Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.28399/PP/M.VII/99/2011

Kategori : PPh Badan

Surat Keputusan Tergugat Nomor : KEP-101/WPJ.02/BD.0602/2010 tentang Penolakan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 Nomor : 00024/106/07/2


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor :  PUT.28399/PP/M.VII/99/2011

Jenis Pajak : Gugatan 
     
Tahun Pajak : 2007
     
Pokok Sengketa : Surat Keputusan Tergugat Nomor : KEP-101/WPJ.02/BD.0602/2010 tentang Penolakan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 Nomor : 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008
 
 
Menurut Tergugat : Tergugat telah menyampaikan pemberitahuan hasil penelitian pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dengan surat nomor : SPHP-016/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 10 Februari 2010. Atas pemberitahuan ini, Penggugat telah memberikan tanggapan berupa sanggahan melalui surat nomor : 011/DIR-PBN/II/10 tanggal 16 Februari 2010 yang pada dasarnya menolak hasil penelitian atas pokok pajak yang masih harus dibayar dalam STP dimaksud. Atas tanggapan Penggugat ini, Tergugat memberikan tanggapan “tidak menyetujui sanggahan dalam tanggapan Penggugat” dan tetap mempertahankan hasil penelitian sesuai surat pemberitahuan hasil penelitian dimaksud dan menuangkannya dalam berita acara nomor: BA-009/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010;

STP PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 Nomor : 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 diterbitkan oleh KPP Madya Batam dikarenakan Penggugat tidak menyetorkan dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007, sehingga karena hal tersebutkan peneliti KPP Madya Batam menerbitkan STP dimaksud untuk menagih jumlah pokok pajak sebesar Rp1.108.124.384,00 beserta sanksi administrasi yang terdiri dari bunga Pasal 14 (3) KUP sebesar Rp99.731.194,00 dan denda Pasal 7 KUP sebesar Rp200.000,00;

Memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur sebagai berikut :
Besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan :
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak.

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir Tahun Pajak yang lalu.

Dengan demikian besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2007 adalah sebagai berikut :
Masa Pajak Januari sampai dengan Februari 2007 besarnya angsuran berdasarkan angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Desember tahun 2006 yaitu sebesar Rp101.620.000,00;
Masa Pajak Maret sampai dengan Desember 2007 besarnya angsuran berdasarkan Jumlah yang masih harus dibayar sendiri (bagian C kredit angka 9 huruf a) dibagi 12, yaitu sebesar Rp277.031.096,00;

Berdasarkan uraian di atas, dasar perhitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam STP dimaksud telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan penerbitan STP dimaksud telah tepat.

Pasal 1 Angka 22 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dijelaskan bahwa : “Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak yang dikurangkan dari pajak yang terutang.”
Berdasarkan ketentuan di atas, jumlah pokok pajak yang tercantum dalam STP dimaksud menjadi kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Badan;

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 diatur bahwa : “Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.”

Dengan demikian, seharusnya Penggugat melakukan pembetulan SPT Tahunannya untