I. Pendahuluan
Untuk mengatasi keresahan yang merebak di masyarakat mengenai amnesti pajak, terutama isu-isu mengenai amnesti pajak yang salah sasaran, amnesti pajak yang meresahkan kalangan masyarakat menengah ke bawah, dan lain-lain, Direktur Jenderal Pajak kemudian menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan UU No 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Dalam konsiderannya, peraturan tersebut diterbitkan untuk memberikan keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan UU Pengampunan Pajak. Beberapa hal yang diatur dalam beleid tersebut dijelaskan sebagai berikut:
II. Pembahasan
Subjek Pengampunan Pajak
Seperti diatur dalam UU Pengampunan Pajak, bahwa seluruh Wajib Pajak dapat memanfaatkan amnesti pajak. Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016 bahwa Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan amnesti pajak adalah Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh. Oleh karena itu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan, Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP boleh tidak ikut amnesti pajak.
Meskipun pada dasarnya amnesti pajak bersifat anjuran (artinya Wajib Pajak boleh memanfaatkannya ataupun tidak memanfaatkannya), UU pengampunan pajak juga mempunyai ancaman yang sedikit meresahkan. Ancaman tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Pengampunan Pajak yang isinya:
- Terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan (maksudnya telah memanfaatkan amesti pajak) kemudian DJP menemukan adanya data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkap dalam surat pernyataan amnesti pajak, atas harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut. Atas tambahan penghasilan tersebut tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
- Terhadap Wajib Pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak sampai dengan 31 Maret 2017, kemudian DJP menemukan data dan/atau informasi mengenai harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut, paling lama 3 tahun terhitung sejak UU Pengampunan Pajak berlaku. Atas tambahan penghasilan tersebut dikenai pajak (tidak hanya PPh, tetapi bisa juga PPN dan/atau PPn BM, atau pajak lainnya) dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Oleh karena itu kemudian PER-11/PJ/2016 menegaskan kembali bahwa Subjek Pengampunan Pajak adalah:
- Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh berhak mendapatkan pengampunan pajak
- Orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia, atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada tahun pajak terakhir di bawah PTKP dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pengampunan pajak;
- WNI yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia merupakan subjek pajak luar negeri dan dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pengampunan pajak.
- Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pengampunan pajak, maka ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU Pengampunan Pajak tidak dapat diterapkan.
Sesuai ketentuan PER-11/PJ/2016 maka Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memanfaatkan amnesti pajak tidak perlu resah lagi.
Objek Pengampunan Pajak
Keresahan berikutnya yang merebak di masyarakat kita adalah terkait objek pengampunan pajak. Apakah harta yang diperoleh dari warisan atau hibah dari keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat yang notabene atas perolehannya tidak dikenai PPh juga harus dilaporkan dalam amnesti pajak? PER-11/PJ/2016 menjawabnya sebagai berikut:
1) | Termasuk dalam pengertian harta tambahan sebagaimana dimaksud UU Pengampunan Pajak adalah: harta warisan; dan/atau harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. |
2) | Harta Warisan bukan merupakan objek Pengampunan Pajak apabila: diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP; atau harta warisan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pewaris. |
3) | Harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat apabila: diterima oleh orang pribadi penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP; atau harta hibahan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pemberi Hibah. |
4) | Dalam hal ahli waris dan penerima hibah tidak menggunakan haknya untuk menyampaikan harta warisan dan/atau harta hibahan tersebut dalam surat pernyataan dalam rangka pengampunan pajak, ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tidak diterapkan. |
Kelonggaran Melakukan Pembetulan SPT
Keresahan ketiga yang ingin dijawab melalui PER-11/PJ/2016 adalah soal apakah Wajib Pajak harus ikut amnesti pajak atau cukup pembetulan saja? Pasal 3 PER-11/PJ/2016 mengatur:
1) | Bagi Wajib Pajak yang tidak ikut amnesti pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh atau membetulkan SPT Tahunan PPh. Hal ini dikarenakan pemberlakuan UU Pengampunan Pajak tidak membuat UU KUP menjadi tidak berlaku. Pasal 8 UU KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. |
2) | Terhadap harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenai PPh atau harta yang diperoleh dari penghasilan yang bukan objek PPh dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, berlaku ketentuan: apabila SPT Tahunan PPh telah disampaikan, Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh; atau apabila SPT Tahunan PPh belum disampaikan, Wajib Pajak dapat melaporkan harta tersebut dalam SPT Tahunan PPh. |
Nilai Wajar Harta
PER-11/PJ/2016 juga memberikan penegasan mengenai nilai wajar harta. Bahwa nilai wajar harta adalah nilai yang menggambarkan kondisi dari asset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak. Nilai wajar untuk harta selian kas atau setara kas adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari asset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak pada kahir tahun pajak terakhir. Dalam melaporkan nilai wajar tersebut, DJP tidak akan melakukan pengujian atau koreksi nilai yang dilaporkan oleh Wajib Pajak.
III. Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita simpulkan hal-hal berikut ini:
1) | Wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya di bawah PTKP dan WNI yang berada di luar Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti amnesti pajak |
2) | Harta warisan atau harta hibahan bukan merupakan objek amnesti pajak apabila diterima oleh ahli waris/penerima hibah yang tidak mempunyai penghasilan atau memperoleh penghasilan tetapi di bawah PTKP, atau atas harta waris atau hibah tersebut telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pewaris atau pemberi hibah |
3) | Wajib Pajak tetap dapat memilih apakah mengikuti amnesti pajak atau cukup melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh saja. Apabila harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenai PPh atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak, maka Wajib Pajak dapat melaporkan harta tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya apabila Wajib Pajak tersebut belum melaporkan SPT Tahunan PPh atau melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh yang telah dilaporkan sebelumnya |
4) | Nilai harta wajar merupakan nilai yang menggambarkan kondisi dari asset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak. Sedangkan untuk harta selain kas atau setara kas nilai wajarnya adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari asset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak pada kahir tahun pajak terakhir. Terhadap pelaporan nilai Wajar dalam surat pernyataan dalam rangka amnesti pajak, DJP tidak akan melakukan pengujian atau koreksi. Semoga bermanfaat. |
IV. Referensi
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
- Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak