Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1692/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42066/PP/M.II/16/2012, tanggal 11 Desember 2012 yang telah b


 

PUTUSAN
Nomor 1692/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto No.40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-510/PJ./2013,

tanggal 19 Maret 2013,

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT AAA, beralamat di Plaza QQQ, Citibank Tower Lt. XX, Jalan WWW Kav.XX-XX, Jakarta Selatan 12190;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42066/PP/M.II/16/2012, tanggal 11 Desember 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut: Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1137/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 14 November 2011 yang telah Pemohon Banding terima tanggal 16 November 2011, yang berisi penolakan terhadap keberatan yang Pemohon Banding ajukan dengan surat No.602/KPP.WPBS-Keb-PPN-Jun10/06/ll/FB/MS tanggal 21 Juni 2011 atas SKPLB PPN Masa Pajak Juni 2010 Nomor 00016/407/10/091/11 tanggal 1 April 2011, Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Keputusan Terbanding tersebut di atas. Berikut ini adalah latar belakang, alasan-alasan dan penjelasan sebagai dasar penyampaian permohonan ini;

UMUM

Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel dan mineral tertentu lainnya yang bekerja atas ikatan Kontrak Karya dengan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
Keputusan Presiden No. B-745/Pres/12/1995 tertanggal 29 Desember 1995;

Bahwa pada tanggal 1 April 2011, Kantor Pajak Wajib Besar Satu menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atas Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2010 Nomor: 00016/407/10/091/11, yang isinya adalah sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah Rupiah
1 Dasar Pengenaan Pajak
a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yg terutang PPN:
a.1 Ekspor 1.009.654.600.082
a.2 Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 6.821.717.440
a.3 Penyerahan yg PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN
a.4 Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
a.5 Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
a.6 Jumlah (a.l+a.2+a.3+a.4+a.5) 1.016.476.317.522
b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yg tidak terutang PPN 0
c. Junilah Seluruh Penyerahan (a.6+b) 1.016.476.317.522
d. Atas Impor BKP, Pemanfaatan BKP/JKP, Pemungutan Pajak oleh
Pemungut Pajak, dan Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas
Aktiva Tetap yang Menurut Tujuan Semula Tidak untuk Diperjualbelikan
d.1 Impor BKP 0
d.2 Pemanfaatan BKP tdk berwujud 0
d.3 Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean 0
d.4 Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak 0
d.5 Kegiatan Membangun Sendiri 0
d.6 Penyerahan atas Aktiva Tetap 0
d.7 Jumlah (d.l atau d.2 atau d.3 atau d.4 atau d.5 atau d.6) 0
2. Penghitungan PPN Lebih Bayar
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri (tarif x I.a.2 atau 1.d.7) 682.171.752
b. Dikurangi:
b.l PPN yang disetor di muka dalam masa pajak yang sama 0
b.2 Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 56.310.334.507
b.3 STP (pokok kurang bayar) 0
h.4 Dibayar dengan NPWP sendiri 0
b.5 Lain-lain 0
b.6 Jumlah (b.l+b.2+b.3+b.4+b.5) 56.310.334.507
c. Diperhitungkan :
c. i SKPPKP 0
d. PPN yang seharusnya tidak terutang 0
e. Jumlah perhitungan PPN Lebih bayar (a-d) 55.628.162.755
3. Kelebihan Pajak yang sudah :
a. Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 0
b. Dikompensasikan ke masa pajak....(karena pembetulan) 0
c. Jumlah (a+b) 0
4. Jumlah PPN yang dilebih bayar/seharusnya tidak terutang 55.628.162.755
 
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar di atas, Pemohon Banding kemudian mengajukan Keberatan melalui surat Nomor 602/KPP.WPBS-Keb-PPN-Jun10/06/ll/FB/MS tanggal 21 Juni 2011;

Bahwa menjawab Surat Keberatan Pemohon Banding tersebut, pada tanggal 14 November 2011 Terbanding - Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar menerbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1137/WPJ.19/BD.05/2011 yang menolak keberatan Pemohon Banding, serta mempertahankan penghitungan semula dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah /
(Dikurangi) (Rp)
Menjadi (Rp)
PPN Kurang (Lebih) Bayar (55.628.162.755) 0 (55.628.162.755)
Sanksi Bunga 0 0 0
Sanksi Kenaikan 0 0 0
Jumlah PPN Yang Masih Harus (Lebih) Dibayar (55.628.162.755) 0 (55.628.162.755)
 
ALASAN MATERIL

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi yang dilakukan oleh Terbanding tersebut sebesar Rp. 103.578.336,00 atas Pajak Masukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) berupa kompos bahan lainnya yang dipergunakan dalam rangka Reboisasi/Reklamasi lahan pasca penambangan yang tidak dapat dikreditkan atas pajak masukan dari Koperasi BBB Koperasi CCC dan Koperasi DDD kepada Pemohon Banding dan juga koreksi atas perolehan BKP/JKP atas PPN Impor;

Bahwa koreksi Pemeriksa ini terkait dengan penyerahan BKP dan JKP sehubungan dengan pelaksanaan Reboisasi/Reklamasi yang wajib dilakukan oleh Pemohon Banding sebagai perusahaan tambang. Alasan koreksi Pemeriksa adalah bahwa perolehan BKP dan JKP dari vendor-vendor ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha (produksi) Pasal 9 ayat (8) huruf b UU No.11/1994. Pemohon Banding tidak setuju dengan alasan koreksi Pemeriksa tersebut. Dalam industri pertambangan, pelaksanaan reboisasi/reklamasi merupakan bagian dari manajemen operasi pertambangan yang wajib dilakukan oleh perusahaan tambang;

Bahwa sebagai perusahaan yang terikat dengan Kontrak Karya yang telah ditandatangani oleh Pemohon Banding dan Republik Indonesia yang diwakili oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 27 Juli 1968, yang kemudian diperpanjang pada tanggal 15 Januari 1996 ("Kontrak Karya"), maka Pemohon Banding berkewajiban sesuai dengan Pasal 22 Kontrak Karya Perpanjangan untuk melaksanakan pengelolaan dan Perlindungan terhadap Lingkungan Hidup dan Suaka Alam di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Pemohon Banding berkomitmen untuk menjalankan kegiatan Operasi Pertambangan dengan memperhatikan Lingkungan Hidup dan Masyarakat sekitar;

Bahwa reboisasi/reklamasi merupakan aktivitas penataan lahan pasca penambangan yang wajib dilakukan oleh perusahaan tambang. Kegagalan atau tidak terpenuhinya persyaratan reboisasi/reklamasi yang dilakukan oleh perusahaan tambang bisa mengakibatkan dihentikannya operasi pertambangan secara keseluruhan sehingga mengakibatkan produksi terhenti, bahkan bisa menyebabkan dicabutnya ijin atau kontrak kerjasama pertambangan (Pasal 46 dan 47 Peraturan Menteri Energi & Sumber Daya Mineral No.18 Tahun 2008). Persem ESDM mengenai Reklamasi dan Penutupan Tambang ini mengatur dengan jelas kewajiban perusahaan tambang dalam hal Reklamasi dan Penutupan Tambang dan dampak-dampak jika hal tersebut tidak terpenuhi;

Bahwa secara garis besar proses produksi Pemohon Banding dapat Pemohon Banding bagi menjadi 5 bagian, yaitu: 1) Explorasi 2) Eksploitasi/Penambangan 3) Pengolahan 4) Penjualan/Pengapalan 5) Revegetasi/
Reklamasi, kelima bagian ini merupakan satu kesatuan dalam manajemen operasi pertambangan. Apabila salah satu bagian tidak dipenuhi, maka akanmempengaruhi bagian yang lainnya. Dampak dari lahan penambangan yang terbuka (tidak direklamasi) dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan baik untuk lahan tersebut ataupun lahan produktif di sekitarnya. Dampak yang lebih besar adalah ancaman yang berupa erosi, banjir, debu dan lain-lain yang dapat mengakibatkan korban jiwa. Apabila ini terjadi maka Perusahaan dianggap lalai dalam menjalankan kewajibannya sehingga dapat dikenakan sanksi ditutupnya operasi pertambangan. Dari uraian Pemohon Banding tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa revegetasi/reklamasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam operasi pertambangan Pemohon Banding. Dengan demikian perolehan BKP & JKP sehubungan dengan aktivitas reklamasi, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu siklus operasi pertambangan Nikel Pemohon Banding, mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

Bahwa perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa Pemohon Banding pernah mengajukan Surat Permohonan Pembahasan Oleh Tim Pembahas Tingkat KPP Wajib Pajak Besar Satu masa pajak Januari 2009 untuk hal yang sama dengan No. 057/KPP.WPBS-PPN/Audit/I/VG/MS tanggal 27 Januari 2010 dan dalam surat jawaban SPP Nomor PRIN-022/WPJ.19/KP.01/2009 Pendapat Tim Pembahas; bahwa kegiatan reboisasi dan reklamasi merupakan bagian dari proses produksi dan mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sehingga dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat 8 huruf b UU No 8/1983 stdd UU No 11/1994 sehingga membatalkan koreksi Tim Pemeriksa terlihat dari Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan SKPLB masa Januari 2010;

No. No. IPB Jumlah PPN Impor Nomor NTPN No. Bukti Pengesahan
1 000XXX 603.186 0709091101090803 1004231520934048092
2 000XX0
000XX0
4.233.889
29.324
0008021110665742
0008050710967428
100211152093066574
100507152093096742
3 000X0X 9.744.037 00080521100608432 100521152093060843

Bahwa oleh karena itu, Pemohon Banding mohon agar koreksi pajak yang telah ditetapkan dan telah dibayar sebesar sebesar Rp. 103.578.336,00 dapat dikembalikan dengan pertimbangan pada asas keadilan dan kepastian hukum;

Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka SKPLB atas Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menjadi sebagai berikut:

No. Uraian Pemohon
Banding
(Rp).
1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP):
a. Ekspor
b. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut / ditunda / ditangguhkan / dibebaskan / ditanggung pemerintah
c. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut:
c.1. Tarif umum
c.2. Tarif efektif
c.3. Jumlah (c.l + c.2)
d. Dikurang retur penjualan
e. Jumlah (a + b + c.3 - d)
1.009.654.600.082
6.821.717.440
0 0 0 0
1.016.476.317.522
0
0
0
0
1.016.476.317.522
2. Pajak Keluaran:
a. Pajak Keluaran seluruhnya:
a.l. Tarif umum
a.2. Tarif efektif
a.3. Jumlah (a.l + a.2)
b. Dikurang:
b.1. PPN atas retur penjualan
b.2. Pajak Keluaran yg dipungut oleh pemungut PPN
b.3. PPN yang disetor dimuka dalam masa pajak yang sama
b.4. Jumlah (b.l + b.2 + b.3)
c. Jumlah Pajak Keluaran yg dipungut sendiri (a.3 - b.4)


0
0
0

0
682.171.752
0 0
0
0
3. Pajak yang dapat diperhitungkan:
a. Pajak masukan yang dapat dikreditkan
b. Dibayar dengan NPWP sendiri
c. Pajak masukan yang menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan karena memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto
d. Kompensasi bulan lalu
e. Diperhitungkan (Pokok Kurang Bayar) STP
f. Dikurang:
f.1. Pembayaran pendahuluan / pembayaran oleh Bapeksta
f.2. PPN atas retur pembelian
f.3. Hasil perhitungan kembali pajak masukan yang telah dikreditkan / tidak dipungut /ditangguhkan / dibebaskan
f.4. Jumlah (f.l+f.2+f.3)
g. Jumlah pajak yang diperhitungkan (a+b+c+d-f.4)

56.413.912.843
0
0
0
0

0
0
0
682.171.752
55.731.741.091
4. PPN yang lebih bayar 55.731.741.091

Bahwa oleh karena itu Pemohon Banding mohon agar SKPLB Nomor 00016/407/10/091/11 tanggal 1 April 2011 mengenai SKPLB Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Juni 2010 dan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1137/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 14 November 2011 dapat dibatalkan/dibetulkan;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42066/PP/M.II/16/2012, tanggal 11 Desember 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1137/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 14 November 2011 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2010 Nomor 00016/407/10/091/11 tanggal 1 April 2011 atas nama: PT. AAA, Tbk, NPWP: 0X.000.XXX.X-0XX.000, alamat: Plaza QQQ, Citibank Tower Lt.XX, Jl. WWW Kav.XX-XX, Jakarta Selatan 12190, sehingga perhitungan pajaknya menjadi sebagai berikut:

Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
Pajak yang kurang (lebih) bayar
Rp.        682.171.752,00
Rp.   56.413.912.843.00
(Rp. 55.731.741.091,00)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42066/PP/M.II/16/2012, tanggal 11 Desember 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 07 Januari 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-510/PJ./2013, tanggal 19 Maret 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Maret 2013, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-684/SP.51/AB/III/2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 25 Maret 2013;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 17 Mei 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 Juni 2013;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42066/PP/M.II/16/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyimpulkan bahwa koreksi Faktur Pajak Masukan sebesar Rp.88.967.900,00 tidak dapat dipertahankan adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Halaman 25 alinea ke-7 sampai dengan halaman 23 alinea ke-2 “Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan dan penelitian atas data yang terdapat dalam berkas banding dan bukti-bukti yang diajukan serta penjelasan dari Pemohon Banding dan Terbanding, Majelis berpendapat bahwa Faktur Pajak Masukan atas kegiatan reboisasi dan reklamasi yang dikoreksi oleh Terbanding sejumlah Rp.88.967.900,00 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat 8 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 18 Tahun 2000 adalah merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding karena kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding”;
“Bahwa berdasar pertimbangan tersebut di atas koreksi Terbanding atas Faktur Pajak Masukan sejumlah Rp.88.967.900,00 tidak dapat dipertahankan”;
3. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42066 /PP/M.II/16/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku terkait sengketa koreksi Faktur Pajak Masukan sebesar Rp.88.967.900,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidangperpajakan di Indonesia;
4. Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan ahli;
c. Keterangan para saksi;
d. Pengakuan para pihak; dan/atau
e. Pengetahuan Hakim;
Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain”;
Pasal 76 :
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuksahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”; Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim”;
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
5. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-undang PPN), menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (2)
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (2a)
Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan;
Pasal 9 ayat (5)
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak;
Pasal 9 ayat (8) huruf b
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha;
Pasal 9 ayat (9)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan;
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, diperoleh informasi sebagaiberikut:
a)  Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaanlahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapatberfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya;
b)  Pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan pada lahan terganggu akibat kegiatan usahapertambangan;
c) Lahan terganggu meliputi lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yangtidak digunakan lagi;
d) Lahan di luar bekas tambang antara lain:
- Timbunan tanah penutup;
- Timbunan bahan baku/produksi;
- Jalan transportasi;
- Pabrik/instalasi pengolahan/pemurnian;
- Kantor dan perumahan, dan/atau
- Pelabuhan/dermaga;
7. Bahwa dasar koreksi Pajak Faktur Masukan sebesar Rp.88.967.900,00 yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah bahwa Pajak Masukan yang terkait dengan reklamasi berdasarkan Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk huruf b : perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatanusaha;
8. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak sependapat dengan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),dengan alasan sebagai berikut:
8.1. Bahwa koreksi Pemeriksa ini terkait dengan penyerahan BKP dan JKP sehubungan dengan pelaksanaan Reboisasi/Reklamasi yang wajib dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai perusahaan tambang. Alasan koreksi Pemeriksa adalah bahwa perolehan BKP dan JKP dari vendor-vendor ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha (produksi) Pasal 9 ayat (8) huruf b UU No. 11/1994. Pemohon Banding tidak setuju dengan alasan koreksi Pemeriksa tersebut. Dalam industri pertambangan, pelaksanaan reboisasi/reklamasi merupakan bagian dari manajemen operasi pertambangan yang wajib dilakukan olehperusahaan tambang;
8.2. Bahwa sebagai perusahaan yang terikat dengan Kontrak Karya yang telah ditandatangani oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Republik Indonesia yang diwakili oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 27 Juli 1968, yang kemudian diperpanjang pada tanggal 15 Januari 1996 ("Kontrak Karya"), maka Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) berkewajiban sesuai dengan Pasal 22 Kontrak Karya Perpanjangan untuk melaksanakan pengelolaan dan Perlindungan terhadap Lingkungan Hidup dan Suaka Alam di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Pemohon Banding berkomitmen untuk menjalankan kegiatan Operasi Pertambangan dengan memperhatikan Lingkungan Hidup dan Masyarakat sekitar;
8.3. Bahwa reboisasi/reklamasi merupakan aktivitas penataan lahan pasca penambangan yang wajib dilakukan oleh perusahaan tambang. Kegagalan atau tidak terpenuhinya persyaratan reboisasi/reklamasi
yang dilakukan oleh perusahaan tambang bisa mengakibatkan dihentikannya operasi pertambangan secara keseluruhan sehingga mengakibatkan produksi terhenti, bahkan bisa menyebabkan dicabutnya ijin atau kontrak kerjasama pertambangan;
8.4. Bahwa secara garis besar proses produksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat Pemohon Banding bagi menjadi 5 bagian, yaitu: 1) Explorasi 2) Eksploitasi/Penambangan 3) Pengolahan 4) Penjualan/Pengapalan 5) Revegetasi/Reklamasi, kelima bagian ini merupakan satu kesatuan dalam manajemen operasi pertambangan. Apabila salah satu bagian tidak dipenuhi, maka akan mempengaruhi bagian yang lainnya. Dampak dari lahan penambangan yang terbuka (tidak direklamasi) dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan baik untuk lahan tersebut ataupun lahan produktif di sekitarnya. Dampak yang lebih besar adalah ancaman yang berupa erosi, banjir, debu dan Iain-lain yang dapat mengakibatkan korban jiwa. Apabila ini terjadi maka Perusahaan dianggap lalai dalam menjalankan kewajibannya sehingga dapat dikenakan sanksi ditutupnya operasi pertambangan. Dari uraian Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa revegetasi/reklamasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam operasi pertambangan Pemohon Banding, Dengan demikian perolehan BKP & JKP sehubungan dengan aktivitas reklamasi, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu siklus operasi pertambangan Nikel Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), mempunyai hubungan langsung dengankegiatan usaha;
8.5. Bahwa oleh karena itu, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mohon agar koreksi pajak yang telah ditetapkan dan telah dibayar sebesar Rp.88.967.900,00 dapat dikembalikandengan pertimbangan pada asas keadilan dan kepastian hukum;
9. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak serta berdasarkan penelitian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terhadap dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding),dapat diketahui data dan fakta sebagai berikut:
9.1. Bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak KPP Wajib Pajak Besar Satu Nomor LAP-043/WPJ.19/KP.01/2011 tanggal 30 Maret 2011, diketahui bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan melakukan koreksi positif Pajak Masukan Yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp.88.967.900,00 karena dari hasil pemeriksaan dalam pajak masukan yang dikreditkan terdapat pembayaran untuk kegiatan reklamasi, kegiatan reklamasi merupakan kewajiban dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai pemegang kontrak karya pertambangan, namun kegiatan tersebut dilakukan setelah proses produksi nickel matte selesai, menurut Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, yang dimaksud dengan kegiatan usaha sebagaimana penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN adalah kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, oleh karena kegiatan reklamasi tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yaitu produksi, maka Pajak Masukan atas kegiatan ureklamasi tidak dapat dikreditkan, dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP dari Dalam Negeri
Cfm Pemohon Banding
Cfm Terbanding
Koreksi
Rp 18.980.544.053,00
Rp 18.891.576.153,00
Rp 88.967.900,00
9.2. Bahwa disamping itu, permasalahan pengkreditan pajak masukan dari kegiatan reklamasi pernah dilakukan pembahasan oleh tim pembahas tingkat UP2 (KPP WP Besar Satu) untuk Masa Pajak Mei 2009, dimana menurut keputusan tim pembahas tingkat UP2, pajak masukan dari kegiatan reklamasi tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan produksi sehingga tidak dapat dikreditkan;
9.3. Bahwa berdasarkan surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor : S-716/WPJ.19/2010 tanggal 30 April 2010 hal penegasan pengkreditan PPN Masukan atas kegiatan reklamasi pada angka 7 huruf d disebutkan sebagai berikut :
“Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP untuk kegiaan reklamasi tidak dapat dikreditkan. Namun demikian Pajak Masukan ata perolehan BKP/JKP tersebut dapat dibebankan pada cadangan biaya reklamasi;
9.4. Bahwa secara yuridis fiskal, Undang-Undang PPN memberikan batasan tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal 9 ayat (8) UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994 yaitu "perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsungdengan kegiatan usaha". Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen;
9.5. Bahwa reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya;
9.6. Bahwa Faktur Pajak Masukan sebesar Rp.88.967.900,00 yang menjadi sengketa adalah Faktur Pajak yang berhubungan dengan reklamasi lahan tambang berupa pembelian pupuk dan bibit tanaman
sehingga Pajak Masukan yang dibayar terkait reklamasi tersebut tidak dapat dikreditkan karena tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding;
10. Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa :
Halaman 25 alinea ke-7 sampai dengan halaman 23 alinea ke-2 “Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan dan penelitian atas data yang terdapat dalam berkas banding dan bukti-bukti yang diajukan serta penjelasan dari Pemohon Banding dan Terbanding, Majelis berpendapat bahwa Faktur Pajak Masukan atas kegiatan reboisasi dan reklamasi yang dikoreksi oleh Terbanding sejumlah Rp.88.967.900,00 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat 8 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 18 Tahun 2000 adalah merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding karena kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding”;
“Bahwa berdasar pertimbangan tersebut di atas koreksi Terbanding atas Faktur Pajak Masukan sejumlah Rp.88.967.900,00 tidak dapat dipertahankan”;
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut dengan alasan sebagai berikut:
10.1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa banding adalah terkait sengketa yuridis, yaitu mengenai perbedaan pendapat antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tentang pajak masukan atas kegiatan reklamasi lahan tambang berupa pembelian pupuk dan bibit tanaman sebesar Rp.88.967.900,00, dimana Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa pengeluaran untuk kegiatan reklamasi dan penutupan tambang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, sedangkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat bahwa pengeluaran untuk kegiatan reklamasi dan penutupan tambang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berhak untuk mengkreditkan Pajak Masukan dari pengeluaran tersebut;
10.2.  Bahwa rincian faktur pajak masukan atas kegiatan reklamasi lahan tambang sebesar Rp.88.967.900,00 tersebut adalah terdiri dari :
No. Faktur Pajak PKP Penjual
 
PPN (Rp) Keterangan
Nomor Tanggal Nama NPWP
1. 0X0.000.0X.000000XX 18/05/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 8.745.000 Kompos
2 0X0.000.0X.000000XX 02/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 227.500 Kompos
3 0X0.000.0X.000000XX 02/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 607.000 Kompos
4 0X0.000.0X.000000XX 02/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 15.759.250 Kompos
5 0X0.000.0X.000000X0 02/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 3.000.000 Kompos
6 0X0.000.0X.000000XX 02/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 2.416.125 Kompos
7 0X0.000.0X.000000XX 08/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 2.173.000 Kompos
8 0X0.000.0X.000000XX 05/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 1.984.500 Kompos
9 0X0.000.0X.000000XX 05/06/2010 Koperasi BBB 0X.XXX.XXX.X-X0X.000 2.120.000 Kompos
10 0X0.000.0X.000000X0 19/05/2010 Koperasi DDD 0X.0XX.XXX.X-X0X.000 5.270.000 Kompos
11 0X0.000.0X.000000XX 02/06/2010 Koperasi DDD 0X.0XX.XXX.X-X0X.000 4.000.000 Kompos
12 0X0.000.0X.000000XX 02/06/2010 Koperasi DDD 0X.0XX.XXX.X-X0X.000 18.318.625 Kompos
13 0X0.000.0X.0000000X 01/06/2010 Koperasi CCC 0X.XXX.XXX.0-X0X.000 204.400 Kompos
14 0X0.000.0X.0000000X 01/06/2010 Koperasi CCC 0X.XXX.XXX.0-X0X.000 1.147.500 Kompos
15 0X0.000.0X.0000000X 01/06/2010 Koperasi CCC 0X.XXX.XXX.0-X0X.000 22.995.000 Kompos
JUMLAH 88.967.900
10.3. Bahwa tahapan kegiatan usaha tambang yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Bahwa secara garis besar, tahapan kegiatan usaha pertambangan terbagi dalam tiga tahapan, yaitu Tahap Pra Produksi, Tahap Produksi, dan Tahap Pasca Produksi;
  2. Bahwa tahapan Pra Produksi atau tahap pra tambang terdiri dari kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, dan konstruksi prasarana dan lokasi tambang;
  3. Bahwa tahapan Produksi atau tahap tambang terdiri dari kegiatan penambangan (mengambil galian bahan tambang), pengolahan bahan galian tambang. pemurnian (memisahkan hasil tambang dari unsur yang tidak diinginkan), pengangkutan, dan penjualan hasil akhir tambang;
  4. Bahwa pada Tahapan Pasca Produksi atau Pasca Tambang, kegiatan yang dilakukan adalah reklamasi (tata guna lahan bekas tambang agar dapat berfungsi dan berdaya guna) dan revegetasi (penanaman kembali pohon di bekas lokasi tambang);
10.4. Bahwa kewajiban dan ketentuan reklamasi tambang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut, diatur bahwa reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menatakegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan pada lahan terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan;
10.5. Bahwa karena pelaksanaan reklamasi dilakukan pada lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, yang meliputi lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang tidak digunakan lagi, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan reklamasi dilaksanakan setelah selesainya kegiatan usaha pertambangan pada suatu lahan pertambangan;
10.6. Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000, diatur bahwa:
- Pasal 9 ayat(8)huruf b
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur pada ayat (2) bagi pengeluaran untuk: "perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha”;
- Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b
yang dimaksud dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen;
10.7 Bahwa sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tersebut di atas, sangat tegas dinyatakan bahwa, Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen;
10.8 Bahwa faktanya, sebagaimana dijelaskan pada uraian angka 10.3 di atas, kegiatan reklamasi termasuk pada tahap pasca produksi atau pasca tambang yang berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk masa pajak Juni 2010 berada di fase penutupan tambang. Ini juga berarti bahwa pengeluaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada periode ini adalah pengeluaran dalam rangka kegiatan penutupan tambang, bukan pengeluaran dalam rangka produksi, distribusi dan pemasaran produk maupun manajemen terkait dengan produk barang kena pajak atau jasa kena pajak;
10.9 Bahwa dalam Kamus Ensiklopedia, kegiatan produksi didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi;
10.10 Bahwa dalam Ilmu Akuntansi, biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi;
10.11 Bahwa dengan mempertimbangkan data dan fakta bahwa pengeluaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pengeluaran dalam rangka kegiatan penutupan tambang, dan bukan pengeluaran dalam rangka produksi, distribusi dan pemasaran produk maupun manajemen terkait dengan produk barang kena pajak atau jasa kena pajak, serta dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 berikut memori penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas pajak mas