Putusan Mahkamah Agung Nomor : 667/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50431/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 12 Februari 2014 yang


 

PUTUSAN
Nomor 667/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
PT XXX, tempat kedudukan Jalan MM Nomor YY, Jakarta Pusat, 10xxx;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:


DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2859/PJ/2016, tanggal 15 Agustus 2016;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50431/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 12 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, perkenankanlah Pemohon Banding mengajukan Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 yang Pemohon Banding terima melalui pos pada tanggal 18 Oktober 2012, yang berisi memutuskan menolak Keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPLB PPN Nomor 00101/407/09/073/11 tanggal 18 Oktober 2011 Masa Pajak Juli 2009;

Ketetapan Semula:
Bahwa berkenaan hasil Pemeriksaan Pajak oleh KPP Madya Jakarta Pusat telah diterbitkan SKPLB PPN Nomor 00101/407/09/073/11 tanggal 18 Oktober 2011 Masa Pajak Juli 2009, dengan perincian sebagai berikut:

Uraian SPT-Wajib Pajak SKPLB Sengketa
1. Dasar Pengenaan Pajak
    a. Ekspor 5.890.226.719 5.890.226.719
    b. Penyerahan yang PPN dipungut sendiri 0 0
    c. Penyerahan yang tidak dipungut 116.887.760 116.887.760
    Jumlah seluruh penyerahan 6.007.114.479 6.007.114.479
2. Penghitungan PPN Lebih Bayar
    a. Pajak Keluaran yang hrs dipungut/dibayar 0 0
    b. Pajak Masukan yg dapat diperhitungkan 67.409.904 45.120.469 22.289.435
    c. Jumlah perhitungan PPN kurang (lebih) bayar (67.409.904) (45.120.469)
    d. Dikompensasikan ke masa berikut 0 0
       
3. PPN yang kurang (lebih) dibayar (67.409.904) (45.120.469)
4. Sanksi administrasi Pasal 13 (2) KUP 0 0
5. Jumlah PPN yang masih harus (lebih) dibayar (67.409.904) (45.120.469)

Keputusan Keberatan:
Ketentuan Formal:
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan PPN Masa Juli 2009 terhadap Pemohon Banding yang dilakukan oleh KPP Madya Jakarta Pusat, telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) PPN Nomor 00101/407/09/073/11 tanggal 18 Oktober 2011 (lampiran 1);

Bahwa Pemohon Banding mengajukan Keberatan terhadap SKPLB PPN tersebut melalui Surat Keberatan Nomor 026/JKT/AIL-KPPMTO/I/12 tanggal 09 Januari 2012 (lampiran 2);

Bahwa Kepala Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar atas nama Terbanding menerbitkan Surat Keputusan Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 yang memutuskan menolak Keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPLB PPN (lampiran 3);

Ketentuan Materiil:
Bahwa Dasar Keputusan penolakan Keberatan yang pada intinya mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa KPP Madya Jakarta Pusat sebesar Rp.22.289.435,00;

Bahwa dalam proses Keberatan, Tim Peneliti Keberatan menolak Keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar Pemohon Banding;

Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang (lebih) dibayar adalah sebesar (Rp.45.120.469,00) dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
PPN Kurang/(Lebih) bayar (45.120.469,00) 0,00 (45.120.469,00)
Sanksi Bunga 0,00 0,00 0,00
Sanksi Kenaikan 0,00 0,00 0,00
Jumlah PPN yang masih harus (lebih) dibayar (45.120.469,00) 0,00 (45.120.469,00)

Permohonan Banding:
Ketentuan Formal:
Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 tentang Keberatan atas SKPLB PPN Masa Pajak Juli 2009, melalui surat ini Pemohon Banding mengajukan Banding kepada Pengadilan Pajak;

Bahwa Sengketa Banding Pemohon Banding ajukan dengan uraian sebagai berikut:
Koreksi Kredit Pajak Masukan;
Uraian Jumlah (Rp.)
Menurut WP/Pemohon Banding 67.409.904
Menurut Ditjen Pajak/Terbanding 45.120.469
Sengketa 22.289.435

Menurut Terbanding:
Bahwa dasar dilakukan koreksi oleh Terbanding adalah:
"Berdasarkan Pasal 9 ayat (5) dan (6), Pasal 16B Undang-Undang PPN Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 pajak masukan yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan";

Menurut Pemohon Banding:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dan mengajukan Banding dengan koreksi Pajak Masukan tersebut dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa perusahaan Pemohon Banding menghasilkan produk akhir berupa CPO (`Crude Palm Oil') yang merupakan Barang Kena Pajak ("BKP") yang pada saat penyerahan kepada pihak customer terutang PPN;

Bahwa KMK-575 tersebut yang digunakan sebagai dasar hukum oleh Pemeriksa dalam mengoreksi Pajak Masukan pembelian pupuk dan perlengkapan kebun (bahan-bahan kimia) tidak tepat digunakan dalam kasus ini, dikarenakan seluruh penyerahan produk hasil akhir merupakan penyerahan BKP berupa CPO yang merupakan objek pajak PPN sebesar 10%;

Bahwa dengan demikian, maka semua Faktur Pajak masukan yang Pemohon Banding peroleh adalah sehubungan dengan penyerahan BKP yang Pemohon Banding hasilkan. Sehingga Faktur Pajak masukan tersebut merupakan Pajak Masukan yang terkait dengan industri penghasil CPO yang merupakan BKP dan objek PPN;

Bahwa KMK-575 tersebut tidak tepat diterapkan pada kegiatan usaha terpadu (integrated) yang telah mendapat izin atau otomatis diberikan sentralisasi PPN (pemusatan tempat pajak terutang), yang artinya penyerahan antar cabang - pusat (bila perkebunan dan pabrik beda wilayah KPP) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP berdasarkan Pasal 1A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 8/1983 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 42/2009 tentang PPN;

Bahwa pengertian integrasi adalah menyatukan atau satu kesatuan, dan seharusnya tidak lagi dipisah-pisahkan dalam istilah unit atau kegiatan yang terpisah, yang kemudian diasumsikan oleh Terbanding sebagai adanya penyerahan dari unit perkebunan ke unit pabrikasi;

Bahwa oleh karena itu, Pemohon Banding berpendapat bahwa isi dan Pasal 2 ayat (1) huruf a KMK-575 tidak selaras dengan pengertian penyerahan Barang Kena Pajak dalam Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8/1983 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 42/2009 tentang PPN, yang berbunyi:"

Pasal lA
(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
      a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian";

Bahwa Pemohon Banding tidak terdiri dari Unit-Unit apapun dan kegiatan utama usaha dari Pemohon Banding adalah melakukan penyerahan BKP berupa CPO yang terutang PPN 10% kepada pihak pembeli. Sehingga, tidak terdapat unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana disebutkan oleh Terbanding;

Bahwa dalam ketentuan Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) nyata-nyata menggunakan kata "penyerahan", dan disebutkan juga maksud "penyerahan" dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang PPN yang berbunyi:
"4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak";

Bahwa oleh karena itu Pemohon Banding berpendapat bahwa penyerahan yang Pemohon Banding lakukan adalah merupakan penyerahan BKP berupa CPO, maka seharusnya Pajak Masukan atas pembelian pupuk dan perlengkapan perkebunan dapat dikreditkan;

Bahwa dalam proses Pemeriksaan dan Keberatan Pemohon Banding telah menyampaikan data dan dokumen yang terkait dengan koreksi pajak masukan berupa:
  1. Copy SPT Masa PPN Januari s.d Desember 2009,
  2. Copy Rekening Koran,
  3. Asli Faktur Pajak dan data pendukungnya,
  4. Softcopy buku besar;
Kesimpulan:
Bahwa berdasarkan permohonan Banding Pemohon Banding di atas terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 mengenai Keberatan Pemohon Banding atas SKPLB PPN Masa Pajak Juli 2009 Nomor 00101/407/09/073/11 tertanggal 18 Oktober 2011, dengan ini Pemohon Banding tegaskan bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi-koreksi tersebut di atas dan oleh karena itu maka Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 dan SKPLB PPN Masa Pajak Juli 2009 Nomor 00101/407/09/073/11 tertanggal 18 Oktober 2011, harus dibatalkan;

Bahwa Pemohon Banding mohon kepada Majelis yang Terhormat untuk dapat meninjau kembali koreksi-koreksi yang masih dipertahankan tersebut dan membatalkan SKPLB PPN Masa Pajak Juli 2009 Nomor 00101/407/09/073/11 tertanggal 18 Oktober 2011. Sehingga menurut Pemohon Banding perhitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar untuk Masa Pajak Juli 2009 seharusnya adalah sebagai berikut:
dalam Rupiah
Uraian SPT-Wajib Pajak
1. Dasar Pengenaan Pajak
a. Ekspor 5.890.226.719
b. Penyerahan yang PPN dipungut sendiri 0
c. Penyerahan yang tidak dipungut 116.887.760
Jumlah seluruh penyerahan 6.007.114.479
   
2. Penghitungan PPN Lebih Bayar
a. Pajak Keluaran yang hrs dipungut/dibayar 0
b. Pajak Masukan yg dapat diperhitungkan 67.409.904
c. Jumlah perhitungan PPN kurang (lebih) bayar (67.409.904)
d. Dikompensasikan ke masa berikut 0
   
3. PPN yang kurang (lebih) dibayar (67.409.904)
4. Sanksi administrasi Pasal 13 (2) KUP 0
5. Jumlah PPN yang masih harus (lebih) dibayar (67.409.904)

