Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Lain-lain SUAMI TIDAK PUNYA NPWP, APAKAH BISA IKUT NPWP ISTRI ?

  • SUAMI TIDAK PUNYA NPWP, APAKAH BISA IKUT NPWP ISTRI ?

     angelina updated 15 years, 7 months ago 10 Members · 21 Posts
  • angelina

    Member
    23 September 2008 at 3:27 pm
  • angelina

    Member
    23 September 2008 at 3:27 pm

    Dear rekan-rekan ortax,
    saya mau menanyakan mengenai NPWP sbb:
    Saya pernah mendengar dan membaca aturan pajak bahwa npwp istri ikut dg npwp suami.

    Bagaimana bila terjadi sebaliknya, seperti berikut:

    Budi seorang karyawan di perusahaan swasta dg Penghasilan dibawah PTKP menikah dengan Wati yang merupakan karyawati sebuah perusahaan swasta dg penghasilan di atas PTKP dan telah memiliki NPWP.

    Pertanyaan:
    Bagaimana pengenaan NPWP yang sebaiknya dilakukan ?

    1. Apakah Budi harus memiliki NPWP setelah menikah dg Wati?

    2. Apakah cukup dg NPWP istri dalam membuat SPT Tahunan OP suami istri tsb, sehingga Budi tidak perlu buat NPWP?

    3. Ataukah Budi harus memiliki NPWP ?
    Apabila Budi harus memiliki NPWP, bisakah Wati meminta ke KPP untuk penghapusan NPWP-nya dan diganti dg NPWP Budi (supaya hanya satu npwp)?

    Mohon masukannya…..

  • ronchoi

    Member
    23 September 2008 at 3:45 pm

    Selama tidak ada perjanjian pisah harta suami istri, sebaiknya yang dilakukan adalah hanya satu NPWP suami saja. Selama suami istri tinggal satu domisili munurut saya KPP setempat tidak keberatan apabila melakukan penyesuaian tersebut. semoga bermanfaat, mungkin rekan ortax ada pendapat lain ….

  • suyanto99

    Member
    23 September 2008 at 4:07 pm

    Kok kebalik yah, kasus yang unik…

    Originaly posted by angelina:

    Budi seorang karyawan di perusahaan swasta dg Penghasilan dibawah PTKP

    Pendapatan dibawah PTKP, gimana punya NPWP?
    Menurut saya, istri melaporkan SPT tahunan dengan status TK saja. Ambil jalan amannya karena dalam PER tidak mengatur PTKP untuk Istri dengan Status K/0.
    Mohon Koreksinya…

  • ronchoi

    Member
    23 September 2008 at 4:27 pm

    untuk pelaporan SPT tahunannya menurut saya tidak ada masalah meskipun gaji suami dibawah PTKP, untuk PPh nya kan diisi nihil. Dan Bukti potong Pph 21 istri dapat dilampirkan yang disikan ke lampiran 1770 s-II no.10 huruf a yang diakui sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, sehingga tidak ada selisih. karena saya menjalankan kasus seperti itu, mohon koreksinya ….

  • gialloblu97

    Member
    23 September 2008 at 5:55 pm

    kan cuma penggabungannya ja ya mas ronchoi??

  • Budianto

    Member
    23 September 2008 at 6:27 pm

    koq contohnya budi nih ?
    menurut saya sih mending suami buat NPWP saja, jadi bisa istrinya nanti digabung ke npwp suami.
    jadi lebih ringkas gak ribet…..gitu

  • gialloblu97

    Member
    24 September 2008 at 7:48 am

    iya lbh baik ikutin yg umum aja lah

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    24 September 2008 at 8:30 am

    Dear All Friend's

    Pendapat Friend Ronchoi "benar" selama tidak ada pisah harta dan pisah ranjang / tempat tidur (scheiding van tafel and bad kate orang Belande) maka NPWP harus atas nama suami supaya tidak ada "story" / "tidak bermasalah" dengan aparat otoritas pajak, terlebih jika berhadapan dengan oknum maka "urusan satu kambing menjadi satu sapi".

    Terlihat bahwa UU Pajak Indonesia masih menganggap "Perempuan/Wanita" yang Kawin tetap "Tidak Cakap Hukum" (Onbekwam kate orang Belande) sehingga NPWP harus atas nama suami.

    Jika terjadi suami di PHK dan malah tidak berpenghasilan maka PTKP WP dan PTKP Status Kawin serta PTKP Istri Berpenghasilan dan PTKP Tanggungan Keluarga masih tetap dapat diperhitungkan dalam menghitung Penghasilan WP.

    Demikian pendapat.

    Regard's

    RITZKY FIRDAUS.

  • handy hovin

    Member
    24 September 2008 at 9:30 am

    kalo penghasilan budi dibawah PTKP gmana mau mengajukan NPWP.
    menurut saya sih, saat ini kamu tetap pake NPWP kamu, apabila suatu saat budi sudah penghasilan diatas PTKP baru mengajukan NPWP.
    penghasilan suami istri digabung di SPT Tahunan Form 1770S

  • Wahyudi

    Member
    24 September 2008 at 10:26 am

    maaf nich mau urun rembug….kalo menurut pendapat saya sich sama dengan rekan rizky….dan bukankah kalo kita mo ngedaftar NPWP tuch formulir keliatannya kagak ada nyebutin si A mempunyai penghasilan berapa? coba sekali lagi dech kita lihat formulir pendaftaran NPWP tersebut..

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    24 September 2008 at 11:11 am

    Dear All Friends, Attn. Wahyudi.

    Pendapat anda benar patut mendapat Nilai 100, "walau suami di bawah PTKP tetapi Istri berpenghasilan artinya di atas PTKP maka jika digabung berdasarkan UU PPh lama (UU No. 7 Th 1983 stdtd UU No 17 Th 2000) terkena Lapisan Tarif Progresif" tetapi berdasarkan UU PPh yang baru disahkan Tarip yang berlaku Flate Rate sebesar 28%.

    Demikian pendapat.

    Regard's

    RITZKY FIRDAUS.

  • angelina

    Member
    24 September 2008 at 11:39 am

    Dear all,
    Terima kasih atas saran dan pendapat dari kalian.
    Rekan Handy, apakah wanita yang sudah menikah (tidak pisah harta) boleh melaporkan SPT OP atas diri sendiri ? Pada bagian Status ditulis apa ?
    Kawin atau Tidak Kawin ?
    Hal ini saya kaitkan dengan kalimat dalam Pasal 2 (1) UU KUP:
    "Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.

    Apakah kata "selain tersebut di atas" maksudnya adalah selain “wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah[/b] berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta" ?

    Berikut kutipan lengkap Pasal 2 (1) UU KUP:

    Pasal 2 Ayat (1)

    Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

    Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

    Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

    Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap [b]wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

    Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.

    Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    Mengenai penghasilan suami istri digabung bukannya berlaku sesuai Penjelasan Pasal 8 UU Penghasilan sbb:

    Pasal 8
    Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan
    keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau
    kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan
    yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh
    kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban
    pajak tersebut dilakukan secara terpisah.
    Ayat (1)
    Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal
    tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai
    penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu
    kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal
    penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah
    dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:
    a. penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi
    kerja, dan
    b. penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada
    hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau
    anggota keluarga lainnya.

    Contoh:
    Wajib Pajak A, yang memperoleh penghasilan dari usaha sebesar
    Rp100.000.000,00 mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai
    dengan penghasilan sebesar Rp50.000.000,00. Apabila penghasilan
    isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong
    pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada
    hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya,
    penghasilan sebesar Rp50.000.000,00 tidak digabung dengan
    penghasilan A dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri tersebut
    bersifat final.

    mohon masukannya….

  • handy hovin

    Member
    24 September 2008 at 1:25 pm

    attn : angelina
    apakah wanita yang sudah menikah (tidak pisah harta) boleh melaporkan SPT OP atas diri sendiri ? Pada bagian Status ditulis apa ?
    Kawin atau Tidak Kawin ?

    kalo menurut saya sih karena tidak pisah harta, maka penghasilan suami istri digabung di SPT Tahunan 1770, status K/I/0 (jika tdk punya tanggungan)

    mohon koreksi………..

  • evan212

    Member
    24 September 2008 at 2:33 pm
    Originaly posted by RITZKY FIRDAUS:

    Dear All Friends, Attn. Wahyudi.

    Pendapat anda benar patut mendapat Nilai 100, "walau suami di bawah PTKP tetapi Istri berpenghasilan artinya di atas PTKP maka jika digabung berdasarkan UU PPh lama (UU No. 7 Th 1983 stdtd UU No 17 Th 2000) terkena Lapisan Tarif Progresif" tetapi berdasarkan UU PPh yang baru disahkan Tarip yang berlaku Flate Rate sebesar 28%.

    Demikian pendapat.

    Regard's

    RITZKY FIRDAUS.

    Maaf mau meluruskan berdasarkan UU PPh 2008 dan sosialisasi perubahan UU PPh yg saya ikuti yg flat itu untuk PPh badan sedangkan OP income bracket nya jadi 4 lapisan dengan ygn tertinggi di atas 500 juta
    CMIIW

Viewing 1 - 15 of 21 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now