tanggal penerbitannya.seperti halnya tanggungan keluarga diperlakukan per 1 januari (sesuai UU PPh). jadi tidak bisa surat yg dikeluarkan mis : tgl 8 Maret 2009 akan mengurangi pajak terutang tahun 2009, tp oleh fiskus akan diperhitungkan pada awal tahun 2010. mohon dicross cek lg, salamterima kasih rekan hanif, saya sangat sependapat, semoga saja fiskus bisa menerima yaa….
salamRamai skali topik ini, mohon ijin utk ikut berpendapat:
saya sangat sependapat dengan pernyataan rekan hanif mengenai bukti, dan pernyataan rekan begawan dengan karyawan bersangkutan dan intansi yang menerbitkan surat.
Pada dasarnya baik akuntansi maupun perpajakan berkenaan dengan dokumen pendukung didasarkan pada 2 hal :
1. Data : Bahwa bukti dokumen yang dijadikan dasar dapat dibuktikan kebenarannya
2. Fakta = kejadian tersebut benar adanya ( baik rekayasa/tidak asal dapat dibuktikan)
asalkan kedua hal ini dapat dibuktikan, terlepas dari hasil rekayasa / pun tidak mau tidak mau hal ini dapatdibenarkan.
jika fiskus merasa hal ini rancu hal terakhir adalah conferm pada instansi yang menerbitkan. itupun kemungkinan dengan metode sampling.
nah jika semua hal tersebut terpenuhi dan di cross ok..ya apa boleh buat.
terlapas dari masalah diatas berkaitan dengan PTKP, nah yang jadi pertanyaan disini apakah prosedur penerbitan surat keterangan tersebut telah di jalankan dengan ketentuan yang seharusnya ?? he..he..di luar kapasitas DJP..Salam