Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.28400/PP/M.VII/99/2011

Kategori : PPh Badan

Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-100/WPJ.02/BD.0602/2010 tentang Penolakan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 Nomor: 00095/106/08/217/08 tan


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor :  Put.28400/PP/M.VII/99/2011

Jenis Pajak : Gugatan 
     
Tahun Pajak : 2008
     
Pokok Sengketa : Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-100/WPJ.02/BD.0602/2010 tentang Penolakan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008
 
 
Menurut Tergugat : bahwa Tergugat telah menyampaikan pemberitahuan hasil penelitian pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dengan surat Nomor: SPHP-016/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 10 Februari 2010. Atas pemberitahuan ini, Penggugat telah memberikan tanggapan berupa sanggahan melalui surat Nomor: 011/DIR-PBN/II/10 tanggal 16 Februari 2010 yang pada dasarnya menolak hasil penelitian atas pokok pajak yang masih harus dibayar dalam STP dimaksud. Atas tanggapan Penggugat ini, Tergugat memberikan tanggapan “tidak menyetujui sanggahan dalam tanggapan Penggugat” dan tetap mempertahankan hasil penelitian sesuai surat pemberitahuan hasil penelitian dimaksud dan menuangkannya dalam berita acara Nomor: BA-009/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010;

Bahwa STP PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 Nomor: 00095/106/08/217/08 (yang telah dilakukan pembetulan sesuai Pasal 16 KUP dengan Surat Keputusan Nomor: KEP-00014/WPJ.02/KP.0903/2010 tanggal 21 Januari 2010) tanggal 18 Desember 2008 diterbitkan oleh KPP Madya Batam dikarenakan Penggugat tidak menyetorkan dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008, sehingga karena hal tersebutkan peneliti KPP Madya Batam menerbitkan STP dimaksud untuk menagih jumlah pokok pajak sebesar Rp1.385.155.480,00 beserta sanksi administrasi yang terdiri dari bunga Pasal 14 (3) KUP sebesar Rp249.327.986,00 dan denda Pasal 7 KUP sebesar Rp500.000,00;

Bahwa Penggugat menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007 dengan SPT 1771 Y yang diterima KPP Madya Batam pada tanggal 27 Mei 2008. Atas permohonan penundaan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun 2007 telah dikeluarkan keputusan penolakan dengan surat Nomor: S-00004/TLK/WPJ.02/KP.0903/PPhBD/2008 tanggal 4 Juni 2008 karena penyampaian permohonan penundaan telah melampaui batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun 2007 yaitu tanggal 31 Maret 2008. Dengan demikian permohonan tersebut dianggap bukan merupakan surat permohonan. Dengan demikian SPT 1771 Y tahun 2007 tidak dapat dijadikan dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Badan untuk Masa Pajak Maret sampai dengan Desember tahun 2008 sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 KEP-537/PJ./2000 tentang Perhitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu;

Bahwa Berdasarkan Pasal 25 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 jo. Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Tahun Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu, diatur bahwa dalam hal SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara, setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surat mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Dengan demikian besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 sama dengan besarnya PPh Pasal 25 Masa Pajak Desember 2007 yaitu sebesar Rp277.031.096,00;

Bahwa Dengan demikian, dasar perhitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam STP dimaksud telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan penerbitan STP dimaksud telah tepat;

Memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Pasal 1 Angka 22 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dijelaskan bahwa : “Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak yang dikurangkan dari pajak yang terutang.”

Berdasarkan ketentuan di atas, jumlah pokok pajak yang tercantum dalam STP dimaksud menjadi kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Badan;

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 diatur bahwa : “Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.”

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Penggugat masih dapat menyampaikan SPT Pembetulan PPh Badan Tahun 2008 hingga 31 Desember 2010 untuk membayar besarnya pokok pajak beserta sanksi administrasinya dan memasukannya sebagai kredit pajak dalam SPT tersebut;

Berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, telah diatur tentang sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 dikenakan kepada Penggugat apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

Pasal 1 huruf a dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 189/PMK/03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak, diatur sebagai berikut:

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam hal :
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

Ayat (2) : Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan;
 
Menurut Penggugat : Maksud dan tujuan pembayaran angsuran PPh Pasal 25

bahwa kutipan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

“Pajak, pada prinsipnya, terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan, saat terutangnya pajak tersebut adalah :
pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.”

bahwa Penggugat berpendapat bahwa pembayaran PPh Pasal 25 Tahun 2008 pada prinsipnya adalah hanya sebagai angsuran atas pokok PPh Badan Tahun 2008 yang terutang pada akhir tahun pajak, yaitu pada akhir tahun 2008, adapun atas PPh Badan Tahun Pajak 2008 yang terutang tersebut telah Penggugat bayarkan yaitu melalui pembayaran PPh Pasal 29 Tahun 2008 pada tanggal 28 Maret 2009 dan atas SPT Tahunan PPh Badan 2008-nya pun telah Penggugat laporkan pada tanggal 31 Maret 2009 berdasarkan prinsip self assessment, sehingga jumlah pokok pajak PPh Pasal 25 yang ditagihkan melalui penerbitan STP Nomor 95 tersebut adalah terlalu besar dan harus dikurangi;

bahwa kutipan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:

“Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun.”

bahwa Penggugat berpendapat bahwa jumlah pokok PPh Pasal 25 yang ditagih melalui STP Nomor 95 tersebut adalah terlalu besar dibandingkan dengan PPh Badan Tahun 2008 terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008, hal ini bertentangan dengan prinsip pengenaan PPh Pasal 25 itu sendiri sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000;

Maksud dan tujuan permohonan pengurangan dan penghapusan STP Nomor 95

bahwa Penggugat menyampaikan permohonan pengurangan dan penghapusan atas STP Nomor 95 tersebut di atas adalah dalam rangka agar pengenaan STP Nomor 95 tersebut disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya, dalam pengertian bahwa pada saat surat permohonan Penggugat sedang diproses, pihak Tergugat telah menerima data terkini mengenai posisi terakhir atas pembayaran dan pelaporan atas SPT Penggugat, yaitu :
PPh Badan 2007 terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT PPh Badan 2007;
PPh Badan 2008 terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT PPh Badan 2008;
Pembayaran PPh Pasal 29 Tahun 2007;
Pembayaran PPh Pasal 29 Tahun 2008;

bahwa seharusnya Tergugat melihat bahwa pokok pajak yang ditagihkan melalui STP Nomor 95 tersebut di atas terlalu besar bila dibandingkan dengan PPh Badan 2007 ataupun PPh Badan 2008 yang terutang, dengan demikian Tergugat seharusnya juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan pengurangan atas STP Nomor 95 tersebut;

bahwa Penggugat menyadari bahwa Penggugat telah melakukan kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan Penggugat, sehingga atas kelalaian tersebut cukup dikenakan denda yang semestinya, dan Penggugat tetap berkeberatan jika pokok pajak tersebut tetap ditagihkan karena hal tersebut bertentangan dengan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana diuraikan di atas;

Pembayaran utang pajak berganda

bahwa dalam praktik perdagangan ataupun hubungan perdata lainnya, bila suatu pokok utang telah lunas dibayarkan sudah tentu tidak diperlukan lagi membayar angsuran atas pokok utang, sebab hal tersebut akan menyebabkan pembayaran utang berganda, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah cukup mengenakan denda atas keterlambatan pembayaran;

bahwa menurut Penggugat penalaran tersebut juga dapat diterapkan dalam masalah perpajakan, adalah tidak masuk akal bila Penggugat tetap diwajibkan membayar angsuran pajak padahal pokok pajak  yang terutang sudah lunas dibayarkan, karena hal tersebut akan menyebabkan pembayaran utang pajak berganda, pembayaran utang pajak berganda sudah pasti sangat bertentangan dengan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana diuraikan di atas;

bahwa selain itu, pembayaran pajak berganda ini akan sangat merugikan Penggugat karena selisih antara pokok pajak yang terutang dalam SPT PPh Badan Tahun 2008 dibandingkan dengan pokok pajak yang ditagihkan dalam STP Nomor 95 tersebut terlalu besar, sehingga bila pokok pajak yang ditagihkan dalam STP Nomor 95 tersebut Penggugat bayarkan hal ini pasti sangat mengganggu cashflow pada perusahaan Penggugat, sebagaimana diketahui cashflow memegang peranan amat penting terkait kelancaran jalannya suatu usaha (bisnis);

Pelanggaran prosedur

bahwa Pasal I huruf B Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-28/PJ.41/1993 tanggal 8 Maret 1993 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-14/PJ.BT5/1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran STP Pajak Penghasilan menyatakan bahwa :

STP atas PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak selain yang tersebut pada butir 2 huruf a dikeluarkan triwulan sebagai berikut:
untuk Masa Pajak Januari s/d Maret dikeluarkan pada bulan Mei;
untuk Masa Pajak April s/d Juni dikeluarkan pada bulan Agustus;
untuk Masa Pajak Juli s/d September dikeluarkan pada bulan Nopember;
untuk Masa Pajak Oktober s/d Desember dikeluarkan paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya sepanjang Wajib Pajak belum menyampaikan SPT Tahunan PPh.

STP untuk menagih sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh dikeluarkan triwulan sebagai berikut:
untuk Masa Pajak Januari s/d Maret dikeluarkan pada bulan Mei;
untuk Masa Pajak April s/d Juni dikeluarkan pada bulan Agustus;
untuk Masa Pajak Juli s/d September dikeluarkan pada bulan Nopember,
untuk Masa Pajak Oktober s/d Desember dikeluarkan pada bulan Januari.

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas Penggugat berpendapat bahwa penerbitan STP Nomor 95 telah melanggar prosedur karena STP Nomor 95 yang diterbitkan pada tanggal 18 Desember 2008 tersebut telah terlambat penerbitannya;
 
Menurut Majelis  : bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyatakan sebagai berikut:

Pasal 25 ayat (1)

“Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.”

Pasal 25 ayat (2)

“Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.”

Pasal 25 ayat (6) huruf c

“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu :
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;”

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan sebagai berikut:

Pasal 1 Angka 15

“Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.”

Pasal 1 Angka 20

“Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.”

Pasal 1 Angka 22

“Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.”

Pasal 7 ayat (1)

“Apabila Surat Pemberitahuan tidakdisampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.”

Pasal 8 ayat (1)

“Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.”

Pasal 14 ayat (1) huruf a

“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.”

Pasal 14 ayat (3)

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.”

bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan dalam Hal-hal Tertentu

Pasal 4

Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara;

Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan;

Pasal 5

Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.

Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

bahwa Penggugat berpendapat bahwa penerbitan STP Nomor 25 tersebut telah melanggar prosedur karena STP Nomor 25 yang diterbitkan pada tanggal 18 Desember 2008 tersebut telah terlambat penerbitannya;

bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat (6) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa: “Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu: c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;”

bahwa Penggugat menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Normal Tahun Pajak 2006 Kurang Bayar Rp2.315.194.709,00 yang diterima KPP Madya Batam tanggal 29 Februari 2008 dengan menyatakan "PPh yang harus dibayar sendiri" sebesar Rp3.324.373.157,00;

bahwa Penggugat mengakui telah lalai dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan atas kelalaian tersebut Penggugat menyatakan cukup dikenakan denda;

bahwa atas kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan tersebut Penggugat telah setuju untuk dikenakan sanksi administrasi, sehingga menurut Tergugat bahwa sengketa gugatan adalah hanya atas Pokok Pajak yang tidak dibayar dalam STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 sebesar Rp1.385.155.480,00

bahwa perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Penggugat untuk masa-masa pajak pada Tahun 2008 sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (1), ayat (2), dan ayat (6) Undang-undang Pajak Penghasilan jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 adalah sebagai berikut:

Masa Pajak Januari sampai dengan Februari Tahun 2008 berdasarkan angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2007 untuk setiap masa pajak;

bahwa angsuran PPh Pasal 25 masa Desember Tahun 2007 adalah berdasarkan jumlah "PPh yang harus dibayar sendiri" dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2006 yaitu sebesar Rp3.324.373.157,00 dibagi 12 (dua belas) atau sebesar Rp277.031.096,00;

bahwa karena permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2007 Penggugat telah ditolak oleh KPP Madya Batam dengan surat Nomor: S-00004/TLK/WPJ.02/KP.0903/PPhBD/2008 tanggal 4 Juni 2008, maka SPT 1771 Y Tahun Pajak 2007 tidak dapat dijadikan dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Badan untuk masa Maret sampai dengan Desember Tahun 2008, sehingga perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Badan untuk masa Maret sampai dengan Desember Tahun 2008 adalah sebesar angsuran Januari sampai dengan Februari tahun 2008;

bahwa Penggugat tidak pernah mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 untuk masa-masa pajak Tahun 2008 kepada Tergugat;

bahwa berdasarkan berdasarkan Pasal 25 ayat (6) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Tergugat menerbitkan STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 karena Penggugat tidak menyetorkan dan tidak melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008;

bahwa penerbitan STP berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan untuk menagih pokok angsuran yang tidak dibayar, berikut sanksi administrasi denda Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan sanksi administrasi bunga Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan merupakan wewenang Tergugat atas kuasa Undang-undang untuk menagih pokok PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan yang tidak disetorkan dan tidak dilaporkan Penggugat berikut sanksi administrasinya, sepanjang Penggugat belum menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2007;

bahwa berdasarkan hasil persidangan diperoleh data dan fakta dan berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa tidak terdapat pelanggaran prosedur dalam menerbitkan STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008;

bahwa berdasarkan pasal 4 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan dalam Hal-hal Tertentu menyatakan bahwa “Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara”;

bahwa Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 diterbitkan pada tanggal 18 Desember 2008 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tahun 2008 disampaikan tanggal 31 Maret 2009, tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;

bahwa menurut Penggugat dalam hal tetap diwajibkan membayar angsuran pajak padahal pokok pajak yang terutang sudah lunas dibayarkan, akan menyebabkan pembayaran utang pajak berganda, pembayaran utang pajak berganda sudah pasti sangat bertentangan dengan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan;

bahwa tidak ada pembayaran pajak berganda karena pokok pajak yang terutang dalam STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 dapat dikreditkan untuk mengurangi pajak terutang Tahun Pajak 2008;

bahwa Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan: “Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar;”

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 21/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan pembatakan Hasil Pemeriksaan menyatakan: Pasal 4ayat (1): Surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, dan hasil pemeriksaan yang dapat dikurangkan atau dibatalkan oleh Direktur Jenderal Pajak baik secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliput: b. pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; atau.”;

bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap berkas Gugatan, diketahui bahwa dalam menerbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-100/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010 mengenai Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008, Tergugat menggunakan dasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Majelis berpendapat pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana permohonan Penggugat, sepenuhnya adalah wewenang Tergugat;

bahwa mengingat pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";

bahwa pada memori penjelasan pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan";

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan dari Pemohon Banding maupun Terbanding yang terungkap dalam persidangan, serta berdasarkan penilaian pembuktian Majelis, berkesimpulan terdapat bahwa penerbitan Surat Tagihan Pajak  PPh Pasal 25 Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 telah memenuhi ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

bahwa berdasarkan hasil persidangan diperoleh data dan fakta dan berdasarkan hal tersebut Majelis menyimpulkan bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-100/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010 mengenai Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak  PPh Pasal 25 Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008 yang digugat oleh Penggugat telah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku sebagaimana disebutkan pada Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 21/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan pembatakan Hasil Pemeriksaan, oleh karenanya tidak terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan gugatan Penggugat;
 
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan Gugatan Penggugat;
 
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
 
Memutuskan    : Menyatakan menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Nomor: KEP-100/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010 mengenai Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Nomor: 00095/106/08/217/08 tanggal 18 Desember 2008 Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2008;