Putusan Mahkamah Agung Nomor : 818/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. Put-60296/PP/M.IIB/16/2015, tanggal 19 Maret 2015 yang tela


 

PUTUSAN
Nomor 818/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak ;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU- 2109/PJ./2015 tanggal 16 Juni 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT XXX, tempat kedudukan di Jl. YYY, Nomor DD, Keputran, Surabaya, alamat korespondensi: Jl. MMM, Nomor Y, Cikokol, Tangerang;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. Put-60296/PP/M.IIB/16/2015, tanggal 19 Maret 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa sehubungan dengan Keputusan Terbanding Nomor KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014 tentang Keberatan Pemohon Banding Atas SKPKB PPN Nomor 00025/207/10/607/12 tanggal 9 November 2012 Masa Pajak November 2010, yang Pemohon Banding terima tanggal 27 Januari 2014 yang memutuskan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding, dengan ini perkenankanlah Pemohon Banding mengajukan permohonan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014 dimaksud berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007;

Bahwa berdasarkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014, yang perhitungannya Pemohon Banding sajikan sebagai berikut :

(dalam Rp)

Uraian Menurut
Pemohon Banding
Menurut
Pemeriksa DJP
Menurut
Keberatan DJP
PPN yang kurang (Lebih) Bayar 0 20.442.987 20.442.987
Sanksi administrasi Ps.13 (2) Undang-Undang KUP 0 9.403.774 9.403.774
Jumlah PPN yang masih harus dibayar 0 29.846.761 29.846.761

Bahwa atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014 Tentang Keberatan Pemohon Banding Atas SKPKB PPN Nomor 00025/207/10/607/12 tanggal 9 November 2012 Masa Pajak November 2010, Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi DPP atas penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri sebesar Rp 204.429.868,00 dan PPN sebesar Rp 20.442.987,00;

Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding (Pemeriksa) menganggap bahwa Pemohon Banding yang berada di bawah wilayah kerja KPP Pratama Tegal Sari belum mempunyai ijin pemusatan PPN dan belum mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak sehingga atas penyerahan BKP atau JKP terutang PPN dilokasi usaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1a ayat 1 huruf f;

Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi DPP dan PPN yang dilakukan oleh Terbanding, dengan alasan sebagai berikut :
  1. PT XXX sudah memiliki ijin pemusatan PPN sesuai dengan surat keputusan Nomor KEP-20/WPJ.08/BD/05/2009 sejak tanggal 02 September 2009, sehingga penyetoran dan pelaporan PPN semua Gerai/Toko PT XXX dilakukan terpusat di KPP Pratama Tangerang Timur,
  2. PT XXX sudah dilakukan pemeriksaan PPN secara nasional (termasuk gerai/toko yang berada di wilayah kerja KPP Pratama Tegal Sari) untuk tahun pajak 2010 oleh KPP Pratama Tangerang Timur dengan penerbitan SKPKB PPN Masa Pajak Januari s/d November 2010 tanggal 20 April 2012,
  3. Atas semua penyerahan BKP di gerai/toko PT XXX yang berada di wilayah kerja KPP Pratama Tegal Sari sudah dipungut PPN-nya dan dilaporkan di KPP Pratama Tangerang Timur, sehingga apabila dikenakan lagi akan terjadi double pengenaan PPN atas satu objek pajak yang sama;
Kesimpulan
Bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan Pemohon Banding diatas, menurut pendapat Pemohon Banding penghitungan PPN Masa Pajak November 2010 yang seharusnya adalah sebagai berikut :

(dalam Rp)

Uraian Menurut
Pemohon Banding
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 0
Pajak Keluaran yang harus dipungut 0
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 0
PPN yang kurang dibayar 0
Sanksi administrasi Ps.13 (2) Undang-Undang KUP 0
Jumlah PPN yang masih harus dibayar 0