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50431/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 12 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas SKPLB PPN Barang dan Jasa Nomor 00101/407/09/073/11 tanggal 18 Oktober 2011 Masa Pajak Juli 2009 atas nama PT XXX, NPWP: 01.228.699.3.073-000, beralamat di Jalan MH.Thamrin Nomor 31, Kebon Melati, Jakarta Pusat;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50431/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 12 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 28 Februari 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 6 Mei 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.1453/PAN/2014 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 6 Mei 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 26 Agustus 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 Agustus 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Bahwa Pasal 91 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 14/2002, menetapkan:
    “Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
    1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
    2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
    3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat ( 1) huruf b dan c;
    4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau
    5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-undangan yang berlaku”;
    Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14/2002 di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali memohon pembatalan Putusan Pengadilan Pajak a quo kepada Mahkamah Agung untuk dapat menerbitkan Putusan Mahkamah Agung, karena Putusan PP a quo menurut kami belum mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak, selanjutnya disebut PERMA 03/2002, yang mengatur tata cara pengajuan permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung dalam Pasal 6 dinyatakan:
    “Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak:
    1. Diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak Putusan Hakim Pengadilan Pidana memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
    2. Ditemukan surat-surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang hari dan tanggal diketemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
    3. Putusan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf (c), huruf (d), dan huruf (e) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  3. Bahwa permohonan Peninjauan Kembali (Memori Peninjauan Kembali) a quo, diajukan masih dalam tenggang waktu dan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14/2002 Juncto Pasal 6 huruf (c) PERMA 03/2002, yang pada pokoknya menyatakan Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja, maka permohonan Peninjauan Kembali (Memori Peninjauan Kembali) a quo seharusnya secara formal dapat diterima;
  4. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14/2002:
    1. Pasal 77 ayat (1) menyatakan: “Putusan Pengadilan Pajak merupakan Putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap”;
    2. Pasal 77 ayat (3) menyatakan: “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;
    3. Pasal 89 ayat (1) menyatakan: “Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak”;
    Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50431/PP/M.VIIIB/16/2014 tanggal 12 Februari 2014 adalah putusan akhir yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga telah memenuhi syarat untuk diajukan permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak;
  5. Bahwa yang menjadi objek sengketa dalam perkara a quo adalah Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50431/PP/M.VIIIB/16/2014 tanggal 12 Februari 2014 Juncto Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa Pajak Juli 2009 a/n PT. XXX, Surat Banding Pemohon Peninjauan Kembali Nomor 870/JKT/AIL-PP/XII/12 tanggal 10 Desember 2012, dan Surat Uraian Banding Nomor UB-105/WPJ.06/2013 tanggal 03 April 2013 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam uraian di bawah ini, sehingga hal-hal yang telah diuraikan didalamnya dianggap telah termuat kembali di dalam Memori Permohonan Peninjauan Kembali ini;
  6. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan peninjauan kembali karena terdapat pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti) Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus dalam sengketa banding a quo yang belum dipertimbangkan seksama, dengan pertimbangan sebagai berikut:
    1. Bahwa kutipan pertimbangan hukum (Judex Facti) dalam Putusan Pengadilan Pajak a quo nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan sebagaimana dinyatakan pada halaman 22 sampai 25, Put.50431/2014 yang menyatakan sebagai berikut:
      Pendapat Majelis:
      Bahwa yang menjadi sengketa adalah Koreksi Pajak masukan yang dapat diperhitungkan:
      a. Menurut Pemohon Banding Rp 67.409.904,00
      b. Menurut Terbanding Rp 45.120.469,00
      Koreksi Rp 22.289.435,00
      Bahwa pada dasarnya koreksi Terbanding sesuai dengan Surat Uraian Bandingnya Terbanding menyatakan bahwa Pajak Masukan atas Perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS), tidak dapat dikreditkan;
      Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat Pernyataan Nomor 1309/JKT/AIL-PP/IX/13 tanggal 25 September 2013, yang menyatakan sebagai berikut:
      1. Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dengan hasil perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS);
      2. Pemohon Banding tidak melakukan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kepada pihak lain;
      3. Pemohon Banding tidak memiliki pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel;
      4. Pemohon Banding melakukan pengolahan CPO dan Karnel di pabrik pengolahan milik perusahaan afiliasi dengan Perjanjian Jasa Olah (Tolling Fee);
      5. Pemohon Banding Melakukan penjualan akhir berupa CPO dan Kernel;
      Bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, diketahui hal-hal sebagai berikut:
      Bahwa berdasarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari BKPM tanggal 20 April 1994 Nomor 283/I/PMDN/1994, Nomor Proyek: 1110-07-011079 diketahui bidang usaha Pemohon Banding adalah Perkebunan Kelapa Sawit dengan lokasi Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatra Utara, dengan Luas Lahan adalah 2.087,91 Hektar dengan perkiraan produksi sebesar 52.200 ton kelapa sawit;
      Bahwa Pemohon Banding berdasarkan penjelasan di persidangan dan didukung dengan Surat Pernyataan, tidak memiliki pabrik sendiri untuk mengolah TBS menjadi CPO dan Kernel atau produk turunannya. Pemohon Banding mengolah TBS nya kepada PT Hari Sawit Jaya (perusahaan affiliasi) untuk diproduksi menjadi CPO maupun Kernel. Selama Tahun 2009, Pemohon Banding melakukan penjualan eksport sebesar Rp 53.797.731.711,00 (79%) dan penjualan lokal sebesar Rp14.025.798.194,00 (21%);
      Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka menurut Majelis pada tahun 2009 usaha Pemohon Banding tidak dapat dikatakan melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) Industri Pengolahan Minyak Sawit karena tidak mempunyai unit/pabrik yang dapat mengolah TBS menjadi CPO;
      Bahwa pada tanggal 02 Januari 2004 Pemohon Banding melakukan perjanjian jasa titip olah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit (palm Kernel/PK) kepada PT Hari Sawit Jaya sesuai dengan perjanjian tanpa nomor tanggal 02 Januari 2004;
      Bahwa atas penjelasan Pemohon Banding yang menyatakan tidak menyerahkan TBS namun hanya menjual produk olah kelapa sawit, Majelis melihat pada tahun 2009 Pemohon Banding menghasilkan TBS yang kemudian dititip-olahkan menjadi CPO dan PK ke PT Hari Sawit Jaya dan menjualnya sebagian besar melalui penjualan ekspor;
      Bahwa berdasarkan kelaziman dalam bisnis dengan perjanjian maklon, barang yang prosesnya telah selesai, hasilnya akan dikembalikan pada pihak yang memberikan pekerjaan, namun dalam proses maklon antara Pemohon Banding dengan PT Hari Sawit Jaya, hasil olah berupa CPO dan PK tidak dikembalikan kepada Pemohon Banding melainkan tetap berada di tangki PT Hari Sawit Jaya dan berdasarkan penjelasan Pemohon Banding tanggal 20 November 2013 Nomor 11/AILBand/2013 tidak terdapat biaya sewa tangki. Hal ini menguatkan keyakinan Majelis bahwa Pemohon Banding menyerahkan TBS pada PT Hari Sawit Jaya;
      Bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berkesimpulan bahwa pada dasarnya penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) karena Pemohon Banding tidak mempunyai pabrik pengolahan tandan buah segar yang dapat menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Karnel (PK) sehingga sesuai dengan ketentuan yang berlaku penyerahan Tandan Buah Segar milik Pemohon Banding yang dimaklonkan kepada PT Hari Sawit Jaya dibebaskan dari pengenaan PPN dan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal 16B Undang-Undang PPN;
      Bahwa terhadap penjualan hasil makloon berupa CPO dan PK yang dijual ekspor kepada AAA Oils & Fats, PTE, LTD., terutang PPN 0% dan yang dijual kepada PT Sari Dumai Sejati, karena perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berada di daerah Kawasan Berikat (berdasarkan KMK-282/KMK.04/2005 tanggal 20 Juni 2005), maka penyerahan tersebut tidak dipungit PPN sesuai dengan KMK Nomor 548/KMK.04/1994;
      Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak Pasal 2 ayat 1 (a) menyebutkan: Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:
      1. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau ……..
      Maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang:
      1. Nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan: …….
      Bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan “Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
      1. ………;
      2. ………;
      3. Barang hasil pertanian;
      4. ……… dst
      Bahwa selanjutnya pada Pasal 1 angka 2 pada peraturan yang sama disebutkan:
      Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
      1. Pertanian, perkebunan dan kehutanan;
      2. ……..;
      3. ……..;
      Bahwa selanjutnya pada Pasal 2 angka 2 pada peraturan yang sama disebutkan:
      Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis berupa:
      1. …….;
      2. …….;
      3. Barang pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 huruf c;
      4. ……dst;
      Dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
      Bahwa Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah disebutkan:
      “Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk:
      1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
      2. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
      3. Impor Barang Kena Pajak tertentu;
      4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean;
      Bahwa Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah disebutkan:
      “Pajak Masukan yang dibayar untuk Perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas Penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan”;
      Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Tandan Buah Segar (TBS) telah ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak yang bersifat strategis (BKP Strategis) yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN;
      Bahwa Peraturan Pemerintah tersebut merupakan aturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Pasal 16B Undang-Undang PPN yang menjelaskan antara lain bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkan perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan, harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut;
      Bahwa dengan demikian Majelis berpendapat penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding adalah berupa penyerahan Tandan Buah Segar yang atas penyerahan tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN maka atas Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan, sehingga koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp 22.289.435,00 tetap dipertahankan;
      Menimbang, bahwa hasil pemeriksaan dalam persidangan, keterangan Terbanding dan Pemohon Banding, Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri serta Pajak masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Juli 2009 menjadi sebagai berikut:
      Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
      • Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut keputusan Terbanding Rp 45.120.469,00;
      • Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp0,00
      • Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Majelis Rp45.120.469,00
      Bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut di atas maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2009 adalah sebagai berikut:
      No Uraian Jumlah (Rp)
      1 Dasar Pengenaan Pajak
      a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa Yang Terutang PPN
          a.1. Ekspor 5.890.226.719,00
          a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 0,00
          a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN 0,00
          a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 116.887.760,00
          a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 6.007.114.479,00
          a.6. Jumlah 6.007.114.479,00
      b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN 0,00
      c. Jumlah seluruh Penyerahan 10.353.169.191,00
      2 Penghitungan PPN Kurang Bayar
      a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri 0,00
      b. Dikurangi:
          b.1. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 45.120.469,00
      c. Jumlah penghitungan PPN Kurang Bayar (45.120.469,00)
      3 Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan 0,00
      4 PPN yang kurang dibayar (45.120.469,00)
      5 Sanksi Administrasi: Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP 0,00
      6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar (45.120.469,00)
      Mengingat, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undang lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
    2. Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti) sebagaimana tersebut di atas (Romawi VII angka 1) tidak mempertimbangkan pokok sengketa dari perkara a quo dan tidak mempertimbangkan fakta yang terungkap pada Keputusan Termohon Peninjauan Kembali Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012, Surat Banding Pemohon
      Peninjauan Kembali Nomor 870/JKT/AIL-PP/XII/12 tanggal 10 Desember 2012;
  7. Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon PK):
    Perkenankanlah Pemohon Peninjauan Kembali untuk menyampaikan sanggahan sebagai berikut:
    1. Dalam surat banding telah kami nyatakan bahwa Perusahaan menghasilkan produk akhir berupa CPO (“Crude Palm Oil’) yang merupakan Barang Kena Pajak (“BKP”) yang pada saat penyerahan kepada pihak pembeli terutang PPN;
    2. Bahwa Pasal 16B ayat (3) dan KMK-575 tersebut yang digunakan sebagai pertimbangan dasar hukum oleh Majelis Hakim dalam mempertahankan koreksi Pajak Masukan pembelian pupuk dan perlengkapan kebun, sehingga Majelis berpendapat penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding adalah berupa penyerahan Tandan Buah Segar yang atas penyerahan tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN maka atas Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan;
      Menurut kami pendapat Majelis tersebut tidak tepat, karena penyerahan TBS dari perkebunan ke Pabrik Pengolahan CPO untuk dititip-olahkan (maklon) bukan yang dimaksud dengan ‘penyerahan’ dalam Undang-Undang PPN;
    3. Bahwa Pasal 16B ayat (3) dengan tegas menyebutkan kalimat ‘atas penyerahannya’, tidak menyebutkan ‘atas pengiriman’ atau ‘atas pengantaran’. Jadi maksud atas penyerahannya menurut kami adalah ‘penyerahan’ yang dimaksud dalam Pasal 1A Undang-Undang PPN;
      Oleh karena itu dapat kami tegaskan bahwa perpindahan TBS ke Pabrik Pengolahan bukan ‘penyerahan’ yang dimaksud pada Pasal 1A Undang-Undang PPN, karena yang kami lakukan ‘penyerahan’ adalah pada saat terjadi transaksi penjualan CPO atau Kernel yang terutang PPN (bukan barang strategis atau dibebaskan PPNnya) kepada Pembeli BKP;
    4. Bahwa pendapat Majelis menyatakan karena tidak adanya biaya sewa tangki sehingga Majelis berkeyakinan Pemohon PK melakukan penyerahan TBS kepada PT. Hari Sawit Jaya;
      Kami juga menyayangkan Majelis menganalisa hanya dari biaya sewa tangki saja. Menurut kami, tidak adanya biaya sewa tangki bukan berarti Pemohon PK menyerahkan fisik dan hak atas barang kepada pemilik tangki yang satu kesatuan dengan pabrik pengolahannya (PT.Hari Sawit jaya);
      Telah kami jelaskan dalam persidangan bahwa TBS yang diolah menjadi CPO dan Kernel akan ditampung oleh tangki penampungan pabrik, kemudian Pembeli (pelanggan) kami yang akan mengambil langsung ke tangki penampungan tersebut;
      Dalam Pasal 2 angka 3 Penjanjian Jasa Olah tanpa nomor tertanggal 2 Januari 2004 menyebutkan:
      “Penyerahan hasil olahan adalah Loco PMKS Pihak Pertama”;
      Maksudnya loco adalah syarat penyerahan hasil olahan berupa CPO dan Kernel diterima di tempat milik Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) Pihak Pertama (PT. Hari Sawit Jaya), yakni di tangki penampungan untuk CPO dan bulk silo untuk Kernel;
      Majelis tidak memperhatikan bukti-bukti lain yang telah kami berikan dalam persidangan berupa: penjanjian jasa olah, faktur pajak keluaran, bukti potong PPh Ps.23 atas jasa maklon dalam persidangan. Bukti-bukti tersebut nyata-nyata membuktikan bahwa tidak ada penyerahan (penjualan) TBS kepada PT. Hari Sawit Jaya;
    5. Bahwa Majelis tidak mempertimbangkan penjelasan surat kami Nomor 11/AIL-Band/2013 tertanggal 20 November 2013 tentang jasa maklon, yang telah disampaikan pada persidangan pada tanggal 20 November 2013 yang menerangkan bahwa BKP yang dititip-olah (maklon) kepemilikannya tetap berada pada pengguna jasa (pemilik barang), sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Nomor 30/PMK.03/2011 tentang perubahan atas PMK Nomor 70/PMK.03/2010 tentang batasan kegiatan dan jenis jasa kena Pajak yang atas ekpornya dikenai PPN;
      “Jasa Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa”;
      Peraturan di atas secara tegas menyatakan bahwa kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa (pemilik barang), oleh karena itu tidak ada penyerahan barang berupa fisik atau hak kepemilikan kepada penerima jasa (PT.Hari Sawit Jaya selaku pemilik pabrik dan tangki penampungan);
    6. Dasar hukum peraturan pelaksanaan KMK-575 dan PMK-78 (mencabut berlakunya KMK-575) berkaitan dengan perusahaan integrasi menurut kami tidak selaras dengan Pasal 9 ayat (5) dan (6) Undang-Undang PPN, dan kami bersyukur Bapak Menteri Keuangan Chatib Basri telah menerbitkan PMK No.21/PMK.011/2014 tanggal 30 Januari 2014 tentang perubahan PMK-78, dengan mengubah Pasal 2 dan menyisipkan ayat 2A yang berbunyi:
      Pasal 2:
      “Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengari pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
      Pasal 2A:
      (1) Pengusaha Kena Pajak yang:
      1. Menghasilkan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; dan
      2. Mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a, baik melalui unit pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak lainnya sehingga menjadi Barang Kena Pajak yang atas seluruh penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang Pajak;
      seluruh Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
    7. Bersama permohonan ini kami lampirkan 2 buah Putusan Pengadilan Pajak yang memiliki sengketa kasus yang sama dengan kami , yakni:
      1. PUT.36474/PP/M.XII/16/2012;
      2. PUT. 49109/PP/MV/16/2013;
      Mohon kiranya Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan Putusan PP tersebut sebagai pertimbangan hukum dan keyakinan dalam mengambil keputusan yang adil dan sewajarnya;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1412/WPJ.06/2012 tanggal 16 Oktober 2012 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2009 Nomor 00101/407/ 09/073/11 tanggal 18 Oktober 2011 atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.228.699.3.073-000, adalah yang secara nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Juli 2009 sebesar Rp22.289.435,00; yang merupakan Pajak Masukan yang digunakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk unit/kegiatan perkebunan kelapa sawit dalam rangka perolehan Tandan Buah Segar (TBS), yang tetap dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali telah menyampaikan bukti pendukung atas perkara yang serupa oleh Putusan badan peradilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) dan diperoleh petunjuk terdapat Perjanjian Pengolahan serta menjalankan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang telah melakukan mekanisme pemenuhan kewajiban perpajakan dengan benar dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Juncto 1A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jis Pasal 1 angka 3 Peraturan Meteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2011;
  2. Bahwa dengan demikian, alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan cukup berdasar dan patut untuk dikabulkan karena terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT XXX dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50431/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 12 Februari 2014, serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari Jawaban Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;

Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali, maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;

MENGADILI,


Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT XXX tersebut;

Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50431/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 12 Februari 2014;

MENGADILI KEMBALI,


Mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali;

Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017 oleh Dr. H. CCC, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H., M.S. dan BBB, S.H.,M.H Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Anggota Majelis :

ttd.
Dr. H. AAA, S.H., M.S.

ttd.
BBB, S.H.,M.H

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. H. CCC, S.H., M.H.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.

DDD, S.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx