Peraturan-Peraturan Perpajakan Baru yang terbit Desember 2014 (Bagian Pertama)

peraturan februari
 
Peraturan-Peraturan
Perpajakan Baru
yang terbit Desember 2014
(Bagian Pertama)
 
Penulis : Tim Redaksi Ortax
 
 
 
 
  
Selama bulan Desember 2014 ini setidaknya terdapat beberapa peraturan perpajakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Berikut ini adalah daftar peraturan perpajakan tersebut:
 
 

1. 

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 218/Pmk.02/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas  Barang Mewah Atas Perolehan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi

Peraturan ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 5 Desember 2014.

Bagi Kontraktor yang mengoperasikan Wilayah Kerja memiliki hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dapat dilakukan setelah Bagian Negara diterima di rekening kas negara. Nilai Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM paling tinggi sebesar Bagian Negara, tidak termasuk FTP yang telah diterima oleh Pemerintah.

PPN atau PPN dan PPnBM tidak dapat dikembalikan bagi pengeluaran untuk:

  1. PPN atau PPN dan PPnBM yang dibebaskan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak;
  2. PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas biaya operasional kilang Liquified Natural Gas (LNG) sebagai kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan penjualannya;
  3. PPN atau PPN dan PPnBM atas pengadaan barang dan/atau jasa yang tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM, dalam hal PPN atau PPN dan PPnBM dipungut oleh Kontraktor, paling kurang dilengkapi dengan dokumen:

  1. asli atau fotokopi Surat Setoran Pajak yang telah mendapatkan NTPN, NTB/NTP, atau fotokopi Surat Setoran Pajak yang diberi cap dan tandatangan bank persepsi/pos persepsi untuk Surat Setoran Pajak elektronik; dan
  2. Surat konfirmasi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat, dalam hal Kontraktor menyetorkan PPN atau PPN dan PPnBM tidak menggunakan billing system; dan
  3. asli surat keterangan fiskal.

Dalam rangka melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), SKK Migas:

  1. melakukan penelitian untuk memastikan adanya penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan Surat Setoran Pajak yang telah disahkan oleh bank persepsi/pos persepsi;
  2. meminta konfirmasi atas pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi, Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan, dan/atau Kantor Pelayanan Pajak tempat rekanan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  3. melakukan penelitian untuk memastikan adanya asli surat keterangan fiskal.

Dengan diterbitkannya peraturan ini maka PMK No. 64/PMK.02/2005 dinyatakan tidak berlaku dan dicabut.

2.

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 193 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2014 dan berlaku mulai tanggal 16 Desember 2014.

Peraturan ini memberikan penjelasan mengenai Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel:

  1. Sistem Pemungutan Pajak
  2. Objek, Subjek Dan Wajib Pajak
  3. Dasar Pengenaan, Tarif Dan Cara Perhitungan Pajak
  4. Masa Pajak Dan Saat Terutang Pajak
  5. Pendaftaran Dan Pelaporan Usaha, Penerbitan Dan Penghapusan Npwpd
  6. Penetapan
  7. Pembayaran
  8. Kewajiban Penggunaan Bon Penjualan (Bill)
  9. On Line System
  10. Penagihan
  11. Kedaluwarsa Penagihan
  12. Keberatan Dan Banding
  13. Pembukuan
  14. Pemeriksaan
  15. Pengembalian Kelebihan Pembayaran
  16. Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan
  17. Penghapusan Atau Pengurangan  Sanksi Administrasi
  18. Pembebasan
Dengan diterbitkannya peraturan ini maka Peraturan Gubernur Nomor 125 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel, serta Peraturan Gubernur lain yang ketentuannya telah diatur dalam Peraturan Gubernur ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
3.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 223/PMK.011/2014 Tentang  Kriteria Jasa Pendidikan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2014 dan berlaku pada tanggal yang sama.

Peraturan ini memberikan penjelasan mengenai Jasa Pendidikan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai :

  1. Jasa tertentu dalam kelompok jasa Pendidikan termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
  2. Kelompok jasa Pendidikan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
    1. jasa Penyelenggaraan Pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
    2. jasa Penyelenggaraan Pendidikan luar sekolah.
  3. Tidak termasuk jasa pendidikan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yaitu sebagai berikut:
    1. jasa penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan formal, pendidikan nonformal, maupun pendidikan informal, yang tidak termasuk dalam rincian jasa penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PMK No. 223/PMK.011/2014;
    2. jasa penyelenggaraan pendidikan formal atau jasa penyelenggaraan pendidikan nonformal yang diserahkan satuan pendidikan yang tidak mendapatkan izin pendidikan dari instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang berwenang; atau
    3. jasa pendidikan yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan penyerahan barang     dan/atau jasa lainnya.
  4. Jasa Penyelenggaraan Pendidikan Formal dan jasa Penyelenggaraan Pendidikan Nonformal wajib diserahkan oleh satuan pendidikan yang memperoleh izin pendidikan dari instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang berwenang.
4.
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 204 Tahun 2014 Tentang  Sistem Penerimaan Pajak Daerah Secara Elektronik

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Desember 2014 dan berlaku pada tanggal 19 Desember 2014.

Peraturan ini diterbitkan dalam rangka memudahkan dan meningkatkan pelayanan penerimaan pajak daerah kepada Wajib Pajak, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan pajak daerah serta membangun sistem penerimaan pajak daerah yang transparan, cepat dan tepat dengan memanfaatkan sarana elektronik.

Pajak Daerah yang diatur dalam ketentuan ini hanya meliputi :

  • Pajak Air Tanah;
  • Pajak Hotel;
  • Pajak Restoran;
  • Pajak Hiburan;
  • Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
  • PBB-P2;
  • Pajak Reklame;
  • Pajak Parkir;
  • Pajak Kendaraan Bermotor;
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan
  • Pajak Penerangan Jalan.

Pelaksana mekanisme pembayaran pajak daerah, terdiri dari unsur :

  • BPKAD;
  • DPP;
  • Diskominfomas;
  • Bank RKUD; dan
  • Bank/Non Bank Penerima.

Peraturan ini menjelaskan mengenai tata cara sbb :

  • Penunjukan bank/non bank penerima
  • Mekanisme pembayaran
  • Mekanisme pelimpahan dan pelaporan
  • Rekonsiliasi dan Monitoring
  • Gangguan Sistem
5.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 229/PMK.03/2014 Tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Seorang Kuasa

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Desember 2014 dan berlaku pada tanggal 18 Desember 2014.

Seorang kuasa meliputi:

  1. konsultan pajak; dan
  2. karyawan Wajib Pajak.

Konsultan pajak dapat menerima kuasa dari Wajib Pajak orang pribadi dan/atau Wajib Pajak badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Konsultan pajak sebagai seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila memiliki izin praktik konsultan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk, dan harus menyerahkan Surat Pernyataan sebagai konsultan pajak.

Karyawan Wajib Pajak dapat menerima kuasa dari Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sepanjang merupakan karyawan tetap dan masih aktif yang menerima penghasilan dari Wajib Pajak yang dibuktikan dengan daftar karyawan tetap yang dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dilaporkan. Karyawan Wajib Pajak sebagai seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila memiliki: 

  1. sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan kursus brevet pajak;
  2. ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta dengan status terakreditasi A; atau
  3. sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak.

Dengan diterbitkannya peraturan ini maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

6. Pengumuman Nomor Peng – 3/PJ.02/2014 Tentang Syarat Dan Ketentuan Pemberian Sertifikat Elektronik

Direktorat Jenderal Pajak akan memberikan sertifikat elektronik kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang akan digunakan untuk memperoleh layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sertifikat elektronik diberikan kepada PKP setelah PKP mengajukan permintaan dan menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015 melalui KPP tempat PKP dikukuhkan.

Syarat dan ketentuan adalah:

  1. Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik ditandatangani dan disampaikan oleh pengurus PKP yang bersangkutan secara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan ke pihak lain
  2. Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah:
    1. orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP; dan
    2.  namanya tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak terakhir yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik.
  3. SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada huruf b.2) harus sudah disampaikan ke KPP dengan dibuktikan asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT.
  4.  Dalam hal pengurus namanya tidak tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan maka pengurus tersebut harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy:
    1.  surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan; dan
    2. akta pendirian perusahaan atau asli penunjukan sebagai BUT/permanent establishment dari perusahaan induk di luar negeri.
  5. Pengurus harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
  6. Dalam hal pengurus merupakan Warga Negara Asing, pengurus harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).
  7. Pengurus harus menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam compact disc (CD) atau media lain sebagai kelengkapan surat permintaan sertifikat elektronik (file foto diberi nama: NPWP PKP-nama pengurus-nomor kartu identitas pengurus).
7. 
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 240/PMK.03/2014 Tentang  Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure)

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2014 dan berlaku pada tanggal 22 Desember 2014.

Peraturan ini diterbitkan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) yang selanjutnya disebut MAP adalah prosedur administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B.

MAP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra. MAP yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dilaksanakan oleh Direktur Peraturan Perpajakan II, yang bertindak sebagai pejabat yang berwenang atau competent authority di Indonesia. MAP dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam P3B yang berlaku efektif sebelum, sejak, atau setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.

Permintaan pelaksanaan MAP dapat diajukan oleh:

  1. Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak;
  2. Direktur Jenderal Pajak; atau
  3. Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra,

dalam batas waktu pelaksanaan MAP sebagaimana ditetapkan dalam P3B.

Wajib Pajak yang dapat mengajukan permintaan pelaksanaan MAP adalah Wajib Pajak dalam negeri Indonesia yaitu subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Pengajuan permintaan pelaksanaan MAP dan pelaksanaan MAP:

  1. tidak menunda kewajiban membayar pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  2. tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.

Pengajuan permintaan pelaksanaan MAP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam negeri Indonesia atau wakilnya yang sah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang; dan
  3. dalam hal ditandatangani oleh kuasa, dilampiri surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
8.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 239/PMK.03/2014 Tentang  Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2014 dan berlaku pada tanggal 1 Januari 2015.

Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan. Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan yang diterima atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau pengamatan.

Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan:

  • secara terbuka; atau
  • secara tertutup.

Pemeriksaan Bukti Permulaan hanya dapat dilakukan secara terbuka,dalam hal:

  • Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP; atau
  • Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan tindak lanjut dari Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,

Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis perihal Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan tentang adanya Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka mempunyai hak meminta kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk:

  • menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  • memperlihatkan kartu tanda pengenal pemeriksa Bukti Permulaan;
  • memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan; dan
  • mengembalikan Bahan Bukti yang telah dipinjam dan tidak diperlukan dalam proses Penyidikan.

Selain penjelasan diatas, peraturan ini antara lain memuat ketentuan tentang Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka, Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Tertutup, Penangguhan Pemeriksaan Dan Penghentian Verifikasi, Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan Dan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan, Bahan Bukti Baru, Tindak Pidana Yang Diketahui Seketika, Bukti Permulaan Yang Cukup Dan Laporan Kejadian, Peraturan Pelaksanaan

Dengan diterbitkannya peraturan ini maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Categories: Tax Learning

Artikel Terkait