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put- 60296/PP/M.IIB/16/2015, tanggal 19 Maret 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2010 Nomor 00025/207/10/607/12 tanggal 9 November 2012, atas nama PT. XXX, NPWP 02.xxxx c.q. 02.672.927.7-054.099, beralamat di Jl. YYY, Nomor DD, Keputran, Surabaya, alamat korespondensi: Jl. MMM, Nomor Y, Cikokol, Tangerang, dengan perhitungan sebagai berikut:

Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri Rp             0
Jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp             0
PPN Kurang (Lebih) Bayar Rp             0
Kelebihan yang sudah dikompensasikan/direstitusi Rp             0
PPN Yang Kurang (Lebih) Bayar Rp             0
Sanksi Administrasi:
- Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP Rp             0
PPN Yang Masih Harus (Lebih) Bayar Rp             0

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 60296/PP/M.IIB/16/2015, tanggal 19 Maret 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 31 Maret 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khususr Nomor SKU- 2109/PJ./2015 tanggal 16 Juni 2015 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 24 Juni 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 24 Juni 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Oktober 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 November 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak :
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015, atas nama PT XXX (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak dengan surat Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak Nomor P.445/PAN/2015 tanggal 25 Maret 2015 kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 06 April 2015 dengan bukti penerimaan Tempat Pelayanan Surat Terpadu nomor 201504060064.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
    • Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP (PPN) Masa Pajak November 2010 Rp204.429.868,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan penjelasan sebagai berikut :
    1. Bahwa pendapat dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam hal. 32 putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan para pihak di dalam persidangan Majelis berpendapat:
      Bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan masalah Pemusatan Tempat Terutang PPN, dalam hal ini Terbanding (KPP Tangerang Timur) telah menggabungkan DPP PPN untuk gerai/toko di Surabaya Tegalsari pada saat pemeriksaan tahun pajak 2010, padahal diketahui bahwa gerai/toko Pemohon Banding di Surabaya Tegalsari belum termasuk yang dipusatkan di KPP Tangerang Timur pada saat itu;
      Bahwa Majelis berpendapat bahwa masalah pelaksanan ketentuan administrasi tidak boleh menimbulkan ketidakadilan substantif dari pemungutan PPN. KPP Pratama Surabaya Tegalsari dan KPP Tangerang Timur hendaknya dipandang sebagai satu pihak yang tidak bisa dipisahkan menurut kehendak masing-masing dan menurut kebenaran yang diyakini masing-masing;
      Bahwa dengan praktek tersebut di atas, maka telah mengakibatkan ketidakadilan substanstif, dengan adanya pengenaan PPN secara berganda terhadap Pemohon Banding, yaitu di KPP Tangerang Timur dan KPP Surabaya Tegalsari atas obyek dan subyek yang sama;
      Bahwa mengingat gerai/toko di Surabaya Tegalsari ini pada akhirnya telah dipusatkan pembayaran PPN- nya di KPP Perusahaan Masuk Bursa per 1 April 2012, yaitu setelah dipindahkan dari KPP Tangerang Timur, maka Majelis berpendapat bahwa koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp204.429.868,00 dengan PPN sebesar Rp20.442.987,00 atas penyerahan oleh gerai/toko di Surabaya Tegalsari dinyatakan tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa dan digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      2. 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur :
      Pasal 69 ayat (1)
      Alat bukti dapat berupa:
      1. surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak; dan/atau
      5. pengetahuan Hakim;
      Pasal 76
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Pasal 78
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      Pasal 84 ayat (1)
      “Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;”
      1.3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 42 Tahun 2009, mengatur antara lain:
      Pasal 4 Ayat (1)
      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
      1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf i
      Sesuai dengan sistem self assessment, Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Selain itu, kepada Pengusaha Kena Pajak juga telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan...;
      Pasal 12 ayat (1)
      Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c dan huruf f terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
      Pasal 12 ayat (2)
      Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang;
      Memori Penjelasan Pasal 12 ayat (1) Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan atau tempat kegiatan usaha sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha;
      Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak, dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja satu Kantor Direktorat Jenderal Pajak, maka untuk seluruh tempat-tempat terutang tersebut, Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya;
      1.4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 19/PJ/2010 Tentang Penetapan Satu Tempat Atau Lebih Sebagai Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, mengatur antara lain:
      Pasal 6
      (1) Dalam hai terdapat penambahan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan atau pengurangan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipusatkan, Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapatkan persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah;
      (2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak telah mendapatkan persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pengusaha Kena Pajak dapat memilih tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang lain sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang baru dan wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah;
      (3) Pemberitahuan perubahan Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak masa pajak dimulainya pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang;
      (4) Jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku apabila Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang secara permanen tidak lagi melakukan aktivitas usaha;
      (5) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
      1. memuat nama, alamat, dan NPWP tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
      2. memuat nama, alamat, dan NPWP tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan di pusatkan;dan
      3. dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan diselenggarakan secara terpusat pada tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
      (6) Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat betas) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menerbitkan:
      1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai  Terutang yang baru, dalam hal pemberitahuan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
      2. Surat Pemberitahuan Penolakan Perubahan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5);
      (7) Persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang baru mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a diterbitkan.
      1.5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP -128/PJI/2003 Tentang Penetapan Satu Tempat Atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Wajib Pajak Selain Yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, mengatur antara lain:
      Pasal 11 :
      (1) Pengusaha Kena Pajak selain yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik (e-filing) dapat mengajukan permohonan pemusatan kepada Kepala Kantor Wilayah apabila terdapat penambahan tempat kegiatan usaha sebelum jangka waktu berlakunya keputusan tersebut berakhir;
      (2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terbatas untuk tempat kegiatan usaha baru yang akan dipusatkan;
      (3) Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima lengkap;
      (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Kepala Kantor Wilayah tidak memberikan keputusan, maka permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap diterima dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas penambahan tempat kegiatan usaha harus diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3);
      (5) Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik (e-filing) menyampaikan pemberitahuan pemusatan kepada Kepala Kantor Wilayah apabila terdapat penambahan tempat kegiatan usaha sebelum jangka waktu berlakunya keputusan tersebut berakhir;
      (6) Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Kepala Kantor Wilayah memberikan keputusan paling lambat 14 (empat betas) hari sejak diterimanya pemberitahuan;
      (7) Keputusan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diberikan tanpa perlu dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan;
      (8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) Kepala Kantor Wilayah tidak memberikan keputusan, maka pemberitahuan Pengusaha Kena Pajak dianggap telah berlaku dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas penambahan tempat kegiatan usaha harus diterbitkan paling lambat 14 (empat betas) hari setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) berakhir;
      (9) Keputusan Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas penambahan tempat kegiatan usaha berlaku sesuai dengan masa berlakunya keputusan pemusatan yang telah ditetapkan;
    3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
      3.1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa Peninjauan Kembali ini adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPN sebesar Rp204.429.868,00, terkait dengan ijin pemusatan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
      3.2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali dengan alasan bahwa atas kewajiban PPN yang menjadi pokok sengketa telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali yang terdaftar di KPP Pratama Tangerang Timur, dan atas kewajiban PPN Kantor Pusat telah dilakukan pemeriksaan, sehingga apabila di KPP diterbitkan SKPKB maka akan terjadi dua kali koreksi atas obyek yang sama;
      3.3. Bahwa Majelis Hakim dalam putusannya berpendapat antara lain pada pokoknya sebagai berikut:
      1. Bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan masalah Pemusatan Tempat Terutang PPN, dalam hal ini Terbanding (KPP Tangerang Timur) telah menggabungkan DPP PPN untuk gerai/toko di Surabaya Tegalsari pada saat pemeriksaan tahun pajak 2010, padahal diketahui bahwa gerai/toko Pemohon Banding di Surabaya Tegalsari belum termasuk yang dipusatkan di KPP Tangerang Timur pada saat itu;
      2. Bahwa Majelis berpendapat bahwa masalah pelaksanaan ketentuan administrasi tidak boleh menimbulkan ketidakadilan substantif dari pemungutan PPN. KPP Pratama Surabaya Tegalsari dan KPP Tangerang Timur hendaknya dipandang sebagai satu pihak yang tidak bisa dipisahkan menurut kehendak masing-masing dan menurut kebenaran yang diyakini masing-masing;
      3. Bahwa dengan praktek tersebut di atas, maka telah mengakibatkan ketidakadilan substanstif, dengan adanya pengenaan PPN secara berganda terhadap Pemohon Banding, yaitu di KPP Tangerang Timur dan KPP Surabaya Tegalsari atas obyek dan subyek yang sama;
      4. Bahwa mengingat gerai/toko di Surabaya Tegalsari ini pada akhirnya telah dipusatkan pembayaran PPN- nya di KPP Perusahaan Masuk Bursa per 1 April 2012, yaitu setelah dipindahkan dari KPP Tangerang Timur, maka Majelis berpendapat bahwa koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp204.429.868,00 dengan PPN sebesar Rp20.442.967,00 atas penyerahan oleh gerai/toko di Surabaya Tegalsari dinyatakan dapat dipertahankan;
      3.4. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan Majelis Hakim dengan alasan sebagaimana diuraikan berikut;
      3.5. Bahwa terkait dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Peninjauan Kembali untuk menyerahkan LPP dan KKP terkait perhitungan DPP PPN kantor pusat yang terdaftar di KPP Pratama Tangerang Timur, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa dalil telah terjadi pengenaan berganda koreksi dikemukakan oleh Termohon Peninjauan Kembali tanpa disertai dengan pembuktian, sehingga permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Peninjauan Kembali terkait dengan LPP dan KKP hasil pemeriksaan KPP Pratama Tangerang Timur merupakan suatu hal yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali tidak terkait langsung dengan obyek sengketa mengingat dalam SPT Masa PPN Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali sulit untuk memilah mana DPP PPN Cabang Surabaya Tegalsari karena seluruh transaksinya menggunakan NPWP pusat;
      3.6. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat, pokok sengketa adalah yuridis terkait dengan tidak terpenuhinya Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang PPN, sebagai berikut:
      Pasal 12 ayat (1)
      Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c dan huruf f terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
      Pasal 12 ayat (2)
      Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang;
      Memori Penjelasan Pasal 12 ayat (1) Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan atau tempat kegiatan usaha sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha;
      Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak, dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja satu Kantor Direktorat Jenderal Pajak, maka untuk seluruh tempat-tempat terutang tersebut, Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya;
      3.7. Bahwa dengan demikian fakta utama, fakta yang sangat penting yang harus diungkap dalam mencari kebenaran penerbitan SKPKB di KPP lokasi menurut Pemohon Peninjauan Kembali bukanlah mengenai SKPKB Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali, karena SKPKB tersebut tidak menjadi sengketa dalam persidangan ini, akan tetapi seharusnya Majelis Hakim berupaya mengungkap kebenaran penerbitan SKPKB yang menjadi pokok sengketa;
      3.8. Bahwa fakta-fakta terkait kebenaran koreksi Pemohon Peninjauan Kembali dalam sengketa a quo adalah sebagai berikut:
      1. bahwa berdasarkan penelitian atas surat keputusan ijin pemusatan PPN Nomor KEP-20/WPJ.08/BD/05/2009 tanggal 2 September 2009 tanggal 2 September 2009 dan Nomor KEP-00005.PKP/WPJ.07/KP.0803/2012 tanggal 30 April 2012, dapat disimpulkan bahwa terdapat penambahan lokasi kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali di wilayah kerja KPP Pratama Surabaya Tegalsari;
      2. bahwa Termohon Peninjauan Kembali baru menerima keputusan atas penambahan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang Nomor KEP-00005.PKP/WPJ.07/KP.0803/2012 tanggal 30 April 2012 yang berlaku sejak tanggal 1 April 2012. Dengan demikian, pada waktu dilakukan pemeriksaan, Termohon Peninjauan Kembali cabang Surabaya Tegalsari belum mendapatkan ijin pemusatan;
      3.9. Bahwa kemudian Majelis Hakim dalam pendapatnya menyatakan, “menurut Majelis, berdasarkan keterangan Termohon Peninjauan Kembali dan Pemohon Peninjauan Kembali, serta dokumen dalam persidangan (KEP-20/WPJ.08/BD/05/2009 tanggal 2 September 2009), diperoleh fakta bahwa Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali yang beralamat di Jl. MMM, Nomor Y, Cikokol, Tangerang, telah memperoleh ijin Pemusatan PPN di KPP Pratama Tangerang Timur, meliputi Gerai/Toko-Toko di seluruh wilayah Indonesia, dan berlaku mulai sejak tanggal 02 September 2009, namun tidak termasuk Gerai/Toko di Pasuruan”
      Bahwa pendapat Majelis Hakim tersebut menguatkan kebenaran koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPN di lokasi yang belum mendapatkan ijin pemusatan tempat terutang PPN, bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali bukti pengukuhan PKP adalah bukti administratif yang tidak serta merta menjadikan kebenaran yang telah nyata menjadi suatu kesalahan, bahwa beberapa ketentuan yang mendasari Pemohon Peninjauan Kembali adalah sebagai berikut:
      Pasal 4 ayat (1) Huruf a, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
      Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a: Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan...;
      Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali, Termohon Peninjauan Kembali telah memenuhi syarat materiil sebagai pengusaha kena pajak, akan tetapi Termohon Peninjauan Kembali tidak memberitahukannya kepada Pemohon Peninjauan Kembali, dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali termasuk dalam pengertian Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP;
      Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) tersebut nyata-nyata bukti administratif berupa surat Pengukuhan PKP tidak menghalangi suatu obyek pajak yang telah memenuhi syarat untuk dikenakan PPN;
      3.10. Bahwa terkait dengan pendapat Majelis Hakim yang menyatakan sebagai berikut: bahwa Majelis berpendapat bahwa masalah pelaksanaan ketentuan administrasi tidak boleh menimbulkan ketidakadilan substantif dari pemungutan PPN. KPP Pratama Surabaya Tegalsari dan KPP Tangerang Timur hendaknya dipandang sebagai satu pihak yang tidak bisa dipisahkan menurut kehendak masing-masing dan menurut kebenaran yang diyakini masing-masing;
      Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali, sesuai Pasal 1A ayat (2) huruf c Undang-Undang PPN, tidak termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP adalah apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pemusatan PPN Tempat Pajak Terutang. Bahwa keyakinan akan kebenaran koreksi Pemohon Peninjauan Kembali karena telah dilandasi dasar hukum yang kuat dan fakta-fakta hasil pemeriksaan, dengan demikian dengan tidak adanya ijin pemusatan tempat pajak terutang maka koreksi DPP PPN di lokasi yang PPN nya belum dipusatkan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;
      3.11. Bahwa terkait dengan pendapat Majelis Hakim yang menyatakan sebagai berikut: bahwa dengan praktek tersebut di atas maka telah mengakibatkan ketidakadilan yaitu pengenaan PPN secara berganda yaitu di KPP Tangerang Timur dan KPP Surabaya Tegalsari atas obyek dan subyek yang sama;
      Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali, dalam persidangan telah dilakukan uji bukti untuk memeriksa kebenaran materi yang didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali bahwa telah terjadi pengenaan PPN berganda, bahwa dalam hasil uji bukti antara lain terungkap bahwa secara materi total rekapitulasi penyerahan cabang Surabaya Tegalsari berbeda dengan total penyerahan yang ada di SPT Masa PPN Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali, dari hasil uji bukti tersebut diketahui bahwa dengan berbedanya jumlah total penyerahan yang diuji bukti maka pengenaan PPN berganda sebagaimana kesimpulan Majelis Hakim tidak pernah terbukti dan mengenai perbedaan jumlah tersebut tidak pernah dapat dijelaskan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam di dalam persidangan;
      3.12. Bahwa dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan pajak, terdapat beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim:
      Pasal 69 ayat (1)
      Alat bukti dapat berupa:
      1. surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak, dan/atau
      5. pengetahuan Hakim;
      Pasal 76
      “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”;
      Pasal 84 ayat (1)
      “Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;”
      3.13. Bahwa ketentuan tersebut di atas mengamanatkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk menentukan beban pembuktian, melakukan penilaian pembuktian terhadap sengketa yang terjadi dalam persidangan sebelum mengambil putusan. Faktanya, dalam pengambilan putusan atas sengketa ini, Majelis Hakim tidak menilai kebenaran bukti-bukti yang tersedia secara obyektif karena kesimpulan Majelis Hakim hanya didasarkan pada penjelasan Termohon Peninjauan Kembali saja tanpa mempertimbangkan hasil pembuktian dan mengabaikan pendapat Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga amar pertimbangan dan putusan yang diambil oleh Majelis tidak sesuai dengan bukti-bukti maupun fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan;
      3.14. Bahwa ketentuan penjelasan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak juga mengatur bahwa Hakim selain berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, juga memberikan penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
      3.15. Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan, namun Majelis Hakim telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena telah mengabaikan dalil Pemohon Peninjauan Kembali. Hal ini bertentangan dengan asas audi et alteram partem atau audiatur et altera pars, dimana Hakim harus mendengarkan penjelasan kedua belah pihak yang bersengketa secara seimbang;
      3.16. Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa, "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
      3.17. Bahwa dengan demikian Putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas Dasar Pengenaan Pajak PPN yang Pajak Pertambahan Nilainya harus dipungut sendiri sebesar Rp204.429.868,00 nyata-nyata bertentangan dengan hukum pembuktian sebagaimana dimaksud Pasal 76 dan Pasal 84 ayat 1 huruf f dan tidak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimanatkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
      3.18. Oleh karena itu, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa atas putusan Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas Dasar Pengenaan Pajak PPN yang Pajak Pertambahan Nilai-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp204.429.868,00 berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, diajukan Peninjauan Kembali;
    4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015 harus dibatalkan;
  5. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.60296/PP/M.IIB/16/2015 tanggal 19 Maret 2015 yang menyatakan:
    Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2010 Nomor 00025/207/10/607/12 tanggal 9 November 2012, atas nama PT. XXX, NPWP 02.xxxx c.q. 02.672.927.7-054.099, beralamat di Jl. YYY, Nomor DD, Keputran, Surabaya, alamat korespondensi: Jl. MMM, Nomor Y, Cikokol, Tangerang, dengan perhitungan : sebagaimana perhitungan tersebut di atas (pada halaman 2) :
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-124/WPJ.07/2014 tanggal 23 Januari 2014, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2010 Nomor : 00025/207/10/607/12 tanggal 9 November 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 02.xxxx c.q. 02.672.xxx, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak November 2010 Rp204.429.868,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa gerai/toko di Pasuruan telah dilakukan secara terpusat ke KPP Perusahaan Masuk Bursa berlaku 1 April 2012 pada dasarnya bersifat administrasi semata dan tidak terdapat kerugian negara, sehingga tidak dapat membatalkan putusan, dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang (Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf f juncto Pasal 1A ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 8 Juni 2017, oleh Dr. H. CCC, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H., M.S. dan Dr. BBB, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.
Dr. H. AAA, S.H., M.S.

ttd.
Dr. BBB, S.H., M.Hum.

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. H. CCC, S.H., M.Hum.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.
DDD, S.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx