Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1640/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPh Pasal 26

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39400/PP/M.I/13/2012, Tanggal 25 Juli 2012 yang telah berkek


 

PUTUSAN
Nomor 1640/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1876/PJ/2012 bertanggal 5 Desember 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. XXX, beralamat di Jalan DDD KM. Y Pasar Rebo, Jakarta 13xxx, diwakili oleh YYY selaku Finance and Admin Director;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39400/PP/M.I/13/2012, Tanggal 25 Juli 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2000, Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-266/WPJ.19/ BD.05/2010 tanggal 4 Juni 2010 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor : 00009/204/07/092/09 tanggal 16 April 2009 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007, yang diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 7 Juni 2010;

Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding
  1. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan: "Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak";
    Bahwa Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan : “Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak";
    Bahwa Surat Banding dalam Bahasa Indonesia diajukan Pemohon Banding terhadap Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak, dengan demikian Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan dan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
  2. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan menyatakan : "Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut";
    Bahwa Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan :
    "Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan";
    Bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat tiga bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang salinannya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding. Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat 3 UU KUP dan Pasal 35 ayat 2 UU Pengadilan Pajak;
  3. Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan : "Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)";
Bahwa Keputusan Keberatan menunjukkan pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 16.023.000.000,00. Sehubungan dengan persyaratan pengajuan permohonan banding, Pemohon Banding telah membayar pajak sebesar Rp16.023.000.000,00 pada tanggal 15 Mei 2009. Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat 4 UU Pengadilan Pajak;

Bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas Keputusan Keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh undang-undang khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) UU KUP dan Pasal 35 ayat (1) dan (2), dan Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak;

Aspek Material
Bahwa pada tanggal 16 April 2009, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar II (LTO II) telah menerbitkan SKPKB PPh Pasal 26 Nomor : 00009/204/07/092/09 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007, dengan perincian sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 349.316.168.235,00
PPh Terutang Rp. 46.428.898.011,00
Kredit Pajak (Rp. 35.228.898.011,00)
PPh Kurang/(Lebih) Bayar Rp. 11.200.000.000,00
Sanksi Administrasi Rp. 4.823.000.000,00
Pajak Penghasilan yang kurang dibayar Rp. 16.023.000.000,00

Bahwa pada tanggal 15 Mei 2009, Pemohon Banding telah melakukan pembayaran atas SKPKB PPh Pasal 26 sebesar Rp 16.023.000.000,00 melalui Surat Setoran Pajak dan telah dilaporkan ke KPP LTO II pada tanggal 19 Mei 2009;

Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar (LTO) II melalui Surat Nomor : 428/FFI/LTO/VI/09 tanggal 10 Juni 2009 yang diterima oleh KPP LTO II pada tanggal 9 Juni 2009;

Bahwa pada tanggal 4 Juni 2010, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Wajib Pajak Besar menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor : KEP-266/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 4 Juni 2010 yang menetapkan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPh Pasal 26 Nomor : 00009/204/07/092/09 tanggal 16 April 2009 dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
Dasar Pengenaan Pajak 
PPh Pasal 26 Terhutang
Kredit Pajak
349.316.168.235
46.428.898.011
(35.228.898.011)
-
-
-
349.316.168.235
46.428.898.011
(35.228.898.011)
PPh Kurang (Lebih) Bayar 
Sanksi Administrasi 
11.200.000.000
11.200.000.000
-
-
4.823.000.000
4.823.000.000
Jumlah PPh ymh (Iebih) dibayar 16.023.000.000 - 16.023.000.000

Bahwa selanjutnya, Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-266/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 4 Juni 2010 tersebut;

POKOK SENGKETA
Koreksi Positif atas pembayaran Dividen sebesar Rp. 112.000.000.000,00 Menurut Penelaah Keberatan/Pemeriksa:

Bahwa berdasarkan Surat Nomor S-1077/WPJ.19/2010 dari Kanwil DJP Wajib Pajak Besar tanggal 5 Juli 2010, bahwa penelaah keberatan tetap mempertahankan koreksi pemeriksa dengan alasan sebagai berikut:

Bahwa dasar untuk memotong PPh Pasal 26 bagi Pemohon Banding atas transaksinya dengan Wajib Pajak luar negeri adalah Surat Keterangan Domisili (SKD) yang masih berlaku, untuk menentukan P3B mana yang berlaku antara Indonesia dengan negara lain, kemudian menerapkan tarif yang telah ditentukan dalam P3B tersebut. Dengan demikian, asli SKD untuk masing - masing pihak yang bertransaksi dengan Pemohon Banding sudah dan harus dimiliki Pemohon Banding bahkan sebelum proses pemeriksaan;

Bahwa pada saat proses pemeriksaan, Pemohon Banding tidak dapat memberikan Surat Keterangan Domisili yang berlaku yang membuktikan bahwa ZZZ (Holding) PTE, LTD adalah penduduk negara Singapura. Lebih lanjut, Pemohon Banding juga tidak dapat membuktikan bahwa penerima dividen di Singapura adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan yang diterimanya (The Beneficial Owener);

Bahwa dengan demikian, tidak dapat diyakini bahwa Pemohon Banding telah membayarkan dividennya kepada Beneficial Owner yang merupakan penduduk dari negara Singapura, sehingga tarif PPh pasal 26 yang seharusnya diterapkan oleh Wajib Pajak adalah sebesar 20% sesuai dengan UU PPh;

Menurut Pemohon Banding

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi pihak penelaah keberatan/pemeriksa dengan penjelasan sebagai berikut:

Bahwa ZZZ (Holdings) PTE. LTD. adalah perusahaan yang berdomisili di Singapura, dimana hal tersebut dapat dibuktikan dengan akta pendirian perusahaan (Memorandum and Articles of Association) pada tanggal 11 September 2006;

Bahwa lebih lanjut, Pemohon Banding juga memiliki Sertifikasi Pendirian Perusahaan (Certificate Confirming Incorporation of Company) yang dikeluarkan oleh pihak berwenang di Singapura yaitu Accounting and Corporate Regulatory Authority pada tanggal 13 September 2006;

Bahwa berdasarkan Surat Penjelasan atas Surat Permohonan Pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Kanwil dengan Nomor Surat Nomor : 271/TAX/FFI/IV/09 tanggal 13 April 2009, Pemohon Banding telah melampirkan dokumen berupa Certificate of Residence ZZZ (Holdings) PTE. LTD yang dikeluarkan oleh Inland Revenue Authority of Singapore untuk Tahun Pajak 2008 dan 2009;

Bahwa dalam Tax Treaty Indonesia - Singapura, tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa fasilitas dalam Tax Treaty tidak dapat diberikan apabila tidak dapat menunjukan Surat Keterangan Domisili;

Bahwa berdasarkan pemahaman tersebut diatas, Pemohon Banding melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 26 sesuai dengan tarif Tax Treaty Indonesia - Singapura berdasarkan identitas Wajib Pajak Luar Negeri (ZZZ (Holdings) PTE. LTD) yang juga dapat diketahui dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam point 1 dan 2 diatas;

Bahwa selanjutnya, karena XXX (Holdings) PTE. LTD adalah merupakan tax resident di Singapura, maka atas pembayaran dividen dari PT XXX kepada Frisian Flag (Holdings) PTE. LTD adalah terhutang PPh Pasal 26 berdasarkan pasal 10 ayat 2 Tax Treaty Indonesia - Singapura yaitu sebesar 10% dari jumlah bruto;

Bahwa lebih lanjut, dalam proses keberatan, Pemohon Banding juga telah menyerahkan Surat Keterangan Domisili atas nama ZZZ (Holdings) PTE LTD untuk Tahun Pajak 2007 kepada penelaah keberatan berdasarkan tanda terima tanggal 24 Agustus 2009;

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat penelaah keberatan bahwa Pemohon Banding tidak dapat membuktikan bahwa penerima dividen di Singapura adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan yang diterimanya (The Beneficial Owner);

Bahwa penerapan tarif pemotongan dengan tarif 20% sesuai dengan ketentuan Undang-Undang domestik mengandung asumsi bahwa beneficial owner menurut DJP adalah wajib pajak yang berdomisili di Negara yang tidak mempunyai P3B dengan Indonesia. Dalam rangka penerapan P3B, koreksi yang dilakukan hanya berdasarkan asumsi tidak mempunyai dasar hukum;

Bahwa Istilah "beneficial owner" adalah istilah yang tidak diberi definisi di dalam P3B, namun demikian ini tidak berarti bahwa interpretasinya merujuk kepada Undang-Undang domestik. Menurut para ahli perpajakan internasional, seperti Edwardes-Ker istilah "beneficial owner" adalah international tax language, oleh karenanya pemberian interpretasinya harus menerapkan autonomous approach, artinya tidak dapat merujuk ketentuan domestik. Pemberian interpretasinya harus dalam konteks treaty concept, sehingga sepanjang penerima penghasilan adalah "resident" dari Singapura sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 ayat (1) P3B Indonesia-Singapura maka tariff pemotongan sesuai dengan ketentuan P3B Indonesia-Singapura harus diterapkan;

Bahwa selanjutnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 31 ayat (4) Vienna Convention on Law of Treaties, definisi yang dipakai di P3B harus disepakati bersama yang dituangkan dalam P3B dimaksud. Dengan demikian, definisi yang dituangkan di dalam Undang-Undang PPh tidak dapat diterapkan secara sepihak Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, bahwa koreksi pemeriksa atas PPh Pasal 26 sebesar Rp 112.000.000.000,00 dengan tarif 20% seharusnya dibatalkan karena PT FFI telah melakukan kewajiban pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 26 atas dividen yang dibayarkan kepada ZZZ (Holdings) PTE LTD berdasarkan pasal 10 ayat 2 Tax Treaty Indonesia - Singapura;

Bahwa berdasarkan penjelasan diatas, menurut Pemohon Banding besarnya PPh Pasal 26 terutang yang seharusnya untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 adalah sebagai berikut:
Dasar pengenaan pajak Rp 349.316.168.235,00
Pajak penghasilan pasal 26 terutang Rp   35.228.898.011,00
Kredit pajak Rp   35.228.898.011,00
Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak Rp                          0,00
Sanksi administrasi Rp                          0,00
Jumlah yang masih harus dibayar                NIHIL
  
