Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1590/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-60387/PP/M.XVA/16/2015, tanggal23 Maret 2015,yang telah berkekuatan


 

PUTUSAN

Nomor 1590/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, 12190;

Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2494/PJ./2015, tanggal 07 Juli 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT XXX, beralamat di Kawasan BBB , Sukadami, Bekasi;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-60387/PP/M.XVA/16/2015, tanggal23 Maret 2015,yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding atas keputusan Terbanding Nomor KEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013 tertanggal 11 November 2013 tentang keputusan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00799/207/10/431/12 tanggal 24 September 2012 Masa Pajak Mei 2010;
  1. Kronologis Terbitnya Keputusan yang Diajukan Banding
    1. Bahwa tanggal 24 September 2012 Terbanding menerbitkan SKPKB Masa Mei 2010 Nomor 00799/207/10/431/12 (Bukti P-01) dengan perhitungan:
      Dasar Pengenaan Pajak Rp 6.471.254.429,00
      PPN terutang Rp   647.125.438,00
      Kredit Pajak Rp   897.587.041,00
      Kurang (Lebih Bayar) Rp (250.461.603,00)
      Kurang Bayar telah disetor Rp 290.404.437,00
      Kompensasi Rp 0,00
      Pajak kurang (Iebih) Bayar Rp 39.942.834,00
      Sanksi Psl.13 ayat (3) UU KUP Rp 39.942.834,00
      Pajak ymh dibayar Rp 79.885.668,00
    2. Bahwa tanggal 13 November 2012, atas SKPKB Masa Mei 2010 Nomor 00799/207/10/431/12 tanggal 24 September 2012 tersebut Pemohon Banding mengajukan keberatan;
    3. Bahwa tanggal 11 November 2013, Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dengan Surat Nomor: KEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013 (Bukti P-02);
    4. Bahwa berdasarkan lkhtisar Pembahasan Akhir (Bukti P-03) dan Risalah Pembahasan (Bukti P-04) tanggal 19 September 2012, diketahui sebagai berikut:
      • Koreksi DPP Masa Pajak Januari s/d Desember 2010 sebesar Rp 3.682.696.320,00
      • Koreksi disetujui Rp 114.567.270,00
      • Koreksi tidak setuju sebesar Rp 3.568.129.050,00
      Bahwa tidak disetujui koreksi Terbanding karena untuk penghitungan PPh Terbanding melakukan gross-up Peredaran Usaha, dan sehubungan dengan gross-up Peredaran Usaha tersebut Terbanding melakukan koreksi atas penyerahan atau dasar pengenaan pajak (DPP) yang terutang PPN sebesar seperduabelas dari gross-up peredaran bruto tersebut;
      Bahwa Pemohon Banding dalam melakukan penjualan ataupun penyerahan barang kena pajak (BKP), telah mencatat/membukukan dan melaporkan dalam SPT data pembelian/penjualan yang sebenarnya.
      Jika ada perbedaan antara laporan audit dengan SPT PPh dengan SPT Masa PPN, disebabkan perbedaan waktu pengakuan pembelian/penjualan dengan pengakuan penyerahan BKP untuk penghitungan PPN;
      Bahwa koreksi Terbanding DPP PPN untuk setiap Masa Pajak adalah:1/12 x Rp3.568.129.050,00 = Rp297.344.087,50 (bulat Rp297.344.088,00)
      Bahwa meskipun telah diberitahukan dan dijelaskan Terbanding tetap menolak permohonan keberatan Pemohon Banding;
      Bahwa koreksi DPP yang dilakukan oleh Terbanding untuk penghitungan PPN per Masa Pajak Tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
                                                                                                                                                                                                                   (dalamRupiah)
      Masa Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP PPN) Keterangan
      SPT Masa Pemeriksa/SKPKB KEP.Keberatan Koreksi
      1 2 3 4 5=(4-2) 6
      Januari 5.825.989.649 6.123.333.737 6.123.333.737 297.344.088 Sengketa lain
      Pebruari 4.317.040.043 4.614.384.131 4.614.384.131 297.344.088 Sengketa lain
      Maret 6,712.831.358 7.010.175446 6.471.254.429 297.344.088 Sengketa lain
      April 6.471.254.429 6.471.254.429 6.471.254.429 297.344.088 Sengketa lain
      Mei 6.173.910.341 6.471.254.429 6.471.254.429 297.344.088 Sengketa ini
      Juni 8.095.247.657 8.392.591.745 8.392.591.745 297.344.088 Sengketa lain
      Juli 4.934.671.841 5.232.015.929 5.232.015.929 297.344.088 Sengketa lain
      Agustus 6.792.160.546 7.089.504.634 7.089.504.634 297.344.088 Sengketa lain
      September 3.808.092.156 4.105.436.244 4.105.436.244 297.344.088 Sengketa lain
      Oktober 5.250.665.183 5.548.009.271 5.548.009.271 297.344.088 Sengketa lain
      November 6.980.271.459 7.277.615.547 7.277.615.547 297.344.088 Sengketa lain
      Desember 4.842.370.520 5.139.714.608 5.139.714.608 297.344.088 Sengketa lain
      Diakui - 114.567.270 - - -
      Total Koreksi 68.083.537.560 71.766.233.880 71.651.666.616 3.568.129.056
    5. Bahwa sandingan perhitungan PPN terutang Masa Pajak Mei 2010, menurut SPT, menurut Terbanding (pemeriksa)/SKPKB dan keputusan Keberatan sebagai berikut:
      (dalam Rupiah)
      Uraian Menurut SPT Pemeriksa SKPKB KEP. Keberatan Sengketa Keterangan
      Dasar Pengenaan Pajak 6.173.910.341 6.471.254.429 6.173.910.34 297.344.088 Tidak Setuju
      PPN terutang 617.391.029 647.125.438 617.391.029 29.734.409 Tidak Setuju
      Kredit Pajak 907.795.466 897.587.041 907.795.466 10.208.425 Tidak Setuju
      Kurang (Lebih) Bayar (290.404.437) (250.461.603) (290.404.437) 39.942.834 Tidak Setuju
      Kurang bayar telah distor 290.404.437 290.404.437 290.404.437 0
      Kompensasi 0 0 0
      Pajak kurang (lebih) bayar 39.942.834 39.942.834 39.942.834 Tidak Setuju
      Sanksi Pasal 13 (3) UU KUP 39.942.834 39.942.834 39.942.834 Tidak Setuju
      Pajak ymh dibayar 79.885.668 79.885.668 79.885.668 Tidak Setuju
      bahwa pokok sengketa adalah koreksi DPP sebesar Rp297.344.088,00 yang berasal dari gross-up Peredaran Usaha dalam menghitung PPh Badan 2010 dibagi 12 dengan perhitungan sebagaimana telah disebutkan di atas;
    6. Bahwa atas Surat Nomor KEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013 tertanggal 11 November 2013, Pemohon Banding mengajukan banding melalui surat ini ke Pengadilan Pajak;
  2. Alasan Pengajuan Banding
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam Surat Banding ini adalah ditetapkannya Surat Terbanding NomorKEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 11 November 2013 yang menolak seluruhnya surat keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00799/207/10/431/12 tertanggal 24 September 2012 dengan jumlah Rp79.885.668,00 (tujuh puluh sembilan juta delapan ratus delapan puluh lima ribu enam ratus enam puluh delapan rupiah);
    bahwa Terbanding menghitung DPP PPN berdasarkan koreksi Peredaran Usaha untuk perhitungan PPh 2010, dibagi 12 (untuk Masa Pajak Tahun 2010). Perhitungan Terbanding tidak berdasarkan adanya bukti bahwa SPT yang telah disampaikan tidak benar, melainkan berdasarkan koreksi Peredaran Usaha, sedangkan Pemohon Banding telah menghitung dan memberitahukan PPN terutang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
    Bahwa menurut Pemohon Banding koreksi DPP PPN oleh Terbanding tidak benar dan tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Undang-Undang PPN), karena setiap pembelian dan penyerahan BKP telah dicatat dan dibukukan dengan iktikad baik sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
    Bahwa Terbanding dalam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yaitu:
    1. Bahwa ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttdUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang KUP), mengatur bahwa Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) menetapkan pajak terutang apabila mendapatkan bukti jumlah pajak terutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak tidak benar;
      Bahwa Penjelasannya antara lain menyebutkan: "Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar…….”
    2. Bahwa ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a mengatur, Terbanding berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Dengan penjelasan antara lain:
      “………Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar baru diterbitkan jika Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Diketahuinya Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah pajak yang seharusnya terutang. Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Polak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur lenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan……..”
    3. Bahwa berkaitan dengan "pemeriksaan" Ketentuan Pasal 29 ayat (1) mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Bahwa dalam penjelasan disebutkan antara lain:
      “……….Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak……”
    4. Bahwa Pasal 4 ayat 1 huruf a (Undang-Undang PPN), yang menyebutkan: bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Penyerahan Barang Kena Pajak Didalam Daerah Pabean;
      Bahwa sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Terbanding, Terbanding tidak dapat membuktikan dalam hal mana Pemohon Banding "tidak patuh" atau dengan "data konkret mana yang tidak dilaporkan", yang menyebabkan pajak terutang kurang dibayar. Terbanding tidak dapat menunjukkan dengan data konkret, penyerahan BKP yang mana yang menyebabkan PPN terutang kurang dibayar. Terbanding hanya melakukan dengan perhitungan atau analisanya sendiri, bukan membuktikan ketidak patuhan ataupun membuktikan dengan data yang konkret yang menyebabkan pajak terutang kurang dibayar;
      Bahwa Terbanding menghitung 1/12 dari ekualisasi dengan koreksi Peredaran Usaha Tahun 2010, dimana koreksi Peredaran Usaha tersebut yang juga tidak berdasarkan bukti, melainkan berdasarkan perhitungan dan analisa Terbanding sendiri, tidak memperhitungkan beda waktu penghitungan penyerahan BKP dalam melaksanakan Undang-Undang PPN dengan penghitungan penghasilan menurut Undang-Undang PPh, tidak memperhitungkan barang dalam proses produksi, dengan demikian Terbanding telah menyalahgunakan kewenangan (abuse of power) yang ada padanya;
      Bahwa meskipun koreksi Terbanding yang menjadi dasar perhitungan SKPKB tidak benar, Terbanding tetap menolak keberatan Pemohon Banding, tanpa mempertimbangkan berdasarkan ketentuan perundang-undang perpajakan yang berlaku. Oleh karenanya Pemohon Banding mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak;
  3. Permohonan Pemohon Banding.
    Bahwa sebagaimana diuraikan di atas permohonan banding mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak untuk:
    1. Mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding;
    2. Membatalkan, Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 11 November 2013;
    3. Membatalkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor00799/207/10/431/12 tertanggal 24 September 2012 Masa Pajak Mei 2010;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan PajakNomor Put- 60387/PP/M.XVA/16/2015, tanggal23 Maret 2015,yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding NomorKEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 11 November 2013 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak Mei 2010 Nomor 00799/207/10/431/12 tanggal 24 September 2012, atas nama: PT XXX, NPWP 02.048.781.5-431.000, beralamat di Kawasan BIIE C7-7, Sukadami, Bekasi, sehingga penghitungan PPN menjadi sebagai berikut :
DPP :
- Ekspor Rp.                      0,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp. 6.173.910.341,00
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Rp.                      0,00
- Jumlah Seluruh Penyerahan (DPP PPN) Rp. 6.173.910.341,00
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar Rp.    617.391.029,00
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan Rp.    897.587.041,00
Jumlah perhitungan PPN kurang/(lebih) dibayar Rp.  (280.196.012,00)
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp.   290.404.437,00
Jumlah perhitungan PPN kurang/(lebih) dibayar Rp.     10.208.425,00
Sanksi Kenaikan Pasal 13 (3) UU KUP Rp.     10.208.425,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp.     20.416.850,00
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan PajakNomor Put-60387/PP/M.XVA/16/2015, tanggal23 Maret 2015, diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal21 April 2015, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2494/PJ./2015, tanggal 07 Juli 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 14 Juli 2015sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-2478/5.2/PAN.Wk/2015 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 Juli 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 23 Oktober 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 24 November 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, JunctoUndang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60387/PP/M.XVA/16/2015 Tanggal 23 Maret 2015 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
    OlehkarenanyaPutusan Pengadilan Pajak NomorPut.60387/PP/M.XVA/16/2015 Tanggal 23 Maret 2015 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut Undang-UndangPengadilan Pajak) :
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60387/PP/M.XVA/16/2015 Tanggal 3 April 2014, atas nama PT. XXX (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak yang disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)pada tanggal 23 April 2015 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201504230356;
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60387/PP/M.XVA/16/2015 Tanggal 23 Maret 2015 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
      Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
    Koreksi DPP PPN Masa Pajak Mei 2010 sebesar Rp297.344.088,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 18 :
      Bahwa Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:
      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
      1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      2. impor Barang Kena Pajak;
      3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      6. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
      7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
      8. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
      Bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap data-data yang disampaikan dalam persidangan, Majelis berpendapat Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa selisih dari ekualisasi pembelian dengan DPP Pajak Masukan adalah pembelian yang dilakukan di tahun 2009 yang telah dibebankan dalam harga pokok penjualan tahun 2009 yang Faktur Pajaknya baru diterbitkan di tahun 2010 sehingga baru dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding di tahun 2010;
      Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, peraturan yang berlaku dan keyakinan hakim, Majelis berkesimpulan pencatatan Pemohon Banding atas pembelian dalam harga pokok penjualan sudah sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga koreksi Terbanding sebesar Rp297.344.088,00 berdasarkan gross up penjualan atas koreksi negatif pembelian tidak dapat dipertahankan karena koreksi tidak memenuhi Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2. 1. Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut Undang-UndangPengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak; dan/atau
      5. pengetahuan Hakim
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Penjelasan Pasal 76:
      Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
      Pasal 77 ayat (3):
      Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      Penjelasan Pasal 78:
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan Pasal 84 ayat (1) huruf f:
      Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
      Pasal 91 huruf c dan huruf e :
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
      c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c;
      e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
      2. 2. Bahwa Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP), mengatur sebagai berikut:
      Pasal 26A ayat (4)
      Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
      2. 3. Bahwa Undang-Undang nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 4 ayat (1)
      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
      1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      2. impor Barang Kena Pajak;
      3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      6. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
      7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
      8. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
    3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
      3.1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagaimana berita acara uji bukti bahwa Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa nilai sengketa sebesar Rp3.180.434.130,00 hasil equalisasi antara HPP dan Pajak Masukan adalah memang dari Faktur Pajak Pembelian bahan baku, namun Termohon Peninjauan Kembali beralasan terdapat beda waktu pengakuan;
      3.2. Bahwa dari 11 Faktur yang ditunjukkan oleh Termohon Peninjauan Kembali diketahui sebagai berikut:
      bahwa semua faktur tersebut terbit di Masa Januari 2010 dengan dasar penerbitan berupa invoice yang diterbitkan bulan Januari 2010 :
      Jumlah 11 Faktur Rp3.732.964.983,00
      Nilai sengketa Rp3.180.434,130.00 -
      Selisih Rp   552.530.853,00
      3.3. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali pembukuan/pencatatan Termohon Peninjauan Kembali berdasarkan tanda terima barang dengan nilai yang dicatat dalam ledger sebesar nilai sesuai PO dikalikan dengan Kurs Bl pada saat tanggal terima barang. Untuk transaksi 11 Faktur tersebut barang diterima bulan Desember 2009 sehingga menurut Termohon Peninjauan Kembali sudah dicatat dalam ledger pembelian (HPP) Tahun 2009;
      3.4. Bahwa berdasarkan Ledger pembelian (Purchase Raw Material) Tahun 2009 sebagai contoh tanggal 30 Desember 2009 sesuai Tanda terima barang nomor WH-1622 diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali mencatat pembelian sebesar Rp423.202.112,00;
      3.5. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan pengecekan perhitungan namun hasilnya belum sama dengan perhitungan Termohon Peninjauan Kembali, sebagai berikut;
      Tanda terima barang nomor WH-1622 : 32.000 kg x 1.362 USD x Kurs Bl Rp9.433= Rp411.127.872,00
      3.6. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali dokumen yang dipinjamkan pada saat pemeriksaan dan keberatan hanya bukti terima barang dan Faktur Pajak Masukan sedangkan dokumen lainnya yang terkait pembelian/HPP untuk Tahun Pajak 2010 dan 2009 (sebelumnya) telah diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (Pemeriksa);
      3.7. Bahwa tidak ada prosedur pemeriksaan dan peminjaman dokumen yang dilanggar oleh Pemohon Peninjauan Kembali. Prosedur pemeriksaan telah sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
      3.8. Bahwa pada saat proses pemeriksaan dan keberatan,Termohon Peninjauan Kembali hanya memberikan bukti terima barang dan Faktur Pajak Masukan sedangkan dokumen lainnya yang terkait dengan pemeriksaan tidak di berikan ;
      3.9. Bahwa atas dokumen baru ini, berlaku ketentuan dalam Pasal 26 A ayat (4) Undang-Undang KUP dan Pasal 14 ayat (1) PMK Nomor 9 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, yang menyatakan bahwa pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diminta pada saat pemeriksaan tetapi tidak diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Termohon Peninjauan Kembali pada saat pemeriksaan;
      3.10. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa, ketentuan dalam Pasal 26 A ayat (4) Undang-Undang KUP, jelas merupakan pedoman yang harus dijalankan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dalam melaksanakan tugas, sehingga atas dokumen baru yang disampaikan pada saat proses keberatan namun tidak disampaikan pada saat pemeriksaan, tidak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan
      3.11. Bahwa dalam putusannya, Majelis telah mengabulkan seluruhnya atas koreksi peredaran usaha, dengan pertimbangan bahwa dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali telah menunjukkan software asli (database) dan mempresentasikan di hadapan Majelis dan Pemohon Peninjauan Kembali mengenai penyebab selisih yang menjadi dasar koreksi Pemohon Peninjauan Kembali.
      Sehingga Majelis dengan dasar Pasal 69 ayat (1) huruf e dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak , Majelis meyakini bahwa dalil yang dikemukakan Termohon Peninjauan Kembali sudah benar;
      3.12. Bahwa atas putusan Majelis tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa seusai dengan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      3.13. Bahwa sesuai Pasal 76, Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) penilaian pembuktian;
      3.14.  Bahwa dalam buku Asas-asas hukum pembuktian perdata oleh Prof Dr. Achmad Ali S.H., M.H. dan Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H. (hal 51) dinyatakan:
      “Selain menilai pembuktian sebagai salah satu tugas hakim, maka tugas hakim yang lain sehubungan dengan masalah pembuktian ini adalah untuk membebani pembuktian kepada para pihak yang berperkara”
      Dalam halaman 62 disebutkan sbb:
      “Dengan asas Audi Et Alteram Partem ini, hakim harus adil dalam memberikan beban pembuktian pada pihak yang berperkara, agar kesempatan untuk kalah atau menang bagi kedua pihak tetap sama, tidak pincang atau berat sebelah. Disini perlunya hakim memerhatikan asas-asas beban pembuktian”
      3.15. Pertimbangan Majelis sangat tidak adil bagi Pemohon Peninjauan Kembali, mengingat sampai dengan persidangan,  tidak ada penjelasan dengan lebih detil mengenai angka-angka yang menjadi koreksi disertai dokumen pendukungnya;
      3.16. Bahwa Majelis juga tidak mempertimbangkan alasan Pemohon Peninjauan Kembali mengenai data baru yang disampaikan dalam proses keberatan, sehingga berlaku ketentuan dalam Pasal 26 A ayat (4) Undang-Undang KUP dan Pasal 14 ayat (1) PMK Nomor 9 tahun 2013;
      3.17. Majelis Hakim telah mengabaikan ketentuan yuridis formal dalam Pasal 26A ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP 2007), yang menyatakan:
      Pasal 26A ayat (4)
      “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;”
      3.18. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak seharusnya mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP, karena apabila Majelis mempertimbangkan data-data yang disampaikan pada saat persidangan, sedangkan data-data tersebut tidak pernah disampaikan Termohon Peninjauan Kembali kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada saat pemeriksaan, maka hal tersebut akan menjadi preseden buruk di masa depan dimana Wajib Pajak menyampaikan dokumen pendukung bukan pada saat pemeriksaan tetapi pada saat persidangan banding;
      3.19. Bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa, disampaikan aspek yuridis dalam sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menjadi basis atau dasar dalam penegakan hukum, sebagai berikut:
      1. Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, pada halaman 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden”, dimana dapat diartikan bahwa orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat. Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law);
      2. Bahwa dalam sistem perpajakan di Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 merupakan hukum formal atau hukum acara (formele recht, adjective law) yang mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak; Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) Undang-Undang KUP 2007, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut. Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      3. Bahwa dengan demikian, Majelis Hakim nyata-nyata mengabaikan ketentuan yuridis formal terkait penyelesaian keberatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian Putusan Majelis dalam sengketa a quo tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
      3.20. Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan kekuatan pembuktian dan alat bukti yang digunakan, namun dalam sengketa a quo Majelis telah memutus sengketa tidak berdasarkan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
      3.21. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, atas pendapat majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPN sebesar sebesar Rp297.344.088,00 nyata-nyata tidak sesuai dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, oleh karenanya Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
  5. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.60387/PP/M.XVA/16/2015Tanggal 23 Maret 2015 yang menyatakan:
    Mengabulkan seluruhnyabanding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding NomorKEP- 1635/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 11 November 2013 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak Mei 2010 Nomor 00799/207/10/431/12 tanggal 24 September 2012, atas nama : PT XXX,NPWP 02.048.781.5-431.000, beralamat di Kawasan BIIE C7-7, Sukadami, Bekasi, sehingga penghitungan PPN menjadisebagaimana tersebut diatas (halaman 2);adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1635/WPJ.22/BD.06/2013, tanggal 11 November 2013, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak Mei 2010, Nomor 00799/207/10/431/12, tanggal 24 September 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.048.781.5-431.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp20.416.850,00; adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:

  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Mei 2010 sebesar Rp297.344.088,00; yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majetis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa gross up penjualan berdasarkan Uji Kebenaran Materi (UKM) para pihak dihadapan Majelis Pengadilan Pajak, Pemohon Banding telah menyerahkan bukti pendukung yang memadai dan sudah benar, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanjunctoPasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;


Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali:DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembalidinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAKtersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00(dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin,tanggal 19 Desember 2016, oleh H. CCC, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agungsebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H., M.S.,dan BBB, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu jugaoleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebutdan dibantu oleh DDD, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd./Dr. H. AAA, S.H., M.S.

ttd./BBB, S.H., M.H.

Ketua Majelis,

ttd./H. CCC, S.H., M.H.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./DDD, S.H., M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx