Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT. 28330/PP/M.XII/99/2011

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa yang menjadi materi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah penerbitan Keputusan Tergugat Nomor : KEP-864/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 9 Agustus 2009 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pert


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor :  PUT. 28330/PP/M.XII/99/2011

Jenis Pajak : Gugatan
     
Masa Pajak : Januari sampai dengan Desember 2006
     
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi materi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah  penerbitan Keputusan Tergugat Nomor : KEP-864/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 9 Agustus 2009 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP/atau JKP Nomor : 00004/107/06/059/09 tanggal 25 Pebruari 2009 Masa Pajak Januari s.d Desember 2006 sebesar Rp 219.815.520,00.
 
 
Menurut Tergugat;

bahwa timbulnya sanksi administrasi Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP terjadi karena adanya perbedaan pengakuan saat terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa lahan antara Pemeriksa dengan Penggugat;

bahwa berdasarkan penelitian terhadap G/L Acc. No. Sales 4110.1100 Sales-Land, diketahui bahwa Penggugat sudah mencatat 100% penjualan tanah Blok Q2 kepada PT ABC Perkasa (dengan full akrual method) sebagai Sales-Land pada bulan Maret 2006;

bahwa berdasarkan penelitian terhadap PSAK Nomor 44 Paragraf 76, dijelaskan bahwa pendapatan penjualan kapling tanah tanpa bangunan diakui dengan menggunakan metode akrual penuh (full accrual method) pada saat pengikatan jual beli apabila seluruh kriteria berikut ini terpenuhi :
1)  Jumlah pembayaran oleh pembeli telah mencapai 20% dari harga jual yang disepakati dan jumlah tersebut tidak dapat diminta kembali oleh pembeli;
2)  Harga jual akan tertagih;
3)  Tagihan penjual tidak subordinasi terhadap pinjaman lain yang akan diperoleh pembeli di masa yang akan datang;
4) Proses pengembangan tanah telah selesai sehingga penjual tidak berkewajiban lagi untuk menyelesaikan kapling tanah yang dijual, seperti kewajiban untuk mematangkan kapling tanah atau kewajiban untuk untuk membangun fasilitas-fasilitas pokok yang dijanjikan oleh atau yang menjadi kewajiban penjual, sesuai dengan pengikatan jual beli atau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5) Hanya kapling tanah saja yang dijual, tanpa diwajibkan keterlibatan penjual dalam pendirian bangunan di atas kapling tanah tersebut.
 
bahwa berdasarkan penelitian terhadap Copy Binding Agreement to Sale and Purchase of Land Between PT DEF Development and PT ABC Perkasa Nomor: 031/2006 tanggal 26 April 2006, pada article 5 tentang Physical Transfer, diatur bahwa :
5.1. Upon commencement of construction of the Facilities, the Seller shall notify in writing to the Buyer that the Land is ready to be transferred to the Buyer;
5.2. Physical transfer shall be deemed to completed at the time of signing the Physical Transfer Receipt of the Land in the Form prepared by the Seller;

bahwa dengan memperhatikan pencatatan Penggugat pada G/L Acc. No. Sales 4110.1100 Sales-Land sebagaimana tersebut pada butir b dan syarat pencatatan atas pengakuan pendapatan penjualan tanah tanpa bangunan dengan metode akrual penuh, berarti secara tidak langsung Penggugat sudah mengakui bahwa persyaratan-persyaratan dalam penjualan lahan yang disyaratkan dalam PSAK Nomor 44 Paragraf 76 tersebut di atas sudah terpenuhi, yang mana termasuk di dalamnya adalah proses pengembangan tanah telah selesai sehingga penjual tidak berkewajiban lagi untuk menyelesaikan kapling tanah yang dijual;

bahwa bila dihubungkan dengan perjanjian yang disepakati kedua belah pihak tentang physical transfer sebagaimana tersebut pada butir d, diketahui bahwa transfer lahan secara fisik dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis dari penjual kepada pembeli yang memberitahukan bahwa lahan sudah siap untuk ditransfer kepada pembeli;

bahwa dalam proses penelitian, Tergugat sudah meminta  kepada Penggugat untuk memberikan bukti fisik dari Physical Transfer dimaksud untuk mengetahui kapan sebenarnya lahan tersebut secara nyata diserahkan kepada pihak Pembeli, tetapi atas permintaan tersebut, Penggugat menjawab bahwa sampai dengan proses penelitian berakhir belum ada transfer lahan secara fisik karena lahan yang dibeli belum sepenuhnya siap sesuai keinginan pembeli yaitu dalam hal ketinggian tanah (walaupun sudah ada penyerahan hak atas lahan dengan ditandatanganinya Akta Notaris tentang Jual Beli);

bahwa pernyataan Penggugat tersebut tidak konsisten dengan pencatatan Penggugat yang sudah mengakui penjualan dengan metode akrual penuh, yang mana salah satu syarat pencatatan sales dengan metode akrual penuh adalah proses pengembangan tanah telah selesai sehingga penjual tidak berkewajiban lagi untuk menyelesaikan kapling tanah yang dijual;

bahwa dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka Tergugat tidak dapat meyakini pernyataan Penggugat bahwa pada saat pencatatan sales pada bulan Maret 2006 dengan metode akrual penuh tersebut belum ada penyerahan secara fisik atas lahan yang diperjualbelikan;

bahwa selain itu, dalam hal ini juga tidak terdapat data lain dari pihak ketiga (seperti pernyataan tertulis dari pihak pembeli, atau pernyataan tertulis dari Notaris yang bersangkutan) yang menyatakan bahwa sampai dengan penandatanganan Akta Notaris Jual Beli, memang belum ada penyerahan secara fisik atas lahan yang diperjualbelikan;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPN dan PPn BM, diatur antara lain bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak yang dalam penjelasan ayat terkait dijelaskan lebih lanjut bahwa pemungutan PPN menganut prinsip akrual yaitu terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima;

bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nonnor 24 Tahun 2002, diatur bahwa terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli;

bahwa lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 13 ayat (2) dijelaskan sebagai berikut :
bahwa dalam penentuan atau penyerahan barang tidak bergerak, Pajak Pertambahan Nilai menganut pendirian bahwa penyerahan hanya dapat dilakukan bila barang tersebut secara fisik telah ada;

bahwa oleh karena itu pajak terutang pada saat penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan, yaitu pada saat surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan;

bahwa bila sebelum surat atau akta perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka pajak terutang pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang;

bahwa dengan memperhatikan data dan ketentuan di atas, maka Tergugat tetap mempertahankan dasar pemikiran Pemeriksa bahwa atas penjualan lahan sebesar USD 1.250.000 atau Rp 11.442.302.000,00 seharusnya sudah terutang PPN pada bulan Maret 2006 yaitu pada saat Penggugat sebagai penjual sudah mengakui penjualan lahan dengan nilai 100% dengan menggunakan metode akrual penuh karena diindikasikan pada saat tersebut sudah ada transfer lahan secara fisik dari penjual kepada pembeli walaupun akta jual beli baru ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2008;
 
bahwa indikasi ini juga diperkuat dengan tidak adanya bukti penyerahan secara fisik lahan dari penjual kepada pembeli;

bahwa sementara pada kenyataannya PPN yang terutang pada bulan Maret 2006 sebesar Rp 1.144.230.200,00 baru dipotong dan dibayar oleh Penggugat sesuai dengan pembayaran angsuran pembeli yang terdiri dari satu kali pembayaran DP dan 24 kali pembayaran angsuran;

bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang KUP, diatur bahwa Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir;

bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP, diatur bahwa apabila pennbayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atau ayat (2) dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan;

bahwa berdasarkan kesimpulan di atas dan ketentuan sebagaimana tersebut pada butir 10), maka Tergugat berpendapat bahwa terhadap Penggugat seharusnya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP atas keterlambatan pembayaran PPN dengan besarnya sanksi administrasi sebesar Rp 219.815.520,00 dengan perhitungan sebagai berikut :

No. Bulan  Uraian    DPP DPP PPN
Tanggal
JT
Pembay
aran 
Tanggal
Pembaya
ran  
Jangka
Waktu
Tarif  Sanksi
Pasal 9ayat
(2a)KUP
(USD) (Rp) (Rp)         (Rp)
1 Mar ‘06 DP Land 250,000  2,229,000,000 229,900,000 15-Apr-06 7-Apr-06        
Mar ‘06 Land Lease
(Angs.1)
40,000 364,528,000 36,452,800 15-Apr-06 7-Apr-06       
3 Apr ‘06 Land Lease
(Angs.2)
40,000 360,448,000 36,044,800 15-Apr-06 10-May-06 1 2% 720,896
4 Mei ‘06 Land Lease
(Angs.3)
40,000 351,280,000 35,128,000 15-Apr-06 8-Jun-06 2 2% 1,405,120
5 Juni ‘06 Land Lease
(Angs.4)
40,000  374,920,000 37,492,000 15-Apr-06 10-Jul-06 3 2% 2,249,520
Juli ‘06 Land Lease
(Angs.5) 
40,000 364,144,000 36,414,400 15-Apr-06 10-Aug-06 4 2% 2,913,152
7 Agt ‘06 Land Lease
(Angs.6) 
40,000 362,824,000 36,282,400 15-Apr-06 8-Sep-06 5 2% 3,628,240
Sept ‘06 Land Lease
(Angs.7)
40,000 366,024,000 36,602,400 15-Apr-06 10-Oct-06    6 2% 4,392,288
Okt ‘06 Land Lease
(Angs.8) 
40,000   368,800,000 36,880,000 15-Apr-06 10-Nov-06 7 2% 5,163,200
10  Nov ‘06 Land Lease
(Angs.9)
40,000 365,552,000 36,555,200    15-Apr-06      8-Dec-06   8 2% 5,848,832
11  Des ‘06 Land Lease
(Angs.10) 
40,000  363,856,000 36,385,600 15-Apr-06 10-Jan-07 9 2% 6,549,408
12  Jan ‘07 Land Lease
(Angs.11)
40,000 361,730,000 36,173,000 15-Apr-06 9-feb-07 10 2% 7,234,600
13 Feb ‘07 Land Lease
(Angs.12)
40,000 363,856,000 36,385,600 15-Apr-06 9-Mar-07 11 2% 8,004,832
14  Mar ‘07 Land Lease
(Angs.13) 
40,000 362,952,000 36,295,200 15-Apr-06  13-Apr-07 12 2% 8,710,848
15 Apr ‘07 Land Lease
(Angs.14)
40,000 365,752,000 36,575,200 15-Apr-06 9-May-07 13 2% 9,509,552
16 Mei ‘07 Land Lease
(Angs.15)
40,000 363,464,000 36,346,400 15-Apr-06 8-Jun-07 14 2% 10,176,992
17 Juni ‘07 Land Lease
(Angs.16)
40,000 349,200,000 34,920,000 15-Apr-06 10-Jul-07 15 2% 10,476,000
18 Juli ‘07 Land Lease
(Angs.17)
40,000 358,000,000 35,800,000 15-Apr-06 9-Aug-07 16  2% 11,456,000
19 Agt ‘07 Land Lease
(Angs.18)
40,000 365,728,000 36,572,800 15-Apr-06 7-Sep-07 17 2% 12,434,752
20 Sept ‘07 Land Lease
(Angs.19)
40,000 375,544,000 37,554,400 15-Apr-06 5-Oct-07 18 2% 13,519,584
21 Okt ‘07 Land Lease
(Angs.20)
40,000 365,768,000 36,576,800 15-Apr-06 9-Nov-07 19 2% 13,899,184
22 Nov ‘07 Land Lease
(Angs.21)
40,000 365,864,000 36,586,400 15-Apr-06 10-Dec-07 20 2% 14,634,560
23 Des ‘07 Land Lease
(Angs.22)
40,000 375,048,000 37,504,800 15-Apr-06 9-Jan-08 21 2% 15,752,016
24 Jan ‘08 Land Lease
(Angs.23)
40,000 376,488,000 37,648,800 15-Apr-06 15-Feb-08 22 2% 16,565,472
25 Feb ‘08 Land Lease
(Angs.24)
80,000 751,532,000 75,153,200 15-Apr-06 15-Mar-08 23 2% 34,570,472
Jumlah 1,250,000 11,442,302,000 1,144,230,200          
  
bahwa perhitungan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 9 ayat (2a) KUP sebagaimana tersebut pada butir k sudah sesuai dengan perhitungan Pemeriksa, sehingga Penelaah Keberatan berpendapat bahwa tidak terdapat kesalahan perhitungan sanksi administrasi oleh Pemeriksa;

bahwa ketentuan perpajakan yang terkait dengan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi adalah sebagai berikut :

Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahan-perubahannya;

Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

Penjelasan :

Dapat saja terjadi dalam praktek, bahwa sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak, karena ketidaktelitian petugas pajak dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak. dst;

bahwa berdasarkan penelitian terhadap data Penggugat dan data pada SI DJP, Tergugat tidak menemukan adanya unsur kekhilafan Penggugat dan kesalahan petugas pajak yang menyebabkan timbulnya sanksi administrasi berupa bunga Pasal 9 ayat (2a) KUP sebesar Rp 219.815.520,00, kesimpulan ini diambil dengan mennperhatikan hal-hal sebagai berikut :
(1)  Tidak terdapat kesalahan dalam dasar pengenaan dan perhitungan Pemeriksa atas sanksi bunga Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP sebesar Rp 219.815.520,00;
(2) Ketentuan mengenai saat terutang dan jangka waktu penyetoran PPN terutang bukan merupakan ketentuan yang baru berlaku;
(3) Berdasarkan penelitian terhadap Profil Utama Penggugat pada SI DJP diketahui bahwa Tergugat bukan merupakan Wajib Pajak baru dan sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 1992;
   
bahwa dengan memperhatikan ketentuan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana terdapat pada butir l dan kesimpulan penelitian pada butir m di atas, maka Tergugat nnengusulkan kepada Majelis Hakim untuk tetap mempertahankan sanksi administrasi yang terdapat dalam STP PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 Nomor: 00004/107/06/059/09 tanggal 25 Februari 2009 dan menolak permohonan gugatan Penggugat;

Menurut Penggugat;

bahwa menurut pendapat Penggugat, pengenaan sanksi bunga Pasal 9 ayat 2a KUP atas pengalihan tanah tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh Tergugat karena Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. bahwa pada bulan Maret 2006, Perseroan menerima uang muka atas pembelian tanah oleh PT X sebesar USD 250.000 pada tanggal 7 Maret 2006 dan angsuran pertama sebesar USD 40.000 pada tanggal 28 Maret 2006, pembayaran ini didasarkan kepada Surat Konfirmasi Pemesanan dari pembeli kepada Perseroan atas sebidang tanah di Blok Q-2 seluas 50.000 m2 senilai USD 1.250.000;
  
2. bahwa sebagai kelanjutan dari konfirmasi pemesanan lahan tersebut maka pada tanggal 26 April 2006 ditandatangani suatu perjanjian yang mengatur Tata Cara Pelaksanaan Pengalihan Lahan dan Pembayarannya dalam “Binding Agreement to Sale and Purchase of Land” antara Perseroan dan PT X;

bahwa dalam perjanjian ini diatur mengenai hak dan kewajiban antara para pihak, tata cara pembayaran dan lainnya;
 
3.  bahwa sesuai dengan perjanjian tersebut, pembayaran atas pengalihan tanah sebesar USD 1.250.000 tersebut dilakukan secara cicilan oleh X selama 24 bulan, dengan uang muka sebesar 20% atau USD 250.000 di bulan Maret 2006 dan sisanya diangsur 24 kali angsuran, dengan angsuran pertama di bulan Maret 2006 sebesar USD 40.000 dan angsuran terakhir di bulan Pebruari 2008 sebesar USD 80.000;

bahwa perjanjian ini juga memuat kewajiban Perseroan untuk membangun beberapa infrastruktur, antara lain berupa: jalan dan penerangannya, sistem supplai air, system pembuangan air, sistem pemadam kebakaran dan ruang hijau terbuka;
 
4.   bahwa sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang berlaku di Indonesia, maka penyusunan Laporan Keuangan Komersial yang dilakukan oleh Perusahaan di Indonesia harus didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);

bahwa sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) Nomor 44, maka apabila suatu transaksi pengalihan lahan telah memenuhi kriteria yang ditentukan maka harus dicatat sebagai penjualan sebesar 100 %;

bahwa PSAK merupakan acuan bagi penyusunan Laporan Keuangan Komersial, yang mana acuan tersebut dapat berbeda dengan prinsip Penyerahan menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga dimungkinkan adanya perbedaan atau rekonsiliasi antara peredaran usaha/omset menurut Pajak Penghasilan Badan dengan penyerahan menurut SPT PPN;
 
5.  bahwa karena menganggap bahwa penerimaan uang muka tersebut telah memenuhi kriteria PSAK maka Penggugat mencatat pengalihan lahan tersebut sebagai penjualan dalam buku besamya;

bahwa walaupun Penggugat telah melakukan pencatatan atas pengalihan tanah tersebut sebagai penjualan sesuai dengan Prinsip Akuntasi yang berlaku di Indonesia, namun hal ini tidaklah berarti bahwa Penggugat harus menerbitkan Faktur Pajak secara sekaligus 100% dari nilai pengalihan, karena Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mempunyai ketentuan tersendiri mengenai kapan saat terjadinya Penyerahan Barang Kena Pajak dan kapan saat diterbitkannya Faktur Pajak;
 
6. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal lA angka 1 huruf a Undang-Undang PPN dinyatakan bahwa Yang termasuk pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
 
7. bahwa sesuai dengan ketentuan Pengalihan hak atas tanah atau bangunan yang berlaku di Indonesia oleh Badan Pertanahan Nasional maka suatu pengalihan hak atas tanah baru berlaku sah secara hukum apabila telah ditandatanganinya suatu akta pengalihan hak yang dilakukan dihadapan Notaris;

bahwa pada saat penandatangan akta Notaris tersebut maka terjadi penyerahan hak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal lA angka 1 huruf a;

bahwa karena pada saat penyerahan hak tersebut maka segala hak atau kewajiban atas tanah tersebut beralih dari penjual kepada pembeli;
 
8. bahwa berdasarkan data-data yang telah Penggugat sampaikan kepada pemeriksa/peneliti keberatan dapat diketahui bahwa akta pengalihan tanah kepada PT ABC Perkasa secara hukum baru dilakukan oleh Perseroan pada saat ditandatanganinya akta jual beli pada tanggal 10 Desember 2008, sebagaimana yang tercantum dalam Akta Jual Beli Nomor 500/2008, yang dilakukan dihadapan Notaris/PPAT sdr. GHI, SH;
 
9.  bahwa sebelum dilakukan penandatangan akta Notaris tersebut, telah dilakukan pula pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) melalui surat setoran (SSB) pada tanggal 09 Desember 2008 sebesar Rp1.159.000.000,00 (terlampir);

bahwa dengan dipenuhinya pembayaran BPHTB dan penandatangan akta jual beli tersebut, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pertanahan yang berlaku, maka sejak saat tersebut obyek tanah tersebut menjadi hak pembeli dan segala keuntungan atau kerugian dari obyek tersebut menjadi hak/beban pembeli;
 
10.  bahwa sangat tidak benar pernyataan Peneliti Keberatan bahwa dengan adanya pengakuan penjualan tanah 100% pada bulan Maret 2006 dalam pembukuan Penggugat, berarti hak atau kepemilikan atas tanah tersebut sudah diakui berpindah dari Penggugat selaku developer kepada pembeli;

bahwa karena hak dan atau kewajiban atas tanah baru beralih kepada pembeli pada saat ditandatanganinya suatu akta pengalihan hak dihadapan Notaris/PPAT sebagai pejabat yang berwenang mengalihkan hak atas tanah sesuai dengan Undang-Undang Pertanahan yang berlaku di Indonesia;
 
11.  bahwa selain itu pendapat peneliti keberatan yang menyatakan bahwa diindikasikan pada saat tersebut (Maret 2006) sudah ada transfer lahan secara fisik dari penjual kepada pembeli walaupun akta jual beli baru ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2008 adalah pernyataan yang bersifat dugaan semata, dengan penjelasan sebagai berikut:
 
 
a. bahwa tidak mungkin pada bulan Maret 2006, telah terjadi transfer fisik karena dalam perjanjian “Binding Agreement to Sale and Purchase of Land” yang ditandatangani pada tanggal 26 April 2006 secara jelas dimuat mengenai kewajiban pembangunan beberapa infrastruktur yang masih harus dipenuhi oleh Perseroan sebelum penyerahan hak dapat dilakukan kepada pembeli;
 
b. bahwa ketentuan dalam Binding Agreement, article 5 tentang Physical Transfer, diatur bahwa:
 
5.1 Upon commencement of construction of the Facilities, the Seller shall notify in writing to the Buyer that the Land is ready to be transferred to the Buyer;
5.2 Physical transfer shall be deemed to completed at the time of signing the Physical Transfer Receipt of the Land in the Form prepared y the Seller;
 
bahwa berdasarkan ketentuan diatas, dinyatakan bahwa transfer fisik akan dilakukan pada saat akan dimulainya pembangunan Fasilitas;

bahwa yang dimaksud dengan “Facilities” adalah fasilitas-fasilitas Pembeli, berupa gedung pabrik, gudang, tempat penyimpanan, kantor, yang akan dibangun oleh Pembeli di atas tanah lot Q-2 (Article 1 huruf g Binding Agreement);

bahwa fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa sampai dengan saat ini tanah tersebut masih berupa lahan kosong, karena Pembeli belum melakukan kegiatan pembangunan fasilitas-fasilitas sebagaimana dimaksud dalam perjanjian, sehingga ketentuan Physical Transfer sebagaimana dimaksud dalam perjanjian tersebut belum dapat dilaksanakan;
   
 
c.  bahwa karena belum ada penyerahan secara fisik kepada pembeli yang terjadi sebelum penandatangan akta jual beli dihadapan Notaris, maka dasar yang ada untuk penyerahan hak adalah peristiwa hukum berupa penandatanganan akta jual beli yang dilakukan dihadapan Notaris oleh yang bersangkutan;

bahwa hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, yang menyatakan bahwa terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP terebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli;

bahwa lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 13 ayat (2) dijelaskan bahwa dalam penentuan atau penyerahan barang tidak bergerak, Pajak Pertambahan Nilai menganut pendirian bahwa penyerahan hanya dapat dilakukan bila barang tersebut secara fisik telah ada;

bahwa oleh karena itu pajak terutang pada saat penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan, yaitu pada saat surat atau akta perjaniian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan;
     
12.  bahwa sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000, Pasal 1 dan Pasal 3 dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mewajibkan Perseroan untuk menerbitkan Faktur Pajak pada saat: a) penyerahan Barang Kena Pajak atau b) penerimaan pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak;
      
13. bahwa Penyerahan Barang Kena Pajak berupa penyerahan hak atas tanah kepada PT ABC Perkasa secara hukum baru dilakukan oleh Perseroan pada saat ditandatanganinya akta jual beli pada tanggal 10 Desember 2008;

bahwa karena pembayaran cicilan diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak, maka Perseroan menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan pembayaran angsuran yang diterima secara cicilan tersebut, dari bulan Maret 2006 sampai dengan bulan Pebruari 2008;
 
bahwa penerbitan Faktur Pajak ini, menurut Penggugat telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tersebut di atas; 

Menurut Majelis
   
bahwa Penggugat telah melakukan perjanjian mengikat jual beli lahan tanah (“Binding Agreement to Sale and Purchase of Land”) dengan PT. X pada tanggal 26 April 2006;

bahwa Penggugat mengakui sebelum ditandatangani perjanjian tersebut, dalam bulan Maret 2006 Penggugat telah menerima uang muka sebesar 20% dari harga tanah yang disepakati;

bahwa selain uang muka sebesar 20%, sejak Maret 2006 sampai dengan Pebruari 2008 Penggugat telah menerima pembayaran 24 angsuran;

bahwa dengan diterimanya uang muka yang didasarkan pada ikatan jual beli, Penggugat telah membukukan seluruh nilai penjualan pada GL Acc No. Sales 4.110.1100 Sales Land, sebagai pendapatan dalam pembukuan perusahaan tahun 2006, sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 44, dengan metode akrual;

bahwa dalam butir 5.2 dari “Binding Agreement to Sale and Purchase of Land”, disepakati bahwa pengalihan secara fisik dari tanah tersebut dianggap selesai pada saat ditandatanganinya “Phisycal Transfer Receipt of The Land” yang diterbitkan Penggugat selaku penjual;

bahwa penandatanganan akta jual-beli dilakukan pada tanggal 10 Desember 2008 dihadapan Notaris/PPAT sdr. GHI, SH, dengan akta Nomor 500/2008;

bahwa Tergugat menyatakan dengan telah dilakukannya pembukuan seluruh nilai penjualan berarti Penggugat mengakui proses pengembangan tanah telah selesai sehingga Penggugat selaku penjual tidak berkewajiban lagi untuk menyelesaikan kapling tanah yang dijual, yang merupakan salah satu syarat untuk menerapkan PSAK No. 44, dan hal tersebut mengindikasikan telah terjadi transfer lahan secara fisik dari Penggugat selaku penjual kepada pembelinya, sehingga Tergugat berpendapat PPN atas penyerahan lahan tanah seharusnya telah dilunasi pada bulan Maret 2006;

bahwa pendapat Tergugat didasarkan pada ketentuan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 yang menyatakan terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli;

bahwa Penggugat menyatakan penerapan PSAK No. 44 semata-mata untuk memenuhi pembukuan yang dilakukan secara akrual untuk kepentingan komersial, sehingga tidak ada kaitannya dengan saat penyerahan Barang Kena Pajak;

bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan Majelis berpendapat harus dibedakan antara pengakuan pembukuan yang didasarkan pada PSAK 44 dengan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal  11 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, pajak terutang pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, dan dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;

bahwa penjelasan Pasal  13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 menyatakan :
“dalam penentuan saat penyerahan barang tidak bergerak, Pajak Pertambahan Nilai menganut pendirian bahwa penyerahan hanya dapat dilakukan bila barang tersebut secara fisik telah ada. Oleh karena itu pajak terutang pada saat penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan, yaitu pada saat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan”;

bahwa dalam penjelasan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 juga dinyatakan apabila sebelum surat atau akta ditandatangani barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka pajak terutang pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam pembeli atau penerima;

bahwa dalam persidangan tidak terbukti telah ditandatanganinya “Phisycal Transfer Receipt of The Land”;

bahwa dalam persidangan juga tidak terdapat bukti yang menguatkan pendapat Tergugat, selain alasan adanya pembukuan pendapatan yang mengindikasikan adanya penyerahan secara fisik dari tanah;

bahwa karena barang yang diserahkan adalah tanah, maka penyerahan disini dapat secara yuridis (juridische levering) ataupun penyerahan nyata feitelijke levering;

bahwa berdasarkan akta jual-beli Nomor 500 Tahun 2008 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT sdr. GHI, SH, penyerahan yuridis dilakukan pada tanggal 10 Desember 2008, sedangkan penyerahan nyata baik berdasarkan artikel 5.2 “Binding Agreement to Sale and Purchase of Land” maupun bukti lainnya tidak terbukti adanya;

bahwa sebelum dilakukan penyerahan ternyata telah diterima cicilan, dan terhadap cicilan tersebut terbukti telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;

bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut terbukti dengan sah dan meyakinkan untuk mengabulkan seluruh permohonan Penggugat serta membatalkan, sehingga Surat Tagihan Pajak Nomor : 00004/107/06/059/09 tanggal 25 Pebruari 2009 harus dibatalkan;
 
Menimbang : bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Majelis berpendapat terbukti cukup alasan untuk mengabulkan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor : KEP-864/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 6 Agustus 2009;
 
Memperhatikan  :

Surat Gugatan, Surat Uraian Tanggapan, Surat Bantahan, serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan;

 
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000,
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000,
4. Ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan;
 
Memutuskan    : Mengabulkan seluruhnya permohonan Gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor: KEP-864/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 9 Agustus 2009 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP/atau JKP Nomor : 00004/107/06/059/09 tanggal 25 Pebruari 2009 Masa Pajak Januari s.d Desember 2006 atas nama : Penggugat, NPWP., Alamat:;