Putusan Mahkamah Agung Nomor : 293/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 293/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, DirektoratJenderal Pajak.
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, SubditPeninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. JKL, Penelaah Keberatan, SubditPeninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal PajakJalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan SuratKuasa Khusus No. SKU-1387/PJ./2014 tanggal 28 Mei 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. XX Tbk., beralamat di Jalan Raya PM Km. X, Jakarta Selatan 12510;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1558/WPJ.19/2012 tanggal 10 Desember 2012 Tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009 Nomor: 00621/207/09/051/11 tanggal 23 Desember 2011, yang Pemohon Banding terima suratnya tanggal 11 Desember 2012;

Sengketa
Kredit Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masukan dari hasil jawaban klarifikasi yang oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait dijawab “Tidak Ada” sebesar Rp.316.498.605,00 dan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar Rp.316.498.605,00 sehingga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar adalah Rp.632.997.210,00;

Bahwa Pemohon Banding menolak dan menyatakan tidak setuju atas Surat Keputusan tersebut di atas dengan alasan bahwa dengan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan yang mengatur antara lain apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dalam hal ini Pemohon Banding mempunyai bukti-bukti berupa arus uang sesuai transaksi yang terjadi. Maka atas kredit Pajak Masukan sebesar Rp.316.498.605,00 yang dijawab “Tidak Ada” oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait, seharusnya dapat diperhitungkan sebagai jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dan terkait dengan Jawaban klarifikasi yang dijawab “Tidak Ada”, dalam waktu berjalan oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait ada yang sudah dilakukan ralat jawaban menjadi “Ada”;

Bahwa demikian surat permohonan banding ini Pemohon Banding sampaikan, dan Pemohon Banding mohon Pengadilan Pajak dapat mengabulkannya, atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1558/WPJ.19/2012 tanggal 10 Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009 Nomor: 00621/207/09/051/11 tanggal 23 Desember 2011, atas nama: PT XX (Persero) Tbk. NPWP: 0x.xxx.xxx.x-xxx.000 d/h 0x.xxx.xxx.x-xxx.000, beralamat di: Jalan Raya PM Km. X, Jakarta Selatan 12xxx, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009 menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak:
Jumlah Seluruh Penyerahan Rp.567.217.818.494,00
Pajak Keluaran yang dipungut sendiri Rp.  32.467.547.828,00
Pajak Masukan Rp.  56.077.419.120,00
PPN Yang Kurang/(Lebih) dibayar (Rp. 23.609.871.292,00)
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp.  23.609.871.292,00
PPN Yang Kurang/(Lebih) dibayar Rp.                         0,00
Sanksi administrasi Rp.                         0,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp.                         0,00
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 15 Maret 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1387/PJ./2014, Tanggal 28 Mei 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 09 Juni 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 09 Juni 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 01 Juli 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yangditerima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 29 Juli 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 16:
Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan dari para pihak yang disampaikan dalam persidangan Majelis berpendapat sebagai berikut:
Bahwa konsep pemungutan Pajak Pertambahan Nilai adalah memisahkan hak dan kewajiban terhadap dua entitas yang berbeda terkait transaksi Pajak Pertambahan Nilai, yaitu antara penanggungjawab beban atau disebut Pengusaha Kena Pajak Pembeli sebagaimana dimaksud Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, dan penanggungjawab pembayaran atau disebut Pengusaha Kena Pajak Penjual sebagaimana dimaksud Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, jika penanggungjawab beban sudah dipungut, atau balikan belum dipungut dan si penanggungjawab pembayaran tidak melaporkannya, maka yang harus bertanggungjawab adalah penanggungjawab pembayaran. Kecuali penanggungjawab pembayaran tidak dapat ditemukan, dan penanggung jawab beban tidak dapat menunjukkan bukti asli pungutan, maka yang harus membayar adalah Pengusaha Kena Pajak Pembeli sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000;
Bahwa Terbanding harus melakukan konfirmasi, hal itu memang mutlak harus dilakukan terkait kebenaran Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli, hal ini diperlukan lebih kepada pengawasan terhadap Pengusaha Kena Pajak Penjual, apakah Pengusaha Kena Pajak Penjual atas pemungutan tersebut telah melaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai-nya, jika belum maka Terbanding harus menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak berikut sanksi, dan bukan mengoreksi Faktur Pajak Masukan Pengusaha Kena Pajak Pembeli;
Bahwa Pemohon Banding di dalam persidangan menyerahkan kepada Majelis bukti-bukti yang mendukung alasan bandingnya berupa: voucher, kwitansi, invoice, Rekening Koran dan Faktur Pajak Masukan;
Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, “Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”;
Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya disebutkan, “Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim ” kemudian dalam penjelasannya disebutkan; “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp.316.498.605,00 tidak dapat dipertahankan;
2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
2. 1. Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau
e. pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Pasal 84 ayat (1):
“Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
f. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;”
Pasal 91 huruf e:
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. 2. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (8) huruf f :
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
Pasal 13 ayat (5) :
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan :
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
2. 3. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 33:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.
Penjelasan Pasal 33:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepadapenjual atau pemberi jasa;
2. 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan;
3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
3. 1. Bahwa koreksi terhadap Pajak Masukan dilakukan berdasarkan hasil jawaban klarifikasi Pajak Masukan yang oleh KPP terkait dijawab “tidak ada” dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) belum dapat membuktikannya melalui arus uang maupun SPT lawan transaksi;
3. 2. Bahwa pada saat keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan permintaan klarifikasi tindak lanjut atas Faktur Pajak Masukan yang dikoreksi, dan berdasarkan hasil klarifikasi diketahui bahwa terdapat Faktur Pajak yang telah dijawab “ADA” dan faktur tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 9 Jo. Pasal 13 UU PPN;
Dengan demikian, keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dikabulkan sebagian dengan perincian sebagai berikut:
  cfm. Pemeriksa cfm. Peneliti Diterima
Koreksi Pajak
Masukan

791.711.278

316.498.605

475.212.673
Pada proses banding, nilai sengketa yang diajukan banding oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar Rp316.498.605,00;
3. 3. Bahwa dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 huruf c angka 1 sub sub sub butir 1.4.1.3.4 disebutkan:
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman permintaan klarifikasi dikirimkan melalui faksimile jawaban klarifikasi belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Faktur Pajak yang dianggap absah berdasarkan pengujian arus uang dan arus barang tersebut harus dibuatkan berita acara dan ditanda tangani oleh petugas pemeriksa dan pejabat yang berwenang;
3. 4. Bahwa dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah menyampaikan bukti-bukti berupa voucher, kuitansi, invoice, rekening Koran dan Faktur Pajak Masukan;
3. 5. Bahwa berdasarkan uji bukti yang dilakukan dalam persidangan, sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Pengujian Atas Bukti yang Disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Masa Pajak Agustus 2009, diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • Atas Pajak Masukan sebesar Rp145.607.770 didukung bukti Arus Uang dan Arus Barang;
  • Atas Pajak Masukan sebesar Rp98.814.526 hanya didukung bukti pembayaran, tetapi tidak ada bukti/dokumen pendukung Arus Barang (Faktur Pajak, Invoice, PO, DO, Kontrak, dll;
  • Atas Pajak Masukan sebesar Rp72.076.309 hanya didukung dokumen internal (Memo/Nota), tetapi tidak ada bukti pendukung Arus Uang dan Arus Barang;
  • Atas keseluruhan Pajak Masukan sebesar Rp316.498.605,00, sampai dengan persidangan tidak pernah dapat dibuktikan telah disetorkan ke Kas Negara oleh PKP Penjual/PKP Pemberi Jasa;
3. 6. Bahwa berdasarkan hasil penelusuran dalam sistem PK-PM Direktorat Jenderal Pajak serta penelusuran SPT lawan transaksi dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) diketahui terdapat beberapa faktur yang telah dilaporkan oleh lawan transaksi dengan perincian:
No. Nama WP NPWP Nomor FP Tanggal FP PPN
1 YYY
xxxx0xxxx0x000
00000xxx
00000xxx
26/08/2009
26/08/2009
1.425.000
500.000
          1.925.000
3. 7. Bahwa PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Mengingat bahwa PPN merupakan pajak atas konsumsi, maka seharusnya konsumsi atas penggunaan barang/jasa dapat dibuktikan oleh pihak yang terkait, dalam hal ini adalah penjual/pemberi jasa dan pembeli/atau penerima jasa;
3. 8. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 33 UU KUP diatur bahwa Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara tanggung renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar;
Dalam penjelasan Pasal 33 UU KUP disebutkan bahwa:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa;
3. 9. Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 33 UU KUP tersebut, walaupun dalam ketentuan Pasal 33 UU KUP mensyaratkan mengenai pembuktian bahwa pembeli/penerima jasa telah melakukan pembayaran (arus kas), namun demikian kebenaran materi atas kebenaran transaksi yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan PKP Penjual/Pemberi Jasa tetap harus diperhatikan;
3. 10. Berdasarkan fakta persidangan sesuai dengan dokumen yang telah dilakukan penelitian bersama para pihak yang bersengketa serta memperhatikan ketentuan dasar hukum yang berlaku, Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
  • Atas Pajak Masukan sebesar Rp145.607.770 yang telah didukung bukti Arus Uang dan Arus Barang, maka pajak masukan tersebut dapat dikreditkan;
  • Atas Pajak Masukan sebesar Rp98.814.526 hanya didukung bukti pembayaran, tetapi tidak ada bukti/dokumen pendukung Arus Barang (Faktur Pajak, Invoice, PO, DO, Kontrak, dll, maka pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan;
  • Atas Pajak Masukan sebesar Rp72.076.309 hanya didukung dokumen internal (Memo/Nota), tetapi tidak ada bukti pendukung Arus Uang dan Arus Barang, namun berdasarkan hasil penelusuran dalam sistem PK-PM Direktorat Jenderal Pajak serta penelusuran SPT lawan transaksi dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) diketahui terdapat faktur yang telah dilaporkan oleh lawan transaksi sejumlah Rp1.925.000, maka atas pajak masukan sebesar Rp70.151.309,00, diperoleh dari perhitungan: Rp72.076.309 – Rp1.925.000 menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat dikreditkan;
  • Berdasarkan rincian di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa total pajak masukan yang seharusnya tidak dapat dikreditkan adalah sebesar Rp168.965.835,00, diperoleh dari perhitungan: Rp98.814.526 +Rp70.151.309,00;
3. 11. Tentang Pertimbangan Hukum Majelis Hakim yang berpendapat:
Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, "Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya disebutkan, "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan; "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan ";
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp.316.498.605,00 tidak dapat dipertahankan;
3. 12. Terkait dengan pendapat Majelis tersebut dengan ini disampaikan:
1) Bahwa Dalam Peradilan Tata Usaha Negara dikenal asas pembuktian bebas sebagaimana dianut dalam Pasal 76 UU Pengadilan Pajak bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)”;
Dengan demikian, dalam Pengadilan Pajak, hakim-lah yang menentukan beban pembuktian;
2) Bahwa setelah membaca pertimbangan Majelis Hakim, diketahui bahwa Majelis Hakim mengutip ketentuan dalam Pasal 163 RIB/HIR (Pasal 1865 KUH Perdata) yaitu: "Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
Bahwa dalam pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat bahwa pihak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)-lah yang seharusnya dapat membuktikan koreksi Pajak Masukan yang dilakukan;
Bahwa baik pada saat pemeriksaan maupun pada saat keberatan, koreksi didasarkan pada jawaban konfirmasi yang dijawab “tidak ada” oleh KPP terkait, sebagaimana diatur dalam KEP-754/PJ./2001;
Bahwa pada dasarnya pembuktian tidak semata-mata merupakan beban Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), namun juga merupakan beban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), mengingat PPN merupakan pajak atas konsumsi BKP/JKP, sehingga kebenaran atas konsumsi tersebut juga harus dapat dibuktikan melalui pengujian arus kas dan arus barang;
3) Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan; "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan ";
Bahwa berdasarkan Pasal 78 dan penjelasannya, keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Terkait dengan hal tersebut, sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa PPN merupakan pajak atas konsumsi BKP/JKP sehingga sehingga kebenaran atas konsumsi tersebut juga harus dapat dibuktikan melalui pengujian arus kas dan arus barang, serta berdasarkan hasil pengujian terhadap bukti-bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka pada dasarnya terdapat beberapa faktur pajak yang tidak didukung oleh arus kas dan/atau arus barang, sehingga tidak seharusnya dapat dikreditkan;
4) Bahwa tata cara terkait dengan konfirmasi faktur pajak adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan. Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut masih berlaku sampai dengan saat ini dan belum pernah dicabut atau diganti dengan peraturan yang lain;
3. 13. Bahwa mengingat berdasarkan pengujian terhadap arus uang dan arus barang terdapat sejumlah koreksi yang tidak didukung dengan arus uang dan/atau arus barang, maka tidak seharusnya koreksi
tersebut dibatalkan seluruhnya oleh Majelis Hakim, dengan perincian sebagai berikut:
Koreksi Pajak Masukan yang setuju untuk dibatalkan Rp 147.532.770,00
Koreksi Pajak Masukan yang seharusnya dipertahankan Rp 168.965.835,00

total

Rp 316.498.605,00
3.14. Dengan demikian, putusan Majelis Hakim tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengingat Majelis Hakim mengabaikan fakta-fakta dan hasil pembuktian para pihak dalam persidangan;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1558/ WPJ.19/2012 tanggal 10 Desember 2012, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009 Nomor: 00621/207/09/051/11 tanggal 23 Desember 2011, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 0x.00x.xxx.x-xxx.000 (d/h 01.001.610.3-051.000), sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
a. Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp168.965.835,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah membaca dan meneliti kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon PK dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa klarifikasi Faktur Pajak Masukan yang dijawab “Tidak Ada”, maka apabila terdapat kerugian yang mungkin akan timbul tidak dapat dilimpahkan kepada Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali. Di samping itu, bukti pendukung yang memperkuat Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali berupa pengujian arus kas/uang sesuai dengan transaksi, voucher, kuitansi, invoice dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang (Pemohon PK) tidak dapat dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU KUP jo Pasal 1 angka 23 dan Pasal 13 ayat (5) UU Pajak Pertambahan Nilai.
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 04 Mei 2016, oleh Dr. H. M. HH, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, YY, S.H. M.Hum., dan Dr. DD, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis dan dibantu oleh AA, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:
ttd./YY, S.H. M.Hum.

ttd./Dr. DD, S.H., C.N.
Ketua Majelis,
ttd./Dr. H. M. HH S.H., M.S.
 


 
Biaya-biaya
1. Meterai                       Rp        6.000,00
2. Redaksi                      Rp        5.000,00
3. Administrasi                Rp 2.489.000,00
         Jumlah                   Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti :
ttd./AA, S.H., M.H.



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



H. AA, S.H.
NIP.: 1954XXXXXXXXXX