Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 122/PJ./2010

Kategori : KUP, PPN

Pengantar Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan/Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Dan Ketentuan Pelaksanaannya


26 November 2010


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 122/PJ./2010

TENTANG

PENGANTAR PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-52/PJ/2010
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK
PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH, DAN KETENTUAN PELAKSANAANNYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, bersama ini disampaikan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut dan pedoman pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan pedoman pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut UU adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.
  3. Kantor Pelayanan Pajak selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan;
  4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak selanjutnya disebut Kepala KPP adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
  5. Unit Pelaksana Penelitian Keberatan adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat Keberatan dan Banding.
  6. Peneliti adalah tim yang ditugaskan oleh Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan untuk melakukan penelitian keberatan. Peneliti terdiri dari sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pejabat eselon III di Subdit Pengurangan dan Keberatan/Bidang Keberatan dan Banding/Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding, 1 (satu) orang Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan/Seksi Keberatan dan Banding/Seksi Pengurangan, Keberatan dan Banding serta 1 (satu) orang Penelaah Keberatan.
2. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
  5. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Surat keberatan wajib memenuhi syarat:
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan dan dilampirkan dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan;
  3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, atau untuk 1 (satu) pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e;
  4. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan disertai fotokopi bukti pelunasannya;
  5. diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur); dan
  6. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut wajib dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
4. Surat keberatan Wajib Pajak disampaikan ke KPP atau ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dalam wilayah KPP yang bersangkutan.
5. Surat Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan pada angka 3 dan/atau yang tidak disampaikan sebagaimana pada angka 4 bukan merupakan surat keberatan dan/atau merupakan surat yang tidak disampaikan sehingga tidak dipertimbangkan sebagai surat keberatan dan atas surat tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan.
6. Apabila Surat Keberatan Wajib Pajak bukan merupakan surat keberatan dan/atau merupakan surat yang tidak disampaikan sehingga tidak dipertimbangkan sebagai surat keberatan sebagaimana dimaksud pada angka 5, Wajib Pajak masih dapat mengajukan surat keberatan yang baru sepanjang masih memenuhi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.
7. Tanggal bukti penerimaan surat keberatan yaitu:
  1. sesuai tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat yang diberikan oleh
    1. KPP; atau
    2. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam wilayah kerja KPP, dalam hal surat keberatan disampaikan secara langsung.
  2. sesuai tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui pos;
  3. sesuai tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir; atau
  4. sesuai tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, dalam hal surat keberatan disampaikan dengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
8. Dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak dalam penyelesaian Keberatan, dalam hal Wajib Pajak menyampaikan keberatan melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan/atau surat keberatannya tidak memenuhi syarat sebagaimana angka 3 agar:
  1. KPP memberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
  2. KPP segera memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tanpa harus menunggu berakhirnya jangka waktu 5 (lima) hari kerja.
  3. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, KPP memberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
9. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu surat ketetapan pajak agar dilakukan penelitian terhadap lampiran berupa fotokopi bukti pelunasan pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
10. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak, agar dilakukan penelitian terhadap lampiran berupa fotokopi bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan dikreditkan.
11. Penelitian pemenuhan persyaratan surat keberatan termasuk terpenuhinya jangka waktu pengajuan keberatan adalah tanggung jawab Kepala KPP.
12. Dalam hal terdapat keragu-raguan dalam penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana angka 11, sebelum menerbitkan surat pemberitahuan tentang pemenuhan syarat surat keberatan agar KPP berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Penelitian Keberatan.
13. Dalam melakukan penyelesaian keberatan, Unit Pelaksana Penelitian Keberatan agar berpedoman pada Prosedur Penyelesaian Keberatan sebagaimana diatur dalam lampiran I Surat Edaran ini.
14. Tata cara dan flowchart Prosedur Penyelesaian Keberatan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 diatur dalam lampiran II Surat Edaran ini.
15. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
16. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE - 02/PJ.07/2007 tentang Prosedur Penanganan Pembetulan Ketetapan Pajak Keberatan, Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak berlaku sepanjang mengatur prosedur penanganan keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 November 2010
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 195104281975121002



Tembusan:
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Kantor Pusat DJP;
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.