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39400/PP/M.I/13/2012, Tanggal 25 Juli 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan Seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-266/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 4 Juni 2010 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor: 00009/204/07/092/09 tanggal 16 April 2009, atas nama: PT. XXX, NPWP : 01.xxxx, Alamat : Jl. DDD KM. Y Pasar Rebo, Jakarta 13xxx, sehingga perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak 2007. menjadi sebagai berikut:
Dasar pengenaan pajak Rp 349.316.168.235,00
Pajak penghasilan pasal 26 terutang Rp   35.228.898.011,00
Kredit pajak Rp   35.228.898.011,00
PPh kurang (lebih) bayar Rp                          0,00
Sanksi administrasi Rp                          0,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp                          0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39400/PP/M.I/13/2012, Tanggal 25 Juli 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 3 Oktober 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1876/PJ/2012 tanggal 5 Desember 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 21 Desember 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 21 Desember 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 13 Februari 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 Maret 2013;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Tentang Sengketa atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp. 11.200.000.000,000
  2. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
      Halaman 25Alinea ke-3 dan Alinea ke-4
      “Bahwa karena ZZZ (Holdings) PTE LTD didirikan pada tanggal 11 September 2006 dan sesuai bukti Surat Keterangan Domisili, sampai dengan Tahun 2009 masih merupakan Residence Tax Payer di Singapura, maka Majelis dapat meyakini bahwa memang benar pada Tahun 2007 Firisian Flag Singapura (Holdings) PTE LTD berkedudukan di Singapura dan merupakan Residence Tax Payer Singapura;”
      “Bahwa berdasarkan uraian diatas, Majelis berkesimpulan pembayaran dividen kepada ZZZ (Holdings) PTE LTD tersebut dikenakan tarif 10% sesuai dengan P3B antara Indonesia dengan Singapura, dengan demikian Koreksi Terbanding atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp. 11.200.000.000,000 tidak dapat dipertahankan;”
    2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39400/ PP/M.I/13/2012 tanggal 25 Juli 2012tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku terkaitkoreksi tentang Sengketa atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp. 11.200.000.000,000 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
    3. Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1)
      “Alat bukti dapat berupa:
      a. Surat atau tulisan;
      b. Keterangan ahli;
      c. Keterangan para saksi;
      d. Pengakuan para pihak; dan/atau
      e. Pengetahuan Hakim
      Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
    4. Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
      Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
    5. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa
      “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”
      Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
    6. Bahwa Pasal 4 ayat (1) dan Psal 26A ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP), menyatakan :
      Pasal 4 ayat (1)
      “(1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
      Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
      Pasal 26A ayat (4) :
      “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.”
    7. Bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan), menyatakan:
      Pasal 4 ayat (1) huruf a
      “Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasukpenggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, `tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini”
      Pasal 26 ayat (1)
      “Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
      a. Dividen;
      b. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
      c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
      d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
      e. Hadiah dan penghargaan;
      f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;”
      Penjelasan Pasal 26 ayat (1)
      “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
      Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
      Ayat (1)
      Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
      Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam :
      1) Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap sehubungan dengan interest swap dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
      2) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;
      3) Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun;
      4) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.”
    8. Bahwa Pasal 10 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan Singapura, mengatur:
      Ayat (1):
      "Dividends paid by a company which is a resident of a Contracting State to a resident of the other Contracting State may be taxed in that other State ";
      Ayat (2):
      "However, such dividends may be taxed in the Contracting State of which the company paying the dividends is a resident, and according to the law of that State, but if the recipient is the beneficial owner of the dividends the tax so charged shall not exceed:
      a) 10% of the gross amount of the dividends if the recipient is a company which owns directly at least 25% of the capital of the company paying the dividends;
      b) 15% of the gross amount of the dividends in all other cases.
      The competent authorities of the Contracting States shall by mutual agreement settle the mode of application of these limitations.
    9. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.39400/PP/M.I/13/2012 tanggal 25 Juli 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
      a. Bahwa Pemeriksa mengenakan tarif sebesar 20% atas pembayaran dividen kepada ZZZ (Holding) PTE, LTD yang merupakan objek PPh Pasal 26, karena pada saat pemeriksaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili untuk menggunakan tarif sebagaimana di atur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda:
      b. Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 menegaskan hal-hal sebagai berikut:
      • Bahwa untuk penerapan PPh Pasal 26 sesuai dengan P3B, Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar;
      • Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut;
      • Surat Keterangan Domisili berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk Wajib Pajak bank;
      c. Bahwa data yang ada pada saat proses keberatan:
      • Bahwa berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2007 dan Laporan Pemeriksaan Pajak nomor LAP-057/WPJ.19/KP.0205/2009 diperoleh keterangan bahwa daftar pemegang saham dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagai berikut:
        No Nama Alamat Jumlah Saham yang Dimiliki
        Lemb Nominal %
        1 ZZZ (Hid) Pte Ltd Singapura 17,108 5,235,048,000 70
        2 ZZZ (Srcv) Pte Ltd Singapura 6,11 1,869,660,000 25
        3 PT. VVV Jakarta 1,222 373,932,000 5
        JUMLAH 24,44 7,478,640,000 100
      • Bahwa berdasarkan data yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat keberatan, pada tahun 2007 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan pembayaran dividen kepada ZZZ (Holding) PTE, LTD sebesar Euro6.257.818 dan USD2.723.430,03;
      d. Bahwa pada saat proses pemeriksaan dan keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili atas nama ZZZ (Holding) PTE, LTD yang dikeluarkan oleh otoritas perpajakan di Singapura, yang berlaku untuk tahun 2007;
      e. Bahwa pada saat proses pemeriksaan bahkan sampai dengan
      Laporan Penelitian Keberatan dibuat, Termohon Peninjauan Kembali
      (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan Surat
      Keterangan Domisili yang berlaku yang membuktikan bahwa ZZZ (Holding) PTE, LTD adalah penduduk negara Singapura, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak dapat membuktikan bahwa penerima dividen di Singapura adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan yang diterimanya (The Beneficial Owner), dengan demikian, tidak dapat diyakini bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah membayarkan dividennya kepada Beneficial Owner yang merupakan penduduk dari negara Singapura, sehingga tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 yang seharusnya diterapkan oleh Wajib Pajak adalah sebesar 20% sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan;
    10. Bahwa amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:Put.37084/PP/M.VI/13/2012 tanggal 08 Maret 2012 menyatakan bahwa :
      Halaman 25 Alinea ke-3 dan Alinea ke-4
      “Bahwa karena ZZZ (Holdings) PTE LTD didirikan pada tanggal 11 September 2006 dan sesuai bukti Surat Keterangan Domisili, sampai dengan Tahun 2009 masih merupakan Residence Tax Payer di Singapura, maka Majelis dapat meyakini bahwa memang benar pada Tahun 2007 Firisian Flag Singapura (Holdings) PTE LTD berkedudukan di Singapura dan merupakan Residence Tax Payer Singapura;”
      “Bahwa berdasarkan uraian diatas, Majelis berkesimpulan pembayaran dividen kepada ZZZ (Holdings) PTE LTD tersebut dikenakan tarif 10% sesuai dengan P3B antara Indonesia dengan Singapura, dengan demikian Koreksi Terbanding atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp. 11.200.000.000,000 tidak dapat dipertahankan;”
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut dengan alasan sebagai berikut :
      10 1. Bahwa dasar untuk memotong PPh Pasal 26 bagi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas transaksinya dengan Wajib Pajak luar negeri adalah Surat keterangan Domisili (SKD) yang masih berlaku, untuk menentukan P3B mana yang berlaku antara Indonesia dengan negara lain, kemudian menerapkan tarif yang telah ditentukan dalam P3B tersebut. Dengan demikian, asli SKD untuk masing-masing pihak yang bertransaksi dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah dan harus dimiliki Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahkan sebelum proses pemeriksaan;
      10 2. Bahwa sesuai P3B antara Indonesia dengan Singapura, untuk menerapkan Pasal 10 ayat (2) huruf b berupa pengenaan tarif 10% atas pembayaran dividen, maka selain penerima dividen adalah penduduk dari negara Singapura yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili, maka syarat lainnya adalah bahwa penerima dividen merupakan Beneficial Owner atau pemilik sebenarnya dari penerima penghasilan tersebut;
      10 3. Bahwa pada saat proses pemeriksaan bahkan sampai dengan Laporan Penelitian Keberatan ini dibuat, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan SKD yang berlaku yang membuktikan bahwa ZZZ (Holding) PTE, LTD adalah penduduk negara Singapura. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak dapat membuktikan bahwa penerima dividen di Singapura adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan yang diterimanya (The Beneficial Owner);
      10 4. Bahwa dengan demikian tidak dapat diyakini bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah membayarkan dividennya kepada Beneficial Owner yang merupakan penduduk dari negara Singapura, sehingga tarif PPh Pasal 26 yang seharusnya diterapkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar 20% sesuai Undang-undang Pajak Penghasilan
      10 5. Berdasarkan hal tersebut maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan SKD yang berlaku yang membuktikan bahwa ZZZ (Holding) PTE, LTD adalah penduduk negara Singapura. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak dapat membuktikan baik paad saat pemeriksaan maupun pada saat keberatan bahwa penerima dividen di Singapura adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan yang diterimanya (The Beneficial Owner), sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sesuai dengan fakta pembuktian dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
      Bahwa berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut telah bertentangan dan tidak sesuai dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
      10 6. Bahwa jika seandainyapun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat memberikan data/dokumen sebagaimana penjelasan tersebut diatas, namun faktanya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan bukti-bukti berupa data/dokumen tersebut saat pemeriksaan maupun keberatan;
      Bahwa berdasarkan Pasal 26A ayat (4) Undang-undang KUP, Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
      Bahwa berdasarkan hal tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mempunyai itikad tidak baik dan hal tersebut membuktikan bahwa tetap dipertahankannya koreksi tersebut pada proses keberatan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan seandainya bukti tersebut diberikan pada persidangan banding seharusnya bukti tersebut tidak dapat dipertimbangkan pula oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
      10 7. Bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan aspek yuridis dalam sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menjadi basis atau dasar dalam penegakan hukum, sebagai berikut:
      • Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, pada halaman 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden”, dimana dapat diartikan bahwa orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat.
      • Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law);
      Bahwa dalam sistem perpajakan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 merupakan hukum formal atau hukum acara (formele recht, adjective law) yang mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak;
      Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) Undang-Undang KUP 2007, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material;
      Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    11. Bahwa dengan demikian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula
      Terbanding) atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp.11.200.000.000,000 telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
      Bahwa nyata-nyata dalam persidangan Majelis Hakim mengabaikan data dan fakta yang terungkap dipersidangan, sehingga amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dan telah bertentangan dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-undang Pengadilan Pajak oleh karena nyata-nyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah merupakan kegiatan jasa tidak kena pajak yang terutang PPN.
      Bahwa dengan demikian Surat Keputusan yang diterbitkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor:KEP-266/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 4 Juni 2010 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor: 00009/204/07/092/09 tanggal 16 April 2009, telah sesuai dengan fakta dan bukti yang terungkap di persidangan, serta telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
      Bahwa Majelis Hakim juga telah melanggar asas Audio Et Alterampartem (mendengarkan kedua belah pihak)dimana Majelis Hakim sepatutnya mendengarkan dua pihak yang bersengketa dalam membela hak masing-masing. Bahwa kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Dengan kata lain para pihak yang berperkara harus diberikan kesempatan yang sama untuk membela kepentingannya atau pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan secara adil.
    12. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo sepanjang mengenai sengketakoreksi atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp. 11.200.000.000,000 tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39400/PP/M.I/13/2012 tanggal 25 Juli 2012 menyangkut sengketa koreksi atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp. 11.200.000.000,000 harus dibatalkan

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

BAhwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-266/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 4 Juni 2010, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor: 00009/204/07/092/09 tanggal 16 April 2009, atas nama Pemohon
Banding, NPWP : 01.000.168.3-092.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Sengketa atas Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang atas Dividen sebesar Rp11.200.000.000,000; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah menyerahkan bukti-bukti yang dipersyaratkan Akta Pendirian dan Sertifikat Pendirian serta COD yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang di Negara Singapura dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Vienna Convention on Law of Treaties jo. Pasal 4 ayat (1) P3B Indonesia Singapura.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. CCC, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, AAA, S.H. M.Hum., dan BBB, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :

ttd./
AAA, S.H. M.Hum.

ttd./
BBB, S.H., M.H.

Ketua Majelis,

ttd./
Dr. CCC, S.H., M.S.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./
DDD, S.H.



Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx