Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1639/B/PK/PJK/2016

Kategori : KUP

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39308/PP/M.XV/13/2012 Tanggal 23 Juli 2012, yang telah berke


 

PUTUSAN
Nomor 1639/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1647/PJ/2012 tanggal 19 Oktober 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

XXX Ltd., beralamat di Gedung R, Jalan YYY Kav.B, Jakarta Selatan 12xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39308/PP/M.XV/13/2012 Tanggal 23 Juli 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
  1. Terpenuhinya Syarat Formal Pengajuan Permohonan Banding
    Bahwa dalam pengajuan permohonan banding ini, Pemohon Banding telah secara sah dan meyakinkan memenuhi setiap syarat-syarat formil pengajuan permohonan banding sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut:
    1. Persyaratan Kewenangan Pengadilan Pajak
      Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan 6 Undang-Undang KUP serta Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dalam hal banding, Pengadilan Pajak mempunyai wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak atas keputusan keberatan yang ditetapkan oleh Terbanding;
      Bahwa dalam hal ini, keputusan keberatan sebagai mana diterangkan diatas, adalah Keputusan Keberatan yang telah ditetapkan oleh Terbanding melalui Keputusan Terbanding Nomor : KEP-113/P J/2011 tanggal 13 Juni 2011 dan Keputusan Keberatan itu pula yang saat ini Pemohon Banding ajukan kepada Pengadilan Pajak untuk diperiksa dan diputus;
      Bahwa dengan demikian, syarat kewenangan Pengadilan Pajak telah dipenuhi dengan sah dan meyakinkan;
    2. Persyaratan Administratif Lainnya
      Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 3, 5, dan 6 Undang-Undang KUP serta Pasal 35, 36, dan 37 Undang-Undang Pengadilan Pajak, ada beberapa syarat administratif yang harus dipenuhi sehubungan dengan pengajuan permohonan banding, sebagai berikut:
      1. Permohonan Banding diajukan secara tertulis, dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dan dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut;
        Bahwa permohonan banding yang disampaikan oleh Pemohon Banding ini telah dibuat dan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan memuat alasan yang jelas (sebagaimana Hakim Pengadilan Pajak yang mulia dapat lihat dalam bagian selanjutnya dalam permohonan banding ini) dan juga telah dilampiri dengan salinan dari surat Keputusan Keberatan yang bersangkutan;
      2. Permohonan Banding telah diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima;
        Bahwa keputusan keberatan dikeluarkan oleh Terbanding pada tanggal 13 Juni 2011 dan seandainya Keputusan Keberatan tersebut dikirim dan diterima pada tanggal yang sama dengan tanggal penerbitannya (yakni 13 Juni 2011) maka jatuh tempo masa 3 bulan-nya adalah 12 September 2011;
        Bahwa dalam hal ini, Permohonan Banding ini Pemohon Banding ajukan pada tanggal 09 September 2011, secara jelas dan meyakinkan jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima belum lewat;
      3. Permohonan Banding diajukan terhadap 1 (satu) keputusan keberatan;
        Bahwa permohonan banding ini diajukan oleh Pemohon Banding hanya terhadap 1 (satu) keputusan keberatan, yakni atas keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Terbanding melalui Keputusan Terbanding Nomor : KEP-113/PJ/2011 tanggal 13 Juni2011;
      4. Kewajiban pembayaran jumlah pajak terhutang sebesar 50% (lima puluh persen)
        Bahwa sebelum Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Keberatan, Pemohon Banding telah membayar sebagian pajak yang kurang dibayar menurut Keputusan Terbanding Nomor : KEP-113/P J/2011 tanggal 13 Juni 2011 sebesar Rp.847.990.271,00 pada tanggal 24 Maret 2011;
      5. Pengajuan Permohonan Banding oleh wajib Pajak;
        Bahwa dalam hal ini, pengajuan Permohonan Banding dilakukan oleh Pemohon Banding sendiri sebagai Wajib Pajak, sebagaimana terlihat dalam kata pengantar / pembuka dari surat Permohonan Banding ini;
        Bahwa dengan demikian, segenap syarat administratif sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dipenuhi dengan sah dan meyakinkan;
  2. Latar Belakang Pengajuan Banding
    1. Bahwa Terbanding telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor : 00005/204/07/081/10 tanggal 06 Juli 2010 yang menetapkan bahwa terdapat PPh Pasal 26 kurang bayar sebesar Rp.847.990.271,00, dengan perincian sebagai berikut:
      Keterangan Jumlah Menurut – Rp.
      SPTWP Pemeriksa Koreksi
      Dasar Pengenaan 69.565.455.450 72.430.287.445 2.864.831.995
      PPh Pasal 26 Terutang 9.739.163.763 10.312.130.162 572.966.399
      Kredit Pajak 9.739.163.763 9.739.163.763 0
      Pajak yang kurang dibayar 0 572.966.399 572.966.399
      Sanksi administrasi
      -Bunga Pasal 13(2)
      0 275.023.872 275.023.872
      KUP
      Jumlah yang masih harus dibayar 0 847.990.271 847.990.271
    2. Bahwa atas SKPKB Nomor : 00005/204/07/081/10 tanggal 06 Juli 2010 tersebut, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan melalui surat tanggal 28 September 2010 dan diterima oleh Terbanding pada tanggal 30 September 2010;
    3. Bahwa atas permohonan keberatan tersebut, Terbanding menerbitkan jawaban berupa Keputusan Terbanding Nomor : KEP-113/PJ/2011 tanggal 13 Juni 2011 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor : 00005/204/07/081/10 tanggal 06 Juli 2010, yang isinya adalah sebagai berikut:
      Uraian Semula Ditambah / (dikurangkan) Menjadi (Rp)
      Dasar Pengenaan Pajak 72.430.287.445 0 72.430.287.445
      PPh Terutang 10.312.130.162 0 10.312.130.162
      Kredit Pajak 9.739.163.763 0 9.739.163.763
      Kompensasi tahun / masa sebelumnya 0 0 0
      PPh Kurang (Lebih) Bayar 572.966.399 0 572.966.399
      Sanksi administrasi 275.023.872 0 275.023.872
      Jumlah Pajak Yang Masih Harus dibayar 847.990.271 0 847.990.271
  3. Alasan Banding
    Banding Atas Dasar Pengenaan Pajak Koreksi Yang Dipertahankan sebesar Rp.2.854.831.995,00
    Alasan Terbanding
    Bahwa Terbanding telah mempertahankan DPP koreksi sebesar Rp.2.864.831.995,00 terhadap transaksi yang berhubungan dengan alokasi biaya kantor pusat (Parent Company Overhead / PCO);
    Bahwa menurut pendapat Terbanding, biaya tersebut di atas merupakan biaya yang merupakan objek PPh Pasal 26;
    Bahwa Terbanding juga mengemukakan pembayaran / pembebanan biaya atas jasa dalam biaya overhead, technical assistance dan biaya lain yang dibebankan ke kantor pusat tetap dikenakan PPh Pasal 26 dan mekanisme pajak ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Surat Menteri Keuangan Nomor : S-604/MK.017/1998 tidak melalui mekanisme penerapan ketentuan perpajakan, melainkan melalui mekanisme lain yang akan dilaksanakan oleh DJLK / DJA;
    Bahwa Terbanding juga menetapkan bahwa kantor pusat dari Pemohon Banding adalah YYY Holding yang berlokasi di Bermuda, dan dengan demikian maka Pemohon Banding tidak dapat menerapkan P3B antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk transaksi tersebut;
    Penjelasan Pemohon Banding
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas pendapat Terbanding diatas, dengan alasan sebagai berikut:
    1. Conoco Phillips Indonesia Holding BV bukanlah Kantor Pusat dari Pemohon Banding;
      Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Terbanding yang telah secara sepihak menyatakan bahwa YYY Holding
      BVI lah yang menjadi Kantor Pusat dari Pemohon Banding;
      Bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding sampaikan kepada Terbanding, YYY Holding BVI merupakan shareholder dari Pemohon Banding, namun demikian, yang bertindak sebagai Kantor Pusat dari Pemohon Banding dan YYY Holding BVI adalah YYY Company, yang berdomisili di Amerika Serikat;
      Bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding ingin menegaskan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara pengertian pemegang saham dan kantor pusat dimana pengertian kantor pusat hendaknya tidak diartikan secara sempit sebagai pemegang saham saja, karena hal tersebut tidak sesuai dengan substansi pengertian alokasi biaya kantor pusat, yang terjadi dalam rangka menunjang operasi cabang-cabangnya, termasuk Pemohon Banding;
      Bahwa dalam kasus ini, tagihan sehubungan dengan dengan alokasi biaya kantor pusat (Parent Company Overhead/PCO) yang disampaikan kepada Pemohon Banding merupakan tagihan yang berasal dari ConocoPhillips Company selaku kantor pusat dari Pemohon Banding;
      Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka seharusnya ketentuan P3B antara Indonesia dan Amerika Serikat dapat dipergunakan, dan apabila ConocoPhilips Company berhak atas perlindungan pajak yang disediakan oleh P3B antara Indonesia dan Amerika Serikat maka Pajak Penghasilan Pasal 26 yang ditanggung Pemerintah tersebut seharusnya dikenakan dengan tarif 0%;
    2. Pemohon Banding bukan merupakan Penanggung Pajak Bahwa tanpa mengurangi bobot penjelasan Pemohon Banding diatas, bahkan seandainya bila Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi yang berhubungan dengan alokasi biaya kantor pusat (Parent Company Overhead/PCO) dikenakan tarif normal (20%), maka sesuai dengan penegasan yang diberikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 24 November 1998, Pajak yang terhutang tersebut bukan merupakan tanggung jawab Pemohon Banding melainkan merupakan tanggung jawab Pemerintah Republik Indonesia c.q. Presiden Republik Indonesia c.q. Menteri Keuangan c.q. Dirjen Lembaga Keuangan (sekarang disebut Dirjen Anggaran);
Bahwa bersama ini Pemohon Banding sampaikan kutipan Surat Menteri Keuangan kepada Direktur Utama Pertamina Nomor : S-604/MK.017/1998 (selanjutnya disebut sebagai "S604/1998") tertanggal 24 November 1998 sebagai berikut:
  1. Terhadap overhead, technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 
  2. Pajak sebagaimana dijelaskan pada butir (1) di atas ditanggung oleh Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan."
Bahwa berkaitan dengan hal ini, maka Pemohon Banding berpendapat bahwa atas Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang seharusnya tidak ditagihkan kepada Pemohon Banding, melainkankan kepada Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan / DJLK (sekarang menjadi Direktorat Jenderal Anggaran / DJA);

Bahwa sehubungan dengan S-604/1998 tersebut, telah terjadi banyak pertemuan teknis yang melibatkan beberapa pihak, diantaranya adalah:
  • Dirjen Lembaga Keuangan / Dirjen
  • Anggaran; Dirjen Pajak;
  • KPP Wajib Pajak Besar Satu;
  • Kepala Bidang Evaluasi Kebijakan Pendapatan Negara;
  • BP Migas; dan,
  • Perwakilan Kontraktor Kontrak Kerjasama/KKKS;
Bahwa dalam pertemuan-pertemuan tersebut, selalu terdapat konfirmasi Bahwa pajak-pajak yang timbul sehubungan dengan biaya overhead, biaya technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing merupakan tanggung jawab Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dirjen Lembaga Keuangan / Dirjen Anggaran;

Bahwa tidak pernah ada satupun sanggahan atau penolakan mengenai ketentuan bahwa pajak tersebut ditanggung oleh Pemerintah, bahkan Terbanding pun setuju mengenai hal tersebut;

Bahwa dengan demikian, seharusnya Terbanding tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan menujukannya kepada Pemohon Banding karena sudah jelas bahwa apabila ada pajak yang timbul sehubungan dengan biaya overhead, biaya technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing merupakan tanggung jawab Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dirjen Lembaga Keuangan / Dirjen Anggaran;

Bahwa kalaupun Terbanding tetap ingin menerbitkan Surat Ketetapan Pajak maka seharusnya tidak ditujukan kepada Pemohon Banding karena Pemohon Banding bukan penanggung pajak;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39308/PP/M.XV/13/2012 Tanggal 23 Juli 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding tehadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-113/PJ/2011 tanggal 13 Juni 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari – Desember 2007 Nomor : 00005/204/07/081/10 tanggal 06 Juli 2010, atas nama : XXX (South Jambi) Ltd, NPWP 01.xxx, beralamat di Gedung R, Jalan YYY Kav.B, Jakarta Selatan 12xxx, sehingga Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari-Desember 2007 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak/DPP Rp.69.565.455.450,00
Pajak Terutang Rp. 9.739.163.763,00
Kredit Pajak Rp. 9.739.163.763,00
Pajak yang kurang dibayar Rp. 0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39308/PP/M.XV/13/2012 Tanggal 23 Juli 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 7 Agustus 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1647/PJ/2012 tanggal 19 Oktober 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 31 Oktober 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 31 Oktober 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 26 Desember 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 Februari 2013;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp. 2.864.831.995,00
  2. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp. 2.864.831.995,00
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
      Halaman 27 Alinea ke-1 s.d Alinea ke-4
      “Bahwa Majelis berpendapat akun overhead from abroad adalah akun pembebanan biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap;”
      “Bahwa besarnya pembebanan biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan kepada Pemohon Banding adalah maximal 2% dari total expenditure;”
      “Bahwa pembebanan biaya administrasi kantor pusat yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah berdasarkan perhitungan total expenditure atau di deem dari total expenditure;”
      “Bahwa Majelis berpendapat tidak ada objek PPh Pasal 26 dalam pembebanan biaya kantor pusat yang dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp.2.864.831.995,00 tidak dapat dipertahankan;”
      Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39308/PP/M.XV/13/2012 tanggal 23 Juli 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku terkaittentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp.2.864.831.995,000yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
    2. Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1)
      “Alat bukti dapat berupa:
      a. Surat atau tulisan;
      b. Keterangan ahli;
      c. Keterangan para saksi;
      d. Pengakuan para pihak; dan/atau
      e. Pengetahuan Hakim
      Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
    3. Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
      Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
    4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan Hakim.”
      Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
    5. Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, menyatakan :
      Pasal 26 ayat (1)
      Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
      1. Dividen;
      2. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
      3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
      4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
      5. Hadiah dan penghargaan;
      6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
    6. Bahwa Surat Menteri Keuangan kepada Direktur Utama Pertamina No. S-604/MK.017/1998 (selanjutnya disebut sebagai "S-604/1998) tertanggal 24November 1998 menjelaskan sebagai berikut:
      1. Terhadap overhead, technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak productionsharing dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
      2. Pajak sebagaimana dijelaskan pada butir (1) di atas ditanggung oleh Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat JenderalLembaga Keuangan."
    7. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.39308/PP/M.XV/13/2012 tanggal 23 Juli 2012serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
      7. 1. Bahwa sengketa koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp.2.864.831.995,000 terkait dengan sengketa yuridis;
      7. 2. Bahwa koreksi DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp.2.864.831.995,000 merupakan biaya Overhead From Abroad yang merupakan biaya Overhead yang dibebankan oleh kantor pusat kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang mencakupbiaya Science and Technical Services serta biaya administrasi;
      7. 3. Bahwa pembebanan biaya administrasi tersebut merupakan pembebanan jasa yang dilakukan di luar negeri dan dimanfaatkan di wilayah pabean Indonesia, maka atas transaksi tersebut terutang PPhPasal 26;
      7. 4. Bahwa sesuai S-604/MK.017/1998 tanggal 24 November 1998 pajak yang terutang dari transaksi di atas ditanggung pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal LembagaKeuangan (DJLK);
      7. 5. Bahwa berdasarkan Surat Menteri Keuangan tersebut Kontraktor Production sharing diminta untuk menyampaikan bahan-bahan serta dokumen yang berhubungan dengan pengenaan pajak-pajak tersebutkepada DJLK;
      7. 6. Bahwa sampai dengan laporan hasil pemeriksaan disusun, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan bahwa dokumen-dokumen telah diserahkan kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi terhadap biaya-biaya Overhead tersebut sebagai Objek PPh Pasal26;
      7. 7.  Berdasarkan hal tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat:
      • Biaya Overhead yang dibebankan oleh kantor pusat kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Terutang PPh Pasal 26;
      • Bahwa oleh karena terutang PPh Pasal 26 maka sesuai dengan UU PPh Pasal 26 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) harus melakukan pemotongan pajak sebesar 20% dari transaksi pembayaran biaya overhead tersebut untuk memenuhi kewajiban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai pemotong PPh Pasal 26. hal ini juga telah sesuai dengan PSC Clause-Taxation yaitu bahwa KPS Wajib mematuhi persyaratan dalam Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya, terutama yang berkaitan dengan memasukkan SPT, menghitung dan menyetor pajak, membuat dan menyimpan pembukuan/catatan. Akan beda halnya apabila transaksi tersebut tidak terutang maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak berkewajiban untuk memotong dan melaporkan PPh tersebut.
      • Dalam UU PPh dan peraturan pelaksanaanya tidak terdapat ketentuan yang mengatur bahwa pajak atas biaya-biaya yang disengketakan ditanggung pemerintah.
      • Tidak terdapat ketentuan peraturan perpajakan yang mengatur Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak wajib melakukan pemotongan atas transaksi tersebut.
      • Tidak terdapat ketentuan peraturan perpajakan yang mengatur bahwa atas transaksi yang terutang pajak tersebut tidak dapat diterbitkan surat ketetapan pajak.
      • Bahwa adapun mekanisme pajak yang ditanggung oleh Pemerintah
        sesuai dengan Surat Menteri Keuangan kepada Direktur Utama Pertamina No. S-604/MK.017/1998 atas PPh Pasal 26 tersebut adalah merupakan mekanisme/ tata cara penyelesaian pajak yang menjadi kewajiban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu diantaranya (sesuai dengan alternative yang ditawarkan DJLK):
        1. Mekanisme pajak ditanggung pemerintah melalui mekanisme penganggaran
        2. Dilakukan reimbursement seperti perpajakan lainnya atau
        3. Tagihan dibebankan pada Cost recovery.
      7. 8. Bahwa terkait pemotongan PPh 26 menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Transaksi biaya Overhead From Abroad terutang PPh Pasal 26 sebesar 20% karena transaksi dilakukan dengan WPLN yang kedudukannya di negera Bermuda sehingga tidak terdapat ketentuan P3B, sedangkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat transaksi dengan USA sebagai kantor pusat sehingga kalaupun terutang namun tariff yang berlaku adalah 0%;
    8. Bahwa atas sengketa tersebut telah diuraikan dalam penelitian keberatan maupun dalam uraian banding Pemohon Peninjauan Kembali (semulaTerbanding) sbb:
      8. 1.  Berdasarkan Berita Acara Pembahasan Sengketa Pajak dengan Pemohon Banding nomor BA-300/PJ.07/2010 tanggal 23 Desember 2010, Pemohon Banding memberikan penjelasan sebagai berikut:
      • Pemohon Banding melakukan pembebanan Biaya Overhead from Abroad sesuai dengan surat dari direktur Pertamina nomor 947/c.0000/81 tanggal 5 Juni 1981 mengenai Home Office Overheaddi dalam PSC. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Biaya Overhead from Abroad dapat dialokasikan maksimal 2% dari semua biaya capital expenditure maupun operational expenditure yang dilaporkan dalam Financial Quarter Report (FQR). FQR tersebut ditinjau oleh BPMigas dan setiap tahun atas biaya cost recovery juga telah dilakukan audit oleh BPKP dan BPMigas;
      • Biaya tersebut hanya merupakan alokasi dan tidak ada pembayaran kepada pihak manapun sehingga Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti-bukti pendukung pengeluaran atas Biaya Overhead from Abroad kepada Terbanding;
      8. 2. Berdasarkan hasil pembahasan sengketa pajak dengan Pemeriksa yang dituangkan dalam BA- 012/PJ.07/2011 tanggal 11 Januari 2011, Pemeriksa menyatakan bahwa:
      • Biaya Overhead form Abroad yang dibebankan oleh Pemohon Banding merupakan jasa-jasa yang terutang PPh Pasal 26 berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah ketiga kali dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000. Hal tersebut sejalan dengan surat dari Pertamina Nomor 947/C.000/81 tanggal 5 Juni 1981, yang dilampirkan oleh Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan, yang menyatakan bahwa suatu operation selalu memerlukan pengelolaan suatu Kantor Pusat, termasuk jasa-jasa teknis guna menunjang operation tersebut. Biaya pengelolaan yang timbul karenanya, tentu dipikuloleh hasil operation tersebut.
      • Dalam proses pemeriksaan, Pemohon Banding tidak dapat memberikan perincian atas Biaya Overhead from Abroad tersebut sehingga Pemeriksa berpendapat bahwa Biaya Overhead from Abroad tersebut merupakan jasa-jasa teknis yang terutang PPh Pasal 26;
    9. Berdasarkan data-data dan dokumen-dokumen yang ada pada proses penyelesaian keberatan dan ketentuan perpajakan yang berlaku, disampaikan hal-hal sebagai berikut:
      Karakteristik Biaya Overhead from Abroad
      • Pemohon Banding membebankan adanya Biaya Overhead from Abroad dalam laporan keuangan sebesar Rp. 2.864.831.995,- berdasarkan surat dari direktur Pertamina nomor 947/C.0000/81 tanggal 5 Juni 1981 mengenai Home Office Overhead di Dalam PSC dengan alokasi biaya sebesar 2% dari total expenditure yang dicatat dalam dokumen FQR.
      • Dalam surat dari direktur Pertamina Nomor 947/c.0000/81 tanggal 5 Juni 1981 dinyatakan bahwa suatu operation selalu memerlukan pengelolaan suatu Kantor Pusat, termasuk jasa-jasa teknis guna menunjang operation tersebut. Biaya pengelolaan yang timbul karenanya, tentu dipikul oleh hasil operation tersebut. Berdasarkan penyataan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat jasa-jasa teknis dan jasa pengelolaan kantor pusat yang dibayarkan kepada home office dalam expenditure Pemohon Banding yang dicatat dalam dokumen FQR.
      • Dalam proses keberatan, Pemohon Banding tidak dapat memberikan breakdown atas Biaya Overhead from Abroad yang dibebankan oleh Pemohon Banding dengan alasan bahwa biaya tersebut hanya merupakan alokasi biaya dari home office sesuai dengan surat dari Direktur Pertamina nomor 947/c.0000/81 tanggal 5 Juni 1981 dan tidak ada realisasi pembayaran atas biaya tersebut sehingga tidak diketahui pihak mana yang memperoleh pembayaran/pembebanan/alokasi biaya-biaya tersebut;
      • Berdasarkan butir 1 Surat Menteri Keuangan Nomor S-604/MK.017/1998 tanggal 24 November 1998 dinyatakan bahwa terhadap overhead, technical services dan biaya administrasi yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing dikenakan pajak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
      • Dengan demikian, Terbanding berpendapat bahwa sepanjang Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan perincian biaya-biaya yang termasuk dalam biaya Overhead from Abroad, maka seluruh biaya overhead from abroad tersebut merupakan jasa-jasa teknis dan jasa pengelolaan kantor pusat yang dibayarkan kepada home office, yang merupakan subjek pajak luar negeri sehingga terutang PPh Pasal 26 berdasarkan ketentuan Pasal 26 UU PPh;
        Penentuan Home Office
      • Bahwa Struktur Organisasi PB adalah sbb :
      • Berdasarkan struktur organisasi Pemohon Banding yang diberikan pada proses keberatan diketahui bahwa Pemohon Banding adalah BUT dari XXX (South Jambi) Ltd yang berlokasi di Bermuda dan pihak yang terikat dalam penandatanganan Kontrak KPS Blok Corridor adalah XXX (South Jambi) Ltd. yang berlokasi di Bermuda. Dengan demikian XXX (South Jambi) Ltd (Bermuda) merupakan entitas yang berdiri sendiri;
      • Dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007 yang disampaikan oleh Pemohon Banding ke KPP Badora Dua dengan Lembar Pengawasan Arus Dokumen Nomor S-00009113/PPWPUSD/WPJ.07/KP.10037 tanggal 27 Maret 2008, Pemohon Banding menginformasikan bahwa negara domisili kantor pusat Pemohon Banding adalah Bermuda. Dengan demikian Pemohon Banding yang menegaskan sendiri bahwa negara domisili kantor pusat Pemohon Banding adalah Negara Bermuda bukan Delaware, Amerika Serikat sehingga Terbanding berpendapat bahwa yang menjadi home office (kantor pusat) Pemohon Banding adalah XXX (SouthJambi) Ltd Bermuda;
      • Hal tersebut di atas ditegaskan juga oleh Direktur Peraturan Perpajakan II melalui Nota Dinas nomor ND-159/PJ.033/2011 tanggal 26 Januari 2011 yang merupakan jawaban dari Nota Dinas nomor ND-15/PJ.07/2011 tanggal 7 Januari 2011, dengan pendapat sebagai berikut:
        a) Sepanjang YYY Company (Delaware) merupakan entitas yang didirikan dan berkedudukan di Amerika Serikat berdasarkan ketentuan yang berlaku di negara tersebut dan XXX (South Jambi) Ltd. Bermuda merupakan entitas yang didirikan dan berkedudukan di Bermuda berdasarkan ketentuan yang berlaku di negara tersebut, maka XXX Company (Delaware) dan XXX (South Jambi) Ltd. Bermuda masing-masing merupakan entitas (badan hukum) terpisah yang berdiri sendiri;
        b) Sepanjang Wajib Pajak merupakan cabang perusahaan atau kantor perwakilan atau wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi dari XXX (South Jambi) Ltd. Bermuda, maka home office (kantor pusat) Wajib Pajak adalah XXX (South Jambi) Ltd. Bermuda;
        c) Mengingat SPT Tahunan adalah sarana Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan pelaporan secara self assessment, maka informasi yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Badan yaitu bahwa negara domisili kantor pusat Wajib Pajak adalah Bermuda, menguatkan pendapat bahwa kantor pusat Wajib Pajak adalah XXX (South Jambi) Ltd. Bermuda.
      • Untuk menentukan P3B mana yang akan digunakan atas jasa tersebut, tidak dapat digunakan prinsip beneficial owner, karena prinsip tersebut hanya diterapkan atas penghasilan passive income berupa dividen, bunga dan royalti. Objek PPh pasal 26 yang disengketakan tersebut adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima home office dan menjadi penghasilan home office yaitu XXX (South Jambi) Ltd. (Bermuda), selaku pihak yang terikat Kontrak Production Sharing. Oleh karena home office (kantor pusat) Pemohon Banding berada di negara Bermuda, bukan Delaware, Amerika Serikat, maka COD XXX Company dari Pejabat yang berwenang di Amerika Serikat dan P3B antara Indonesia - Amerika tidak berlaku. Karena tidak terdapat P3B antara Indonesia dengan Bermuda/ maka terhadap transaksi di atas tetap berlaku ketentuan perpajakan domestik Indonesia. Dengan demikian, atas objek tersebut tetap terutang PPh Pasal 26 berdasarkan ketentuan Pasal-2& UU PPh.
        Pelaksanaan Pajak Ditanggung Pemerintah
      • Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-604/MK.017/1998 tanggal 24 November 1998 dinyatakan juga bahwa Pajak sebagaimana dijelaskan pada butir (1), ditanggung oleh Pemerintah yang pelaksanaannyadilakukan oleh Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan;
      • Berdasarkan dokumen yang diberikan Pemohon Banding dalam proses keberatan berupa surat dan notulen rapat, diketahui bahwa terdapat beberapa aiternatif tindak lanjut atas permasalahan pajak atas antara lain :
        a) Mekanisme pajak ditanggung pemerintah melalui mekanisme penganggaran
        b) Dilakukan reimbursement seperti perpajakan lainnya atau
        c) Tagihan dibebankan pada cost recovery.
      • Berdasarkan ketentuan perpajakan, tidak terdapat ketentuan pelaksanaan yang mengatur pelaksanaan pajak atas biaya Overhead from Abroad' yang ditanggung pemerintah.
    10. Bahwa berdasarkan uraian di atas, dalam Surat Permintaan Untuk Hadir (SPUH) Nomor S-2601/PJ.07/2011 tanggal 20 April 2011, Terbanding berpendapat bahwa alasan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Halaman 18 dari 22 halaman Putusan Nomor 1639 B/PK/PJK/2016 Banding tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan koreksi Pemeriksa telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan menolak keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding;
    11. Berdasarkan Berita Acara Pembahasan Sengketa Pajak dengan Pemohon Banding Nomor BA- 300/PJ.07/2010 tanggal 23 Desember 2010, Pemohon Banding memberikan penjelasan bahwa biaya tersebut hanya merupakan alokasi dan tidak ada pembayaran kepada pihak manapun, namun di dalam surat banding Pemohon Banding menyatakan dalam kasus ini, tagihan sehubungan dengan dengan alokasi biaya kantor pusat (Parent Company Overhead/PCO) yang disampaikan kepada Pemohon Banding merupakan tagihan yang berasaI dari XXX Company selaku kantor pusat dari Pemohon Banding. Menurut Terbanding terdapat pernyataan yang berbeda yang disampaikan Pemohon Banding dimana tidak ada pembayaran kepada pihak manapun namun terdapat tagihan dari kantor pusat Pemohon Banding. Adanya tagihan akan menimbulkan adanya suatu pembayaran.
    12. Bahwa pernyataan majelis yang berpendapat “bahwa akun overhead from abroad adalah akun pembebanan biaya administrasi kantor pusat” dan “tidak ada objek PPh Pasal 26 dalam pembebanan biaya kantor pusat yangdilakukan oleh Pemohon Banding“ telah mengabaikan :
      1. Bahwa dalam proses pemeriksaan s.d. persidangan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan breakdown atas biaya Overhead from Abroad yang dibebankan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan alasan bahwa biaya tersebut hanya merupakan alokasi biaya dari home office sesuai dengan surat dari direktur Pertamina Nomor 947/c.0000/81 tanggal 05 Juni 1981 dan tidak ada realisasi pembayaran atas biaya tersebut.
      2. Bahwa bukti pembayaran overhead yang timbul dari kantor pusat tetap diperlukan untuk meyakini kebenaran biaya overhead tersebut, sehingga diketahui biaya tersebut dibayarkan kepada siapa, karena kalau timbulnya biaya tersebut bukan karena kegiatan yang dilakukan sendiri oleh kantor pusat melainkan karena adanya pembayaran kepada pihak ketiga maka seharusnya atas overhead tersebut harus dipotong PPh Pasal 26 karena pajak tersebut bukan beban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Kantor Pusatnya.
      3. Bahwa pemeriksaan tim BPKP, BP Migas merupakan pemeriksaan untuk menguji kebenaran overhead yang dibebankan di laporan keuangan sehubungan dengan kontrak bagi hasil (untuk menguji apakah biaya overhead yang dibebankan tidak melebihi 2% dari biaya operasi sesuai dengan ketentuan) bukan termasuk untuk menguji timbulnya biaya tersebut dibayarkan ke pihak lain atau bukan yang berakibat adanya potensi PPh 26 atau tidak karena domain pemeriksaan kewajiban PPh 26 adalaah dipihak DJP (Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)).
      4. Surat bantahan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Nomor GB-COJF-VEN-L-00444 tanggal 25 Januari 2012 menyatakan “Dengan demikian seharusya Terbanding tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan menunjukannya kepada Pemohon Banding karena sudah jelas bahwa apabila ada pajak yang timbul sehubungan dengan biaya overhead, biaya technical services dan biaya timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing merupakan tanggung jawab Pemerintah yang pelaksanaanya dilakukan oleh DJLK.”, dari pernyataan tersebut tersirat adanya pengakuan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sendiri yaitu atas obyek tersebut memang terutang pajak (PPh 26);
    13. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa putusan Majelis yang membatalkan Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp. 2.864.831.995,000 telah mengabaikan ketentuan perpajakan yang berlaku dan tidak sesuai dengan amanat Pasal 78 UU Pengadilan Pajak.
    14. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo sepanjang mengenai sengketa Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp. 2.864.831.995,000 tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39308/PP/M.XV/13/2012 tanggal 23 Juli 2012 menyangkut sengketa Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp. 2.864.831.995,00 harus dibatalkan.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-113/PJ/2011 tanggal 13 Juni 2011, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 Nomor : 00005/204/07/081/10 tanggal 06 Juli 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 01.069.623.5-081.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 sebesar Rp2.864.831.995,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Pemohon Banding sekarang Termohon Peninajauan Kembali dalam Banding telah menyerahkan bukti pendukung yang memadai (P-4, P-5, P-6 dan P-7) bahwa pembebanan biaya Overhead From Board merupakan tagihan biaya administrasi operasi kantor pusat sebesar maksimal 2% dari total expenditure adalah merupakan kewajaran dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninajauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. CCC, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, AAA, S.H., M.Hum. dan BBB, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :

ttd./
AAA, S.H., M.Hum.

ttd./
BBB, S.H., M.H.

Ketua Majelis,

ttd./
Dr. CCC, S.H., M.S.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./
DDD, S.H.



Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx