Putusan Mahkamah Agung Nomor : 317/B/PK/PJK/2010

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 18111/PP/M.VII/12/2009, tanggal 7 Mei 2009 yang te


 

PUTUSAN
Nomor 317/B/PK/PJK/2010

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan AF No. 40-42 Jakarta, selanjutnya memberi kuasa kepada :
  1. AA : Direktur Keberatan dan Banding ;
  2. BB, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding ;
  3. CC RY, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding ;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-242/PJ./2009, tanggal 13 Agustus 2009 ;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding ;

melawan


CV. FGH, beralamat di Jalan FG No.10 A Pinangsia, Jakarta Barat ;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding ;
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 18111/PP/M.VII/12/2009, tanggal 7 Mei 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding dengan posita perkara sebagai berikut :
Bahwa jenis usaha dari Perseroan tersebut diatas adalah bergerak di dalam jasa penunjang angkutan darat, dengan nomor klasifikasi usaha 71400, kegiatan usaha dari pada perusahaan Pemohon Banding tersebut diatas adalah mengangkut semen produk PT. IN dari tempat pengiriman ketempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian banyaknya atau volume barang, berat barang, yang diangkut dari dan ketempat tujuan, selain itu kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut sampai ditempat tujuan pada waktunya. Apabila terdapat nilai permintaan (kontrak/perjanjian) yang melebihi dari jumlah kapasitas mobil angkutan yang tersedia maka pengerjaannya Pemohon Banding operkan pada perusahaan yang sejenis, sehingga menimbulkan biaya ongkos angkut kendaraan ;
Permasalahan
Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya penolakan Surat Keberatan Pemohon Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23, Nomor : KEP-72/WPJ.05/BD.06/2008 tanggal 5 Februari 2008, yang diterbitkan oleh Terbanding dan tentang Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pasal 23 Nomor : 00049/203/05/037/07 tanggal 18 Juni 2007 terhadap Pemohon Banding ;
Bahwa dari hasil pemeriksaan yang telah Pemohon Banding ajukan keberatan kepada Terbanding telah ditetapkan Surat Ketepan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan hasil perhitungan sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Penghasilan Pasal 23 yang terutang
Kredit Pajak :
Jumlah Kekurangan Pembayaran Pokok Pajak
Sanksi Administrasi : Bunga Pasal 13 (2) Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan
Jumlah Yang Masih Harus Dibayar
Rp.  7.368,274.141,00
Rp.     230.142.824,00
Rp.            337.500,00
Rp.     229.805.324,00
Rp.       99.657.755,00

Rp.     329.463.079,00

Bahwa dengan ini Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) tersebut diatas dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa biaya ongkos angkut sebesar Rp. 7.059.722.751,00 merupakan biaya yang timbul atas ongkos angkut kendaraan yang dibayarkan kepada perusahaan PT. QQ, PT. KL, dan PT. XX guna menunjang pengoperan truk dalam menjalankan semua aktivitas perusahaan CV. FGH terhadap kontrak/perjanjian kerja yang diterima dari Pihak PT. IN, sehingga biaya tersebut diatas bukan merupakan objek pajak Pasal 23, pernyataan tersebut dipertegas pula dengan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-08/PJ.313/1995 tertanggal 10 Juli 1995, sampai dengan tanggal 9 April 2007 yang menyatakan bahwa :
“Jasa Angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian, berdasarkan banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai ditempat tujuan pada waktunya”, termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 ;
Bahwa biaya Derek sebesar Rp.2.501.500,00 merupakan biaya yang dikeluarkan atas Derek yang dilakukan oleh Jasa Marga atau kepada pihak lain yang melakukan Derek ketika truk/kendaraan mengalami kendala atau kerusakan di jalan sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, pada situasi tersebut diatas ;
Bahwa biaya service sebesar Rp.286.503.090,00 merupakan biaya atas perbaikan truk Pemohon banding yang dikelola oleh bengkel milik perusahaan sendiri, yang mana pada tiap akhir bulan biaya tersebut diatas dialokasikan berdasarkan departemen yang memiliki kendaraan masing-masing, bukti-bukti dapat dilihat dari bukti pengluaran kas.
Selain itu Pemohon banding tidak memberikan imbalan lagi atas jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja tersebut diatas, karena mereka telah mendapatkan imbalan berupa gaji/upah setiap bulan, dimana gaji/upah yang diterima tersebut telah diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahunan untuk tahun Pajak 2005 ;
Bahwa biaya storing sebesar Rp.2.896.550,00 merupakan biaya atas pembelian bahan-bahan material/spare-part sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Bahwa biaya pemeliharaan pallet sebesar Rp.304.750,00 merupakan biaya atas pembelian bahan material/spare-part sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Bahwa biaya pemeliharaan forklift sebesar Rp.9.817.500,00 merupakan biaya untuk pembelian tambal ban, cuci forklift, ganti oli, dan pembelian spare-part. Atas pengeluaran tersebut tidak terdapat unsur jasa, semuanya merupakan pembelian material/spare-part sehingga atas transaksi bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Bahwa biaya pemeliharaan gudang sebesar Rp.42.910.200,00 merupakan biaya pembelian bahan material berupa pasir, kerikil, besi, semen dan bahan material lainnya untuk perbaikan fondasi yang rusak karena digunakan sebagai jalan yang setiap hari dilintasi truk dengan bobot yang cukup berat sehingga fondasi tersebut mudah rusak.
Pengerjaan fondasi tersebut berupa pengecoran yang dikerjakan oleh tukang kampung beserta keneknya, hal itu dilakukan oleh karena beban pekerjaan relative kecil dan mudah, sehingga tidak dilakukan oleh perusahaan jasa kontruksi. Atas upah/gaji yang diterima yang mereka terima nilainya dibawah PTKP. Sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Bahwa biaya pemeliharaan dan perawatan kantor sebesar Rp.285.000,00 merupakan pembelian bahan-bahan material seperti cat, carbol, sabun, dan alat kebersihan yang semuanya dikerjakan oleh pesuruh kantor/office boy sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Bahwa biaya program computer sebesar Rp.225.000,00 adalah merupakan biaya atas pembelian CD program computer bukan pembayaran jasa instalasi software sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Bahwa biaya pemeliharaan gedung sebesar Rp.393.000,00 merupakan pembelian bahan-bahan material seperti cat, semen dan sejenisnya yang dikerjakan oleh tukang kampung sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23 ;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 18111/PP/M.VII/12/2009, tanggal 7 Mei 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :
  • Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-72/WPJ.05/BD.06/2008, tanggal 5 Februari 2008 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 Nomor : 00049/203/05/037/07 tanggal 18 Juni 2007, atas nama : CV. FGH, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, alamat : Jl. FG No. 10A Pinangsia, Jakarta Barat, sehingga jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut :
    Dasar Pengenaan Pajak
    Pajak Terutang
    Jumlah Pajak yang dapat dikreditkan
    Jumlah yang masih harus dibayar
    Sanksi Adminstrasi : Bunga Pasal 13 (2) KUP
    Jumlah Yang Masih Harus Dibayar
    Rp.    292.294.590,00
    Rp.      17.537.675,00
    Rp.           337.500,00
    Rp.      17.200.175,00
    Rp.        6.192.063,00
    Rp.      23.392.238,00
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 18111/PP/M.VII/12/2009, tanggal 7 Mei 2009 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 3 Juni 2009, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.SKU-242/PJ./2009, tanggal 13 Agustus 2009 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 2 September 2009 dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 2 September 2009 ;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 14 September 2009, namun oleh pihak lawan tidak mengajukan jawaban memori peninjauan kembali ;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima ;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut :
  1. Koreksi Biaya Ongkos Angkut sebesar Rp. 7.059.722.751,00
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
      “Bahwa dengan demikian Majelis dapat meyakini keabsahan perjanjian kerjasama pengangkutan semen zak antara Pemohon Banding dengan PT. KL, PT. XX dan PT QQ dalam rangka kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai ke tempat tujuan”.
      “Bahwa Majelis juga berpendapat berdasarkan bukti-bukti perjanjian kerjasama pengkutan tersebut, Pemohon Banding tidak melakukan sewa atau mencarter kendaraan untuk keperluan operasionalnya dan kendaraan angkutan tersebut tidak dibawah kekuasaan Pemohon Banding sehingga bukan membayar ongkos angkut seperti yang dimaksud dalam angka 1 butir 1.3. pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995. "
      “Bahwa menurut pendapat Majelis, berdasarkan penelitian terhadap kerjasama Pemohon Banding dengan perusahaan jasa angkutan darat lainnya yang masih satu grup tersebut diketahui perusahaan jasa pengangkutan hanya melakukan pelaksanaan pengangkutan semen dan diterima dengan baik oleh Penerima, namun Pemohon Banding tetap secara penuh melakukan pengawasan dan atau pemeriksaan terhadap segala sesuatu dalam kegiatan pengangkutan semen, sehingga Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi Terbanding atas biaya angkut sebesar Rp.7.059.722.751,00 “.
    2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak No. Put.18111/PP/M.VII/12/2009 tanggal 7 Mei 2009 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa dan mengadili sengketa tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya tersebut dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
    3. Bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta".
    4. Bahwa Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan Pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau bentuk perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan ;
      1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
      1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
      2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21."
    5. Bahwa Pasal 2 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-170/PJ/2002 t6anggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan “Penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, dan imbalan jasa yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto adalah sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996."
      Kemudian dalam Lampiran I angka 1 menyatakan : "Besarnya perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah 20% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. "
    6. Bahwa angka 1 dan angka 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat menyatakan:
      Angka 1
      “Termasuk sebagai sewa alat angkutan darat dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah:
      1.1.
      Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicharter untuk jangka waktu tertentu baik secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 50/PJ./1994 tanggal 27 Desember 1994, misalnya untuk antar jemput karyawan suatu perusahaan atau antar jemput anak sekolah suatu Yayasan atau untuk kepentingan lainnya, sehingga mengakibatkan masyarakat umum tidak dapat lagi menumpang kendaraan umum yang bersangkutan.
      1.2.
      Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata dan milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewakan kepada Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 sesuai tersebut pada butir 1.1. di atas.
      1.3.
      Sewa kendaraan berupa truck, mobil derek, taksi milik perusahaan/ orang pribadi tersebut pada butir 1.1 dan butir 1.2 yang disewa atau charter oleh suatu perusahaan angkutan untuk keperluan operasi usaha angkutan darat atau untuk keperluan lain.
      Angka 2
      “Termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23:
      2.1.
      Jasa angkutan kendaraan perusahaan taksi yang disewa/charter sesuai tarif argometer.
      2.2.
      Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai ditempat tujuan pada waktunya.
      2.3.
      Jasa angkutan kereta api yang dilakukan oleh Perumka Kereta Api.

    7. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, maka dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta- fakta sebagai berikut :
      7.1.
      Bahwa berdasarkan Master File Wajib Pajak yang terdapat pada Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 22 Mei 1987 dengan Jenis Kegiatan Usaha adalah Jasa Terminal Darat.
      7.2.
      Bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding merupakan perusahaan jasa angkutan darat dengan pelanggan utama PT. IN Tbk. Bahwa karena keterbatasan jumlah truk yang dimiliki Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, dalam operasionalnya Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyewa truk milik perusahaan jasa angkutan darat yang satu grup dengannya yaitu PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX.
      7.3.
      Bahwa dalam pelaksanaan pekerjaannya, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding membuat Perjanjian Kerja Sama pengangkutan Semen Zak dengan PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX, dimana isi perjanjian kerja sama tersebut antara lain:
      1. Pihak pertama (Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding) menyerahkan pelaksanaan pengangkutan semen merk Tiga Roda produksi PT. IN,Tbk kepada pihak kedua (salah satu dari ketiga perusahaan angkutan darat yang satu gurup dengannya) dari salah satu Pabrik Semen IN ke salah satu gudang penampungan.
      2. Pelaksanaan pengangkutan semen dimaksud seluruhnya menggunakan armada truk pihak kedua, dan dengan demikian seluruh biaya operasional pengangkutan maupun resiko yang terjadi adalah merupakan tangung jawab pihak kedua.
      3. Dalam surat perjanjian kerjasama tersebut ditetapkan tarif pengangkutan per zak dari suatu tempat ke tempat lainnya serta kapasitas tonase yang menjadi kewajiban pihak kedua selama waktu satu tahun.
      4. Pihak Pertama (Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding) berwenang secara penuh untuk melakukan pengawasan dan/atau pemeriksaan atas kondisi, jumlah dan perlengkapan lain dalam armada angkutan truk yang disediakan oleh pihak kedua dalam kegiatan pengangkutan semen guna memperoleh kepastian pelaksanaan angkutan yang didasarkan kesepakatan dan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama.

    8. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui bahwa terdapat dua macam perjanjian yaitu:
      1. Perjanjian antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan PT. IN. Bahwa dalam hal ini terdapat perjanjian pengangkutan barang ke tempat tertentu dengan dasar volume semen (zak) berdasarkan kontrak dan dibuat demi terjaminnya barang yang diangkut.
      2. Perjanjian antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan PT. QQ, PT. KL dan PT. XX. Bahwa berdasarkan Master File Wajib Pajak yang terdapat pada Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding diketahui ke-3 perusahaan tersebut mempunyai Jenis Kegiatan Usaha Angkutan Bermotor Untuk Barang Umum. Bahwa dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding sebagai Perusahaan angkutan barang melakukan kontrak sewa kendaraan berupa truck untuk keperluan operasional usahanya yakni memenuhi kebutuhan alat angkutnya sehubungan dengan perjanjian kerjasama antara PB dengan PT. IN.
    9. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti bahwa Termohon Peninjuauan Kembali semula Pemohon Banding telah melakukan sewa truk milik perusahaan jasa angkutan darat yang satu grup dengannya yaitu : PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX (dimana Jenis Kegiatan Usaha untuk ketiga perusahaan ini adalah Angkutan Bermotor Untuk Barang Umum) untuk keperluan operasional perusahaan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
    10. Bahwa memang benar Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding telah melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX yang mana dalam perjanjian kerjasama tersebut berisi antara lain tarif pengangkutan per zak atau pembayaran didasarkan pada jumlah zak yang diangkut. Bahwa pengenaan tarif pengangkutan per zak tersebut hanya merupakan kesepakatan atau metode penghitungan biaya angkut atau sewa yang harus dibayarkan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Terbanding.
    11. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding merupakan perusahaan angkutan, sehingga dengan demikian atas sewa truk yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding kepada PT. QQ, PT. KL dan PT. XX untuk keperluan operasional usahanya merupakan obyek pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 2 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan angka 1 butir 1.3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat.
    12. Bahwa yang tidak terutang Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pembayaran jasa angkut berdasarkan perjanjian yang dibuat antara PT. IN dengan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding berdasarkan angka 2 butir 2.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat.
    13. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas pembayaran sebesar Rp.7.059.722.751,00 merupakan obyek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 2 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan angka 2 butir 2.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat.
    14. Bahwa atas pembayaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding kepada pihak yang menyewakan kendaraan (PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX) merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX sehingga merupakan obyek pajak penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
    15. Bahwa karena telah nyata-nyata terbukti bahwa atas pembayaran sebesar Rp.7.059.722.751,00 yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding kepada PT. QQ, PT. PQ dan PT. XX merupakan obyek pajak penghasilan Pasal 23, maka seharusnya Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding memotong Pajak Panghasilan Pasal 23 atas pembayaran tersebut berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
    16. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak melakukan sewa atau mencarter kendaraan untuk keperluan operasionalnya adalah tidak sesuai dengan fakta yang ada sehingga dengan demikian keputusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk tidak mempertahankan koreksi atas biaya angkut sebesar Rp. 7.059.722.751,00 adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Koreksi Biaya Storing sebesar Rp. 2.896.550,00
  1. Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    “bahwa menurut Majelis, di lapangan dimungkinkan adanya kerusakan mobil yang mengharuskan Pemohon Banding membeli suku cadang di lokasi dan dari bukti yang disampaikan diketahui bukti pembelian tidak ada nama toko dan stempel, atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dan bukti diketahui tidak ada kegiatan jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga karena perbaikan dilakukan oleh Pegawai Pemohon Banding sehingga bukti pembelian tersebut hanya untuk pembelian suku cadang, oleh karenanya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23."
    “bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya storing sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23. "
  3. Bahwa Pasal 23 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. "
  4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim. "
    • Penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan :
      “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
  5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya storing sebesar Rp. 2.896.550,00 merupakan biaya yang dikeluarkan atas kendaraan yang rusak dijalan, sehingga orang Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding harus melakukan perbaikan pada tempat kerusakan.
    Bahwa untuk itu Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding harus mengeluarkan ongkos transport, pembelian spare part sesuai kerusakannya dan biaya tersebut dilalokasikan ke biaya stroring pembelian, sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek pajak Pasal 23.
  6. Bahwa dalam proses persidangan di Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan berdasarkan bukti-bukti tersebut diketahui bahwa atas biaya sebesar Rp. 2.896.550,00 merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sparepart tetapi bukti yang disampaikan tidak ada nama toko/stempel toko penjual.
  7. Bahwa untuk mengetahui keabsahan invoice harus diketahui siapa penjualnya yakni dengan nama toko dan stempel, sebab bisa saja bukti tersebut dibuat sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  8. Bahwa dengan demikian tidak dapat diyakini bahwa atas biaya storing sebesar Rp.2.896.550,00 merupakan biaya pembelian sparepart dan bukan merupakan obyek penghasilan Pasal 23.
  9. Bahwa apabila perbaikan dilakukan oleh karyawan harus dicek siapakah karyawan yang melaksanakan perbaikan tersebut misalnya saja dikerjakan oleh si A dengan dokumen pendukung kartu kerja, sehingga dapat diketahui dengan pasti dan diyakini bahwa orang yang memperbaiki merupakan karyawan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dan sudah dipotong PPh Pasal 21.
  10. Bahwa dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.18111/PP/M.VII/12/2009 tanggal 7 Mei 2009 Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengakui juga bahwa atas bukti pembelian tidak ada nama toko dan stempel namun Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mempertahankan koreksi biaya storing sebesar Rp. 2.896.550,00 sebagai obyek pajak penghasilan Pasal 23.
  11. Bahwa dengan demikian keyakinan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak didasarkan pada penilaian pembuktian dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.
  12. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas pembayaran sebesar Rp.2.896.550,00 merupakan obyek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
  13. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya storing sebesar Rp.2.896.550,00 sebagai obyek pajak penghasilan Pasal 23 adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Koreksi Biaya Pemeliharaan Palet sebesar Rp. 100.000,00
  1. Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    “Bahwa menurut Majelis, berdasarkan bukti-bukti Pemohon Banding diketahui adanya pembelian barang keperluan sehari-hari dalam hal ini paku dan kayu yang dipergunakan Pemohon Banding untuk memperbaiki kerusakan palet yang dikerjakan oleh karyawan Pemohon Banding sendiri, atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dan bukti diketahui tidak ada kegiatan jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga karena perbaikan dilakukan oleh Pegawai Pemohon Banding sehingga bukti pembelian sebesar Rp.262.750,00 tersebut hanya untuk pembelian material paku dan kayu, oleh karenanya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23, sedangkan sisanya sebesar Rp.42.000,00 Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti pendukungnya".
    “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan palet Rp.262.750,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dan mempertahankan koreksi sebesar Rp. 42.000,00."
  3. Bahwa Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan : "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah, Subyek Pajak Badan Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21."
  4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
    • Penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
      "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan."
  5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya pemeliharaan palet sebesar Rp. 304.750,00 merupakan pembelian bahan material berupa paku, martil dan alat lainnya yang pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja sendiri dan tenaga kerja tersebut telah mendapatkan gaji/upah telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pasal 23.
  6. Bahwa dalam proses persidangan di Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan berdasarkan bukti-bukti tersebut diketahui bahwa:
    - Bukti tidak ada nama penjual
    - Tidak dapat menunjukkan bukti
    - Pembelian barang (paku, kayu)
    Rp.   100.000,00
    Rp.     42.000,00
    Rp.   162.750,00
    Rp.   304.750,00

  7. Bahwa untuk mengetahui keabsahan invoice harus diketahui siapa penjualnya dengan nama toko dan Stempel, sebab bisa saja bukti tersebut dibuat sendiri Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  8. Bahwa dengan demikian tidak dapat diyakini bahwa atas biaya pemeliharaan palet sebesar Rp. 100.000,00 merupakan biaya pembelian barang dan bukan merupakan obyek pajak penghasilan Pasal 23.
  9. Bahwa apabila perbaikan dilakukan oleh karyawan harus dicek siapakah karyawan yang melaksanakan perbaikan tersebut misalnya saja dikerjakan oleh si A dengan dokumen pendukung kartu kerja, sehingga dapat diketahui dengan pasti dan diyakini bahwa orang yang memperbaiki merupakan karyawan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dan sudah dipotong PPh Pasal 21.
  10. Bahwa dengan demikian keyakinan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk tidak mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan palet sebesar Rp. 100.000,00 karena bukti tidak ada nama penjual tidak didasarkan pada penilaian pembuktian dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.
  11. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas pembayaran sebesar Rp.100.000,00 merupakan obyek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
  12. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan palet sebesar Rp. 262.750,00 (Rp.100.000,00 + Rp.162.750,00) sebagai obyek pajak penghasilan Pasal 23 adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Koreksi Biaya Pemeliharaan Forklift sebesar Rp. 490.500,00
  1. Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    “Bahwa menurut Majelis, berdasarkan bukti-bukti Pemohon Banding diketahui adanya pembelian barang berupa ban, oli, garpu forklif dan lain-lain sebesar Rp.9.817.500,00, atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dan bukti diketahui tidak ada kegiatan jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga karena perbaikan dilakukan oleh Pegawai Pemohon Banding sehingga bukti pembelian sebesar Rp.9.817.500,00 tersebut hanya untuk pembelian ban, oli, garpu forklift dan lain-lain, oleh karenanya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23 ."
    “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan forklift sebesar Rp. 9.817.500,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23."
  3. Bahwa Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan Pemerintah, Subyek Pajak Badan Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21."
  4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim. "
    • Penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
      "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. "
  5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya pemeliharaan forklift sebesar Rp.9.817.500,00 merupakan biaya untuk pembelian tambal ban, cuci forklift, ganti oli dan pembelian sparepart yang pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja sendiri dan tenaga kerja tersebut telah mendapatkan gaji/upah yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek pajak Pasal 23.
  6. Bahwa dalam proses persidangan di Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan berdasarkan bukti-bukti tersebut diketahui bahwa:
    - Bukti tidak ada nama penjual/took/stempel
    - Pembelian barang
    (ban, oli, garpu, forklift dan lain-lain)
    Rp.     490.500,00

    Rp.  9.327.000,00
    Rp.  9.817.500,00

  7. Bahwa untuk mengetahui keabsahan invoice harus diketahui siapa penjualnya yakni dengan nama toko dan stempel, sebab bisa saja bukti tersebut dibuat sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  8. Bahwa dengan demikian tidak dapat diyakini bahwa atas biaya pemeliharaan palet sebesar Rp.490.500,00 merupakan biaya pembelian barang dan bukan merupakan obyek pajak penghasilan Pasal 23.
  9. Bahwa apabila perbaikan dilakukan oleh karyawan harus dicek siapakah karyawan yang melaksanakan perbaikan tersebut misalnya saja dikerjakan oleh si A dengan dokumen pendukung kartu kerja, sehingga dapat diketahui dengan pasti dan diyakini bahwa orang yang memperbaiki merupakan karyawan Termohon Peninjauan semula Pemohon Banding dan sudah dipotong PPh Pasal 21.
  10. Bahwa dengan demikian keyakinan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk tidak mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan forklift sebesar Rp. 490.500,00 karena bukti tidak ada nama penjual tidak didasarkan pada penilaian pembuktian dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.
  11. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas pembayaran sebesar Rp. 490.500,00 merupakan obyek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
  12. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan forklift sebesar Rp. 9.817.500,00 (Rp. 490.500,00 + Rp. 9.327.000,00) sebagai obyek pajak penghasilan Pasal 23 adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Koreksi Biaya Pemeliharaan Peralatan Kantor sebesar Rp. 285.000,00
  1. Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    Halaman 43 Alinea ke-7 dan halaman 44 Alinea ke-1:"Bahwa menurut Majelis, berdasarkan bukti-bukti Pemohon Banding diketahui adanya pembelian barang berupa isi Freon, sparepart computer (speaker, mouse) dan pesawat telepon sebesar Rp. 285.000,00, atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dan bukti diketahui tidak ada kegiatan jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga hanya pembelian material, oleh karenanya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23."
    "Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan peralatan kantor sebesar Rp.285.000,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23."
  3. Bahwa Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. "
  4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim. "
    • Penjelasan pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
      "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. "
  5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya pemeliharaan peralatan kantor sebesar Rp.285.000,00 merupakan biaya untuk pembelian bahan material cat, karbol, sabun dan alat-alat kebersihan yang semuanya dikerjakan oleh office boy dan tenaga kerja tersebut telah mendapatkan gaji/upah yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek pajak Pasal 23.
  6. Bahwa dalam proses persidangan di Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan, biaya tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan untuk isi Freon, sparepart computer dan pesawat telepon namun tidak ada nama penjual/stempel dalam kuitansi dan bon/nota yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  7. Bahwa untuk mengetahui keabsahan invoice harus diketahui siapa penjualnya yakni dengan nama toko dan stempel, sebab bisa saja bukti tersebut dibuat sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  8. Bahwa dengan demikian tidak dapat diyakini bahwa atas biaya pemeliharaan palet sebesar Rp.285.000,00 merupakan biaya pembelian barang dan bukan merupakan Obyek Pajak penghasilan Pasal 23.
  9. Bahwa apabila perbaikan dilakukan oleh karyawan harus dicek siapakah karyawan yang melaksanakan perbaikan tersebut misainya saja dikerjakan oleh si A dengan dokumen pendukung kartu kerja, sehingga dapat diketahui dengan pasti dan diyakini bahwa orang yang memperbaiki merupakan karyawan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dan sudah dipotong PPh Pasal 21.
  10. Bahwa dengan demikian keyakinan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk tidak mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan peralatan kantor sebesar Rp. 285.000,00 karena bukti tidak ada nama penjual tidak didasarkan pada penilaian pembuktian dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.
  11. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas pembayaran sebesar Rp. 285.000,00 merupakan obyek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
  12. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan peralatan kantor sebesar Rp.285.000,00 sebagai obyek pajak penghasilan Pasal 23 adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Koreksi Biaya Program Komputer sebesar Rp.225.000,00
  1. Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petend) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    Halaman 45 Alinea ke-5 dan ke-6:
    “Bahwa menurut Majelis, berdasarkan bukti-bukti Pemohon Banding diketahui adanya pembelian barang berupa sparepart computer dan disket sebesar Rp.225.000,00, atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dan bukti diketahui tidak ada kegiatan jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga hanya merupakan pembelian barang, oleh karenanya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23."
    “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan komputer sebesar Rp.225.000,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23.
  3. Bahwa Pasal 23 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21."
  4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim. "
    Penjelasan pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan."
  5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya program komputer Rp. 225.000,00 merupakan biaya untuk pembelian CD bukan pembayaran jasa instalasi software program komputer yang semuanya dikerjakan oleh karyawan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dan tenaga kerja tersebut telah mendapatkan gaji/upah yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sehingga atas transaksi tersebut bukan merupakan objek pajak Pasal 23.
  6. Bahwa dalam proses persidangan di Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan, biaya tersebut merupakan pembayaran atas penggantian sparepart komputer dan disket namun tidak ada nama penjual/stempel dalam kuitansi dan bon/nota yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  7. Bahwa untuk mengetahui keabsahan invoice harus diketahui siapa penjualnya yakni dengan nama toko dan stempel, sebab bisa saja bukti tersebut dibuat sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
  8. Bahwa dengan demikian tidak dapat diyakini bahwa atas biaya program komputer sebesar Rp. 225.000,00 merupakan biaya pembelian sparepart komputer serta pembelian disket dan bukan merupakan obyek pajak penghasilan Pasal 23.
  9. Bahwa apabila perbaikan dilakukan oleh karyawan harus dicek siapakah karyawan yang melaksanakan perbaikan tersebut misalnya saja dikerjakan oleh si A dengan dokumen pendukung kartu kerja, sehingga dapat diketahui dengan pasti dan diyakini bahwa orang yang memperbaiki merupakan karyawan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dan sudah dipotong PPh Pasal 21.
  10. Bahwa dengan demikian keyakinan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk tidak mempertahankan koreksi biaya program komputer sebesar Rp.225.000,00 karena bukti tidak ada nama penjual tidak didasarkan pada penilaian pembuktian dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.
  11. Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas pembayaran sebesar Rp.225.000,00 merupakan obyek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
  12. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan program komputer sebesar Rp.225.000,00 sebagai obyek pajak penghasilan Pasal 23 adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Koreksi Biaya Pemeliharaan Gedung sebesar Rp. 18.000,00
  1. Bahwa daIil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    Halaman 46 Alinea ke-6 dan Halaman 47 Alinea ke-1:
    “Bahwa menurut Majelis, berdasarkan bukti-bukti Pemohon Banding diketahui adanya pembelian barang (thiner, pasir, semen dll) yang dipergunakan Pemohon Banding untuk memperbaiki gedung yang dikerjakan oleh karyawan Pemohon Banding sendiri, atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dan bukti diketahui tidak ada kegiatan jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga karena perbaikan dilakukan oleh Pegawai Pemohon Banding sehingga bukti pembelian sebesar Rp.268.500,00 tersebut hanya untuk pembelian material, oleh kerenanva bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23, sedangkan sisanya sebesar Rp.124.500,00 Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti pendukungnya."
    “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi biaya pemeliharaan forklift sebesar Rp.268.500,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dan mempertahankan koreksi sebesar Rp 124.500,00. "
  3. Bahwa Pasal 23 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
    1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa asa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21."
  4. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
    “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
    • Penjelasan pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan:
      "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan."
  5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya pemeliharaan gedung sebesar Rp. 393.000,00 merupakan biaya untuk pembelian kran, lampu, pitting lampu, kabel untuk penerangan kantor dan pasir, semen, cat untuk perbaikan kamar mandi yang pengerjaannya dikerjakan oleh tukang kampung bukan kontraktor.
  6. Bahwa dalam proses persidangan di Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan berdasarkan bukti-bukti tersebut diketahui bahwa:
    - Tidak dapat menunjukkan bukti
    - Pembelian barang (thiner, pasir, semen)
    - Bukti tidak ada nama penjual
    Rp.   124.500,00
    Rp.   250.500,00
    Rp.     18.000,00
    Rp.   393.000,00