Putusan Mahkamah Agung Nomor : 732/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014, Tanggal 14 Oktober 2014 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 732/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jl. Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. ABC, pekerjaan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, pekerjaan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, pekerjaan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Pekerjaan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-174/PJ./2015, Tanggal 13 Januari 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. XXX, tempat kedudukan di Jl. MMM Kav. Y, Wisma D Lt.Y, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur 13xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014, Tanggal 14 Oktober 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1291/WPJ.19/2012 tanggal 10 Oktober 2012 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 (SKPKB PPh Pasal 23) Nomor 00014/203/10/091/11 tanggal 19 Juli 2011 Masa Pajak Maret 2010 dengan penjelasan sebagai berikut:

Bahwa pada tanggal 19 Juli 2011, KPP Wajib Pajak Besar Satu telah menerbitkan SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00014/203/10/091/11 tanggal 19 Juli 2011 Masa Pajak Maret 2010 sebesar Rp43.920.972.058,00 dengan perincian sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak/ Dasar Pengenaan Pajak  Rp 373.664.863.687
PPh Pasal 23 yang terutang Rp   36.574.142.217
Kredit Pajak :
-    Setoran Masa Rp    2.260.882.797
Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp  34.313.259.420
Sanksi Administrasi:
-    Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp    9.607.712.638
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp  43.920.972.058

Bahwa atas SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00014/203/10/091/11 Masa Pajak Maret 2010 tersebut Pemohon Banding mengajukan keberatan melalui Surat Nomor SIS/01240/Acc/X/2011 tanggal 17 Oktober 2011 yang diterima oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu pada tanggal 18 Oktober 2011;

Bahwa pada tanggal 10 Oktober 2012, Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar menerbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1291/WPJ.19/2012 yang isinya menolak keberatan Pemohon Banding, dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
objek PPh Pasal 23 373.664.863.687 - 373.664.863.687
PPh Pasal 23 yang Terutang 36.574.142.217 - 36.574.142.217
Kredit Pajak 2.260.882.797 - 2.260.882.797
PPh Pasal 23 Kurang Bayar 34.313.259.420 - 34.313.259.420
Sanksi Adm. bunga Pasal 13 (2) KUP 9.607.712.638 - 9.607.712.638
Jumlah yang masih harus dibayar 43.920.972.058 - 43.920.972.058

Bahwa atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1291/WPJ.19/2012 tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan sebagai berikut:
Koreksi atas objek PPh Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187,00

Menurut Tim Peneliti Keberatan
Bahwa Tim Peneliti Keberatan mempertahankan koreksi pemeriksa atas objek PPh Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187 dengan alasan sebagai berikut:
  1. bahwa berdasarkan data yang diberikan Pemohon Banding pada saat pembahasan akhir diketahui hubungan antara Pemohon Banding dengan dealer adalah hubungan dagang atau jual beli, hal ini dibuktikan dengan:
    1) bahwa Pemohon Banding, berdasarkan kontrak perjanjian pengangkatan dealer, akan memberikan bantuan berupa biaya promosi kepada dealer, dengan cara dealer akan meminta penggantian kepada Pemohon Banding atas biaya promosi yang telah dikeluarkan;
    2) bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, diketahui bahwa hubungan antara Pemohon Banding dengan dealer adalah hubungan dagang (jual beli putus), ini berarti bahwa dealer membeli barang (kendaraan roda dua dan roda empat) dari Pemohon Banding dan barang tersebut telah beralih hak kepemilikannya dari Pemohon Banding kepada dealer;
    3) bahwa Promosi yang dilakukan oleh dealer adalah terutama untuk kepentingan penjualan dealer (akan menjadi omzet dealer), tetapi secara tidak langsung juga akan meningkatkan penjualan Pemohon Banding;
    4) bahwa oleh karena itu sebenarnya secara substansi dealer telah memberikan jasa pemasaran kepada Pemohon Banding;
  2. bahwa permintaan penggantian biaya promosi yang dilakukan oleh dealer kepada Pemohon Banding merupakan tagihan atas biaya jasa pemasaran (promosi) yang telah dilakukan oleh dealer untuk kepentingan Pemohon Banding, sehingga merupakan objek PPh 23;
  3. bahwa selain itu atas rekapitulasi yang diberikan Pemohon Banding tidak dapat ditelusuri (ditrasir) terhadap dokumen pendukung berupa voucher dan lampirannya yang diberikan;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi objek PPh Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. bahwa koreksi atas objek PPh Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187,00 tidak seluruhnya merupakan permintaan penggantian biaya promosi yang dilakukan oleh dealer kepada Pemohon Banding;
  2. bahwa adapun Koreksi atas objek PPh Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187,00 terdiri atas:
    1) Biaya-biaya pembelian barang atau material sehubungan dengan:
    • Perbaikan dan pemeliharaan baik untuk kendaraan maupun prasarana,
    • Penyelenggaraan pameran maupun publisitas berupa material pembuatan/pemasangan panggung/counter pameran, tenda, sticker, dll,
    • Pembuatan papan iklan (Billboard),
    • Standarisasi yang ditentukan oleh PT ISI kepada para dealer, berupa bahan baku untuk interior, seragam karyawan (teknisi maupun salesperson), dll,
    • Pemasangan iklan di media elektronik seperti televisi dan radio,
    • Biaya Test drive seperti biaya bensin, biaya ride test, dll,
    • Biaya pembuatan barang-barang promosi berupa pamflet/flyer/brosur, umbul-umbul, spanduk, dan poster,
    bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 antara lain menyebutkan bahwa :
    Butir (1):
    Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
    Butir (2):
    Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
    1) pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
    2) pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
    3) pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
    4) pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.”
    bahwa berdasarkan peraturan di atas, maka atas Biaya pembelian barang atau material tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    2) bahwa biaya Pameran/Publisitas (Material) yang merupakan penggantian biaya promosi yang diberikan Pemohon Banding kepada dealer, sub dealer, dan agen resmi untuk mempromosikan produk-produk kendaraan bermotor merk Suzuki dalam rangka meningkatkan penjualan dan pangsa pasar Suzuki diantaranya berupa biaya pemasangan panggung/counter pameran, tenda, dan biaya lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pameran maupun biaya pemasangan iklan terkait dengan pengenalan produk;
    bahwa adapun penggantian biaya promosi tersebut dikeluarkan oleh Pemohon Banding sesuai dengan Pasal 19 Perjanjian Pengangkatan Dealer yang menyatakan:
    Ayat 1:
    Dalam rangka melakukan pengembangan jaringan pemasaran bagi kendaraan Suzuki dan Pelayanan Puma Jual Kendaraan XXX, SIS memberikan bantuan promosi kepada Dealer. Atau
    Dalam rangka melakukan pengembangan jaringan pemasaran bagi kendaraan XXX dan Pelayanan Puma Jual Kendaraan XXX, SIS dapat melakukan kegiatan promosi melalui Dealer dan jaringannya.
    bahwa sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-311/PJ.43/2004 tanggal 05 November 2004 tentang Permohonan Penegasan PPh Pasal 23 Atas Subsidi Dalam Bentuk Penggantian Biaya Promosi yang merupakan surat jawaban atas permohonan penegasan yang diajukan oleh Pemohon Banding (dahulu PT Indomobil Niaga International/PT IMNI) ditegaskan bahwa:
    1. Hubungan PT IMNI dengan dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi tidak termasuk dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja atau antara pemberi jasa dengan pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 1 huruf c Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ/2001, melainkan hubungan dagang atau jual beli;
    2. Atas pemberian subsidi dalam bentuk penggantian biaya promosi yang diberikan oleh PT IMNI kepada dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi sehubungan dengan peningkatan penjualan, bukan merupakan hadiah atau penghargaan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya, melainkan penggantian (cost sharing) biaya penjualan. Penggantian biaya promosi tersebut tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21 (apabila dealer adalah Wajib Pajak Orang Pribadi).
    bahwa selain itu, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 antara lain menyebutkan bahwa:
    Butir (1):
    Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
    Butir (2):
    Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
    1) pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
    2) pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
    3) pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
    4) pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga."
    bahwa berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka pada dasarnya penggantian biaya promosi tersebut bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 karena hubungan antara Pemohon Banding dengan dealer, sub dealer, dan agen resmi tidak termasuk dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja atau antara pemberi jasa dengan pengguna jasa dan bukan merupakan hadiah atau penghargaan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya melainkan pembayaran penggantian (reimbursement) biaya promosi yang telah dibayarkan oleh dealer, sub dealer, dan agen resmi kepada supplier/vendor;
    bahwa dengan demikian, biaya Pameran/Publisitas (Material) tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    3) bahwa biaya Pemasangan Iklan di Media Cetak (Material) yang merupakan biaya pemasangan iklan di media cetak seperti majalah dan Koran untuk mempromosikan produk-produk kendaraan bermotor merk XXX dalam rangka meningkatkan penjualan dan pangsa pasar XXX;
    bahwa adapun sebagian biaya tersebut merupakan penggantian biaya promosi yang diberikan Pemohon Banding kepada dealer, sub dealer, dan agen resmi sesuai dengan Pasal 19 Perjanjian Pengangkatan Dealer yang menyatakan:
    Ayat 1:
    Dalam rangka melakukan pengembangan jaringan pemasaran bagi kendaraan XXX dan Pelayanan Puma Jual Kendaraan XXX, SIS memberikan bantuan promosi kepada Dealer. Atau
    Dalam rangka melakukan pengembangan jaringan pemasaran bagi kendaraan XXX dan Pelayanan Puma Jual Kendaraan XXX, SIS dapat melakukan kegiatan promosi melalui Dealer dan jaringannya.
    bahwa sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-311/P143/2004 tanggal 05 November 2004 tentang Permohonan Penegasan PPh Pasal 23 Atas Subsidi Dalam Bentuk Penggantian Biaya Promosi yang merupakan surat jawaban atas permohonan penegasan yang diajukan oleh Pemohon Banding (dahulu PT YYY) ditegaskan bahwa:
    1. Hubungan PT IMNI dengan dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi tidak termasuk dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja atau antara pemberi jasa dengan pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 1 huruf c Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ/2001, melainkan hubungan dagang atau jua/ beli;
    2. Atas pemberian subsidi dalam bentuk penggantian biaya promosi yang diberikan oleh PT YYY kepada dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi sehubungan dengan peningkatan penjualan, bukan merupakan hadiah atau penghargaan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya, melainkan penggantian (cost sharing) biaya penjualan. Penggantian biaya promosi tersebut tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21 (apabila dealer adalah Wajib Pajak Orang Pribadi).
    bahwa selain itu, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 antara lain menyebutkan bahwa:
    Butir (1):
    Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan .sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imba/an sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud da/am Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
    Butir (2):
    Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
    1) pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imba/an sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
    2) pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
    3) pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
    4) pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga."
    bahwa berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka pada dasarnya penggantian biaya promosi tersebut bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 karena hubungan antara Pemohon Banding dengan dealer, sub dealer, dan agen resmi tidak termasuk dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja atau antara pemberi jasa dengan pengguna jasa dan bukan merupakan hadiah atau penghargaan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya melainkan pembayaran penggantian (reimbursement) biaya promosi yang telah dibayarkan oleh dealer, sub dealer, dan agen resmi kepada supplier/vendor;
    bahwa dengan demikian, biaya Biaya Pemasangan Iklan di Media Cetak (Material) tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    4) bahwa biaya Standard. Dealer (C/S)-Material yang merupakan penggantian biaya yang dikeluarkan dealer sehubungan dengan standarisasi interior showroom yang ditentukan oleh Pemohon Banding kepada para dealer;
    bahwa sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-312/PJ.43/2004 tanggal 05 November 2004 tentang Permohonan Penegasan PPh Pasal 23 Atas Pemberian Fasilitas Dalam Bentuk Natura yang merupakan surat jawaban atas permohonan penegasan yang diajukan oleh Pemohon Banding (dahulu PT YYY) ditegaskan bahwa:
    1. Hubungan PT YYY dengan dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi tidak termasuk dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja atau antara pemberi jasa dengan pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 1 huruf c Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ/2001, melainkan hubungan dagang atau jual beli;
    2. Oleh karena itu pemberian fasilitas perlengkapan untuk keperluan standarisasi bengkel kepada dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi yang diberikan oleh PT YYY, bukan merupakan hadiah atau penghargaan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya, melainkan penggantian biaya fasilitas perlengkapan bengkel.
    Atas pemberian fasilitas perlengkapan bengkel tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21 (apabila dealer, sub dealer, agen resmi, dan bengkel resmi tersebut adalah Wajib Pajak Orang Pribadi).
    bahwa selain itu, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 antara lain menyebutkan bahwa:
    Butir (1):
    Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
    Butir (2):
    Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
    1) pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
    2) pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
    3) pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
    4) pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga."
    bahwa berdasarkan peraturan di atas, maka pada dasarnya penggantian biaya yang dikeluarkan dealer sehubungan dengan standarisasi interior showroom bukan merupakan objek pemotongan PPh karena hubungan antara Pemohon Banding dengan dealer, sub dealer, dan agen resmi tidak termasuk dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja atau antara pemberi jasa dengan pengguna jasa dan bukan merupakan hadiah atau penghargaan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya melainkan pembayaran penggantian (reimbursement) biaya sehubungan dengan standarisasi interior showroom yang telah dibayarkan oleh dealer, sub dealer, dan agen resmi kepada supplier/vendor ataupun merupakan pembayaran atas pembelian material sehubungan dengan standarisasi interior showroom;
    bahwa dengan demikian, maka biaya Standard. Dealer (C/S)-Material bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    5) bahwa biaya pembayaran premi asuransi atas pengiriman unit kendaraan bermotor yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    6) bahwa biaya jasa kurir atas pengiriman barang yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    7) bahwa pemberian potongan harga (diskon) tambahan yang diberikan kepada dealer yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
    8) bahwa jurnal penyesuaian (mutasi sisi debet) atas pencatatan Pendapatan Jasa Manajemen;
    bahwa Pemeriksa memperhitungkan objek PPh Pasal 23 atas mutasi debet akun Pendapatan Jasa Manajemen. Adapun mutasi debet tersebut merupakan pencatatan jurnal penyesuaian atas pendapatan jasa manajemen yang diterima oleh Pemohon Banding dan bukan merupakan pencatatan biaya jasa manajemen sehingga seharusnya bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
  3. bahwa selain itu atas rekapitulasi koreksi yang diberikan Pemohon Banding dapat ditelusuri (ditrasir) terhadap dokumen pendukung berupa voucher dan lampirannya berdasarkan keterangan nomor voucher yang tercantum di dalam rekapitulasi koreksi yang diberikan;
  4. bahwa berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka koreksi koreksi objek PPh Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187,00 tersebut seharusnya dibatalkan;
bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan Pemohon Banding di atas, maka perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang seharusnya adalah sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak cfm KEP-1291/WPJ.19/2012 Rp 373.664.863.687
Koreksi yang seharusnya dibatalkan Rp 354.073.905.187
Dasar Pengenaan Pajak yang seharusnya Rp  19.590.958.500
PPh Pasal 23 yang terutang Rp    2.260.882.797
Kredit Pajak :
-    Setoran masa Rp   2.260.882.797
Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp                        0
Sanksi administrasi:
-    Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp                        0
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp                        0
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014, Tanggal 14 Oktober 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1291/WPJ.19/2012 tanggal 10 Oktober 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Maret 2010 Nomor 00014/203/10/091/11 tanggal 19 Juli 2011, atas nama: PT XXX, NPWP 01.XXXX (d.h. 01.371.339.1-091.000), Alamat: Jl. MMM Kav. Y, Wisma D Lt.Y, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur 13xxx, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak Rp 19.590.958.500,00
PPh Pasal 23 yang terutang Rp   2.260.882.797,00
Kredit Pajak Rp   2.260.882.797,00
Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp                        0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014, Tanggal 14 Oktober 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 3 November 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-174/PJ./2015, Tanggal 13 Januari 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 27 Januari 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 27 Januari 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 27 Maret 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 24 April 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014 Tanggal 14 Oktober 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014Tanggal 14 Oktober 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undangundang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014Tanggal 14 Mei 2014, atas nama PT. XXX(Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat nomor P.1742/PAN.Wk/2014 tanggal28 Oktober 2014dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal6November 2014sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201411060327.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.56104/PP/M.XIIIA/12/2014Tanggal 14 Oktober 2014ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
    Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp354.073.905.187,00yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajaksebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 32:
      bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 jo. Butir 2 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 terhadap pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material tidak termasuk penghasilan bruto sehingga atas pembayaran tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
      bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dikemukakan di atas maka pembayaran yang merupakan objek PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut :
      - Dari Biaya Usaha
      Alat Tulis dan Perlengkapan Kantor 773400 Cetak/5tensil/Foto Copy 2,640,000
      Jasa Tenaga Ahli 772300 Jasa Konsultan 1,339,704,000
      Lain-lain 772600 Jasa Organisasi 98,000,000
      772900 Jasa Lainnya 18,162,600
      779400 Sewa Perlengkapan dan Peralatan 3,520,000
      751420 Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan (Jasa) 59,037,186
      Penelitian dan Pengembangan 755100 Penelitian dan Pengembangan Produk 18,000,000
      Pengepakan dan Pengiriman 765120 Pengiriman (Jasa) 2,782,949,550
      Promosi dan Iklan 761120 Pameran/Publisitas (Jasa) 3,328,396,950
      762120 Pemasangan Iklan di Media t.tronik (Jasa) 3,458,098,755
      762220 Pemasangan Iklan di Media Cetak (Jasa) 4,231,937,349
      762320 Papan Iklan (Jasa) 1,648,919,217
      762420 Bahan Pendukung Promosi (Jasa) 1,248,964,283
      762520 Standard Dealer (C/S) - Jasa 2,222,640,029
      763120 Pelayanan Purna Jual (Jasa) 241,300,406
      764120 Warranty Claim Lokal (Jasa) 104,713,645
      Beban Bunga Lainnya 821101 Biaya Bunga Pinjaman 6,512,298,766
      821201 Biaya Bunga Lainnya      208,864,146
      J u m l a h 27,528,146,882
      bahwa Majelis berpendapat atas pembayaran yang merupakan obyek PPh Pasal 23 sebesar Rp27.528.146.882,00 sudah termasuk dalam obyek PPh Pasal 23 yang telah dilaporkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp47.127.596.783,00;
      bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp354.073.905.187,00 tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2. 1. Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
      Pasal 76
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Penjelasan Pasal 76
      Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
      Pasal 78
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      Penjelasan Pasal 78
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan Pasal 91 huruf c dan huruf e :
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
      c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c;
      e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
      2. 2. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 28 ayat (11):
      Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan Wajib Pajak badan.
      Pasal 29 ayat (1):
      Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
      Pasal 29 ayat (3):
      Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
      1. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
      Pasal 29 ayat (3a) :
      Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.
      2. 3.  Bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36Tahun 2008 (selanjutnya disebut dengan UU PPh), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 23 ayat (1):
      Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
      1. sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
        1. dividen;
        2. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
        3. royalti;
        4. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 aya (1) huruf e;
      2. sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;
      3. sebesar 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas :
        1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
        2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
      2.4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-UndangNomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1 ayat (1):
      Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
      2.5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009, mengatur sebagai berikut:
      Butir 1
      Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imhalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
      Butir 2
      Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dlmaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha letap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
      1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, herdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
      2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
      3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
      4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yailu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
    3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajaksebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
      3. 1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi PPh Pasal 23 berdasarkan ekualisasi dengan PPh Badan dimana dalam PPh Badan terdapat biaya-biaya terkait dengan jasa pemasangan, jasa promosi dan iklan, jasa tenaga ahli, jasa manajemen, biaya bunga, dan sewa peralatan kantor yang merupakan objek PPh Pasal 23 dan tidak didukung oleh bukti;
      3. 2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan koreksi tersebut karena atas objek PPh Pasal 23 sebesar Rp 354.073.905.187,00 tidak seluruhnya merupakan permintaan penggantian biaya promosi yang dilakukan oleh dealer kepada Termohon Peninjauan Kembali;
      3. 3. Bahwa dengan demikian materi sengketa adalah uji bukti atas biaya pada laporan keuangan PPh badan sebesar Rp 354.073.905.187,00 apakah termasuka dalam objek pajak yang dikenakan PPh Pasal 23;
      3. 4. Bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan yang terkait dengan materi sengketa adalah sebagai berikut:
      • Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :
        1. sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
          1. dividen;
          2. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
          3. royalti;
          4. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 aya (1) huruf e;
        2. sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;
        3. sebesar 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas :
          1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
          2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
      • Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaim