Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 293/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
- ABC, Direktur Keberatan dan Banding, DirektoratJenderal
Pajak.
- DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,Direktorat
Keberatan dan Banding.
- GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, SubditPeninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
- JKL, Penelaah Keberatan, SubditPeninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal PajakJalan
Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan SuratKuasa Khusus
No. SKU-1387/PJ./2014 tanggal 28 Mei 2014;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. XX Tbk., beralamat di Jalan Raya PM Km. X, Jakarta Selatan 12510;
Termohon Peninjauan Kembali
dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan Banding atas Keputusan
Terbanding Nomor: KEP-1558/WPJ.19/2012 tanggal 10 Desember 2012 Tentang
Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009 Nomor:
00621/207/09/051/11 tanggal 23 Desember 2011, yang Pemohon Banding
terima suratnya tanggal 11 Desember 2012;
Sengketa
Kredit Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masukan dari hasil jawaban
klarifikasi yang oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait dijawab
“Tidak Ada” sebesar Rp.316.498.605,00 dan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar Rp.316.498.605,00 sehingga jumlah
Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar adalah
Rp.632.997.210,00;
Bahwa Pemohon Banding menolak dan menyatakan tidak setuju atas Surat
Keputusan tersebut di atas dengan alasan bahwa dengan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem
Informasi Perpajakan yang mengatur antara lain apabila berdasarkan
hasil pengujian arus barang dan arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur
Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan
klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan. Dalam hal ini Pemohon Banding mempunyai bukti-bukti
berupa arus uang sesuai transaksi yang terjadi. Maka atas kredit Pajak
Masukan sebesar Rp.316.498.605,00 yang dijawab “Tidak
Ada” oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait, seharusnya dapat
diperhitungkan sebagai jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dan
terkait dengan Jawaban klarifikasi yang dijawab “Tidak
Ada”, dalam waktu berjalan oleh Kantor Pelayanan Pajak
terkait ada yang sudah dilakukan ralat jawaban menjadi
“Ada”;
Bahwa demikian surat permohonan banding ini Pemohon Banding sampaikan,
dan Pemohon Banding mohon Pengadilan Pajak dapat mengabulkannya, atau
apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain mohon putusan
yang seadil-adilnya;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1558/WPJ.19/2012 tanggal 10
Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009
Nomor: 00621/207/09/051/11 tanggal 23 Desember 2011, atas nama: PT XX
(Persero) Tbk. NPWP: 0x.xxx.xxx.x-xxx.000 d/h 0x.xxx.xxx.x-xxx.000,
beralamat di: Jalan Raya PM Km. X, Jakarta Selatan 12xxx, sehingga
perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus
2009 menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak:
Jumlah
Seluruh Penyerahan |
Rp.567.217.818.494,00 |
Pajak
Keluaran yang dipungut sendiri |
Rp.
32.467.547.828,00 |
Pajak
Masukan |
Rp.
56.077.419.120,00 |
PPN
Yang Kurang/(Lebih) dibayar |
(Rp.
23.609.871.292,00) |
Kelebihan
pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya |
Rp.
23.609.871.292,00 |
PPN
Yang Kurang/(Lebih) dibayar |
Rp.
0,00 |
Sanksi
administrasi |
Rp.
0,00 |
Jumlah
PPN yang masih harus dibayar |
Rp.
0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50566/PP/M.IIIB/16/2014,
Tanggal 20 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada Tanggal 15 Maret 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-1387/PJ./2014, Tanggal 28 Mei 2014, diajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada Tanggal 09 Juni 2014, dengan disertai
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada Tanggal 09 Juni 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 01 Juli
2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban
yangditerima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 29
Juli 2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka
permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. |
Bahwa
pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan
kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain
berbunyi sebagai berikut:
Halaman 16:
Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan dari para pihak yang
disampaikan dalam persidangan Majelis berpendapat sebagai berikut:
Bahwa konsep pemungutan Pajak Pertambahan Nilai adalah memisahkan hak
dan kewajiban terhadap dua entitas yang berbeda terkait transaksi Pajak
Pertambahan Nilai, yaitu antara penanggungjawab beban atau disebut
Pengusaha Kena Pajak Pembeli sebagaimana dimaksud Pasal 33
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000, dan penanggungjawab pembayaran atau disebut Pengusaha Kena Pajak
Penjual sebagaimana dimaksud Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, jika
penanggungjawab beban sudah dipungut, atau balikan belum dipungut dan
si penanggungjawab pembayaran tidak melaporkannya, maka yang harus
bertanggungjawab adalah penanggungjawab pembayaran. Kecuali
penanggungjawab pembayaran tidak dapat ditemukan, dan penanggung jawab
beban tidak dapat menunjukkan bukti asli pungutan, maka yang harus
membayar adalah Pengusaha Kena Pajak Pembeli sesuai dengan ketentuan
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000;
Bahwa Terbanding harus melakukan konfirmasi, hal itu memang mutlak
harus dilakukan terkait kebenaran Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan
oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli, hal ini diperlukan lebih kepada
pengawasan terhadap Pengusaha Kena Pajak Penjual, apakah Pengusaha Kena
Pajak Penjual atas pemungutan tersebut telah melaporkan dalam SPT Masa
Pajak Pertambahan Nilai-nya, jika belum maka Terbanding harus
menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak berikut
sanksi, dan bukan mengoreksi Faktur Pajak Masukan Pengusaha Kena Pajak
Pembeli;
Bahwa Pemohon Banding di dalam persidangan menyerahkan kepada Majelis
bukti-bukti yang mendukung alasan bandingnya berupa: voucher, kwitansi,
invoice, Rekening Koran dan Faktur Pajak Masukan;
Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus
membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, “Barang siapa, yang
mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk
menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang
itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian
itu”;
Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya
disebutkan, “Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus
didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak
diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta
berdasarkan keyakinan Hakim ” kemudian dalam penjelasannya
disebutkan; “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian
pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis
berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan
koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas
Pajak Masukan sebesar Rp.316.498.605,00 tidak dapat dipertahankan; |
2. |
Bahwa
ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang
digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai
berikut:
2.
1. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya
disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
a. |
surat
atau tulisan; |
b. |
keterangan
ahli; |
c. |
keterangan
para saksi; |
d. |
pengakuan
para pihak; dan/atau |
e. |
pengetahuan
Hakim; |
Pasal
76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1).”
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran
materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para
pihak.”
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Pasal 84 ayat (1):
“Putusan Pengadilan Pajak harus memuat: |
f. |
Pertimbangan
dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa;” |
Pasal
91 huruf e:
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan
alasan-alasan apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
|
2.
2. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
(selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai
berikut:
Pasal 9 ayat (8) huruf f :
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur
dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
Pasal 13 ayat (5) :
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit
memuat :
a. |
Nama,
alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak; |
b. |
Nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak; |
c. |
Jenis
barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga; |
d. |
Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e. |
Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut; |
f. |
Kode,
nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g. |
Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak
menandatangani Faktur Pajak; |
Penjelasan
:
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai
sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak
harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak
harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang
Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak
yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat
mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf
f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar; |
|
2.
3. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP),
antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 33:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak,
sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.
Penjelasan Pasal 33:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada
pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah
seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa
bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila
ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada
penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat
menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepadapenjual atau
pemberi jasa; |
2.
4. |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi
Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan; |
|
3. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan
dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
3.
1. |
Bahwa
koreksi terhadap Pajak Masukan dilakukan berdasarkan hasil jawaban
klarifikasi Pajak Masukan yang oleh KPP terkait dijawab
“tidak ada” dan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) belum dapat membuktikannya melalui arus uang maupun
SPT lawan transaksi; |
3.
2. |
Bahwa
pada saat keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
telah melakukan permintaan klarifikasi tindak lanjut atas Faktur Pajak
Masukan yang dikoreksi, dan berdasarkan hasil klarifikasi diketahui
bahwa terdapat Faktur Pajak yang telah dijawab
“ADA” dan faktur tersebut telah memenuhi
persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 9
Jo. Pasal 13 UU PPN;
Dengan demikian, keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) dikabulkan sebagian dengan perincian sebagai berikut:
|
cfm.
Pemeriksa |
cfm.
Peneliti |
Diterima |
Koreksi
Pajak
Masukan |
791.711.278 |
316.498.605 |
475.212.673 |
Pada proses banding, nilai sengketa yang diajukan banding oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar
Rp316.498.605,00; |
3.
3. |
Bahwa
dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-754/PJ./2001 huruf c angka 1 sub sub sub butir 1.4.1.3.4 disebutkan:
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman
permintaan klarifikasi dikirimkan melalui faksimile jawaban klarifikasi
belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus
barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut
sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat
diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Faktur
Pajak yang dianggap absah berdasarkan pengujian arus uang dan arus
barang tersebut harus dibuatkan berita acara dan ditanda tangani oleh
petugas pemeriksa dan pejabat yang berwenang; |
3.
4. |
Bahwa
dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
telah menyampaikan bukti-bukti berupa voucher, kuitansi, invoice,
rekening Koran dan Faktur Pajak Masukan; |
3.
5. |
Bahwa
berdasarkan uji bukti yang dilakukan dalam persidangan, sebagaimana
dituangkan dalam Berita Acara Pengujian Atas Bukti yang Disampaikan
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Masa Pajak Agustus
2009, diketahui hal-hal sebagai berikut:
- Atas Pajak Masukan sebesar Rp145.607.770
didukung bukti Arus Uang dan Arus Barang;
- Atas Pajak Masukan sebesar Rp98.814.526 hanya
didukung bukti pembayaran, tetapi tidak ada bukti/dokumen pendukung
Arus Barang (Faktur Pajak, Invoice, PO, DO, Kontrak, dll;
- Atas Pajak Masukan sebesar Rp72.076.309 hanya
didukung dokumen internal (Memo/Nota), tetapi tidak ada bukti pendukung
Arus Uang dan Arus Barang;
- Atas keseluruhan Pajak Masukan sebesar
Rp316.498.605,00, sampai dengan persidangan tidak pernah dapat
dibuktikan telah disetorkan ke Kas Negara oleh PKP Penjual/PKP Pemberi
Jasa;
|
3.
6. |
Bahwa
berdasarkan hasil penelusuran dalam sistem PK-PM Direktorat Jenderal
Pajak serta penelusuran SPT lawan transaksi dalam Sistem Informasi
Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) diketahui terdapat beberapa faktur
yang telah dilaporkan oleh lawan transaksi dengan perincian:
No. |
Nama WP |
NPWP |
Nomor FP |
Tanggal FP |
PPN |
1 |
YYY
|
xxxx0xxxx0x000
|
00000xxx
00000xxx |
26/08/2009
26/08/2009 |
1.425.000
500.000 |
|
|
|
|
|
1.925.000 |
|
3.
7. |
Bahwa
PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean yang
dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Mengingat bahwa PPN merupakan pajak atas konsumsi, maka seharusnya
konsumsi atas penggunaan barang/jasa dapat dibuktikan oleh pihak yang
terkait, dalam hal ini adalah penjual/pemberi jasa dan pembeli/atau
penerima jasa; |
3.
8. |
Bahwa
sesuai ketentuan Pasal 33 UU KUP diatur bahwa Pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara
tanggung renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat
menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar;
Dalam penjelasan Pasal 33 UU KUP disebutkan bahwa:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada
pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah
seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa
bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila
ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada
penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat
menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau
pemberi jasa; |
3.
9. |
Dengan
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 33 UU KUP tersebut, walaupun dalam
ketentuan Pasal 33 UU KUP mensyaratkan mengenai pembuktian bahwa
pembeli/penerima jasa telah melakukan pembayaran (arus kas), namun
demikian kebenaran materi atas kebenaran transaksi yang dilakukan oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan PKP
Penjual/Pemberi Jasa tetap harus diperhatikan; |
3.
10. |
Berdasarkan
fakta persidangan sesuai dengan dokumen yang telah dilakukan penelitian
bersama para pihak yang bersengketa serta memperhatikan ketentuan dasar
hukum yang berlaku, Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
- Atas Pajak Masukan sebesar Rp145.607.770 yang
telah
didukung bukti Arus Uang dan Arus Barang, maka pajak masukan tersebut
dapat dikreditkan;
- Atas Pajak Masukan sebesar Rp98.814.526 hanya
didukung bukti pembayaran, tetapi tidak ada bukti/dokumen pendukung
Arus Barang (Faktur Pajak, Invoice, PO, DO, Kontrak, dll, maka pajak
masukan tersebut tidak dapat dikreditkan;
- Atas Pajak Masukan sebesar Rp72.076.309 hanya
didukung dokumen internal (Memo/Nota), tetapi tidak ada bukti pendukung
Arus Uang dan Arus Barang, namun berdasarkan hasil penelusuran dalam
sistem PK-PM Direktorat Jenderal Pajak serta penelusuran SPT lawan
transaksi dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP)
diketahui terdapat faktur yang telah dilaporkan oleh lawan transaksi
sejumlah Rp1.925.000, maka atas pajak masukan sebesar Rp70.151.309,00,
diperoleh dari perhitungan: Rp72.076.309 – Rp1.925.000
menurut
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat dikreditkan;
- Berdasarkan rincian di atas, Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa total pajak masukan yang
seharusnya tidak dapat dikreditkan adalah sebesar Rp168.965.835,00,
diperoleh dari perhitungan: Rp98.814.526 +Rp70.151.309,00;
|
3.
11. |
Tentang
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim yang berpendapat:
Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus
membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, "Barang siapa, yang mengatakan
ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan
haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus
membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya
disebutkan, "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan
bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak
diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan,
serta berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya
disebutkan; "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan ";
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis
berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan
koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas
Pajak Masukan sebesar Rp.316.498.605,00 tidak dapat dipertahankan; |
3.
12. |
Terkait
dengan pendapat Majelis tersebut dengan ini disampaikan:
1) |
Bahwa
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara dikenal asas pembuktian bebas
sebagaimana dianut dalam Pasal 76 UU Pengadilan Pajak bahwa
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
dan
untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)”;
Dengan demikian, dalam Pengadilan Pajak, hakim-lah yang menentukan
beban pembuktian; |
2) |
Bahwa
setelah membaca pertimbangan Majelis Hakim, diketahui bahwa Majelis
Hakim mengutip ketentuan dalam Pasal 163 RIB/HIR (Pasal 1865 KUH
Perdata) yaitu: "Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau
ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk
membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak
itu atau adanya kejadian itu";
Bahwa dalam pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat bahwa pihak
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)-lah yang seharusnya
dapat membuktikan koreksi Pajak Masukan yang dilakukan;
Bahwa baik pada saat pemeriksaan maupun pada saat keberatan, koreksi
didasarkan pada jawaban konfirmasi yang dijawab “tidak
ada”
oleh KPP terkait, sebagaimana diatur dalam KEP-754/PJ./2001;
Bahwa pada dasarnya pembuktian tidak semata-mata merupakan beban
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), namun juga merupakan
beban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), mengingat
PPN merupakan pajak atas konsumsi BKP/JKP, sehingga kebenaran atas
konsumsi tersebut juga harus dapat dibuktikan melalui pengujian arus
kas dan arus barang; |
3) |
Bahwa
sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan
keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan; "Keyakinan
Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan ";
Bahwa berdasarkan Pasal 78 dan penjelasannya, keyakinan Hakim
didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
Terkait dengan hal tersebut, sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa
PPN merupakan pajak atas konsumsi BKP/JKP sehingga sehingga kebenaran
atas konsumsi tersebut juga harus dapat dibuktikan melalui pengujian
arus kas dan arus barang, serta berdasarkan hasil pengujian terhadap
bukti-bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding), maka pada dasarnya terdapat beberapa faktur pajak
yang tidak didukung oleh arus kas dan/atau arus barang, sehingga tidak
seharusnya dapat dikreditkan; |
4) |
Bahwa
tata cara terkait dengan konfirmasi faktur pajak adalah sebagaimana
diatur dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem
Informasi Perpajakan. Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut
masih berlaku sampai dengan saat ini dan belum pernah dicabut atau
diganti dengan peraturan yang lain; |
|
3.
13. |
Bahwa
mengingat berdasarkan pengujian terhadap arus uang dan arus barang
terdapat sejumlah koreksi yang tidak didukung dengan arus uang dan/atau
arus barang, maka tidak seharusnya koreksi
tersebut dibatalkan seluruhnya oleh Majelis Hakim, dengan perincian
sebagai berikut:
Koreksi
Pajak Masukan yang setuju untuk dibatalkan |
Rp
147.532.770,00 |
Koreksi
Pajak Masukan yang seharusnya dipertahankan |
Rp
168.965.835,00 |
total
|
Rp
316.498.605,00 |
|
3.14. |
Dengan
demikian, putusan Majelis Hakim tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengingat Majelis Hakim mengabaikan
fakta-fakta dan hasil pembuktian para pihak dalam persidangan; |
|
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena
Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya
permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor:
KEP-1558/ WPJ.19/2012 tanggal 10 Desember 2012, mengenai Keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2009 Nomor: 00621/207/09/051/11
tanggal 23 Desember 2011, atas nama Pemohon Banding, NPWP:
0x.00x.xxx.x-xxx.000 (d/h 01.001.610.3-051.000), sehingga pajak yang
masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan
benar dengan pertimbangan :
a. |
Bahwa
alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo
yaitu koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar
Rp168.965.835,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah membaca dan
meneliti
kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh
Pemohon
PK dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali
tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap
dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak,
karena dalam perkara a
quo
berupa klarifikasi Faktur Pajak Masukan yang dijawab “Tidak
Ada”, maka apabila terdapat kerugian yang
mungkin akan timbul tidak dapat dilimpahkan kepada Pemohon Banding
sekarang Termohon Peninjauan Kembali. Di samping itu, bukti pendukung
yang memperkuat Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali
berupa pengujian arus kas/uang sesuai dengan transaksi, voucher, kuitansi, invoice dan oleh
karenanya koreksi Terbanding sekarang (Pemohon PK) tidak dapat
dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU KUP jo Pasal 1 angka 23
dan Pasal 13 ayat (5) UU Pajak Pertambahan Nilai. |
b. |
Bahwa
dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Rabu, tanggal 04 Mei 2016, oleh Dr. H. M. HH,
S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Majelis, YY, S.H. M.Hum., dan Dr. DD, S.H., C.N.,
Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis dan dibantu oleh AA, S.H., M.H., Panitera
Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis:
ttd./YY, S.H. M.Hum.
ttd./Dr. DD, S.H., C.N. |
Ketua
Majelis,
ttd./Dr. H. M. HH S.H., M.S. |
|
|
Biaya-biaya
1. Meterai
Rp
6.000,00
2. Redaksi
Rp
5.000,00
3. Administrasi
Rp 2.489.000,00
Jumlah
Rp 2.500.000,00 |
Panitera
Pengganti :
ttd./AA, S.H., M.H. |
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
H. AA, S.H.
NIP.: 1954XXXXXXXXXX
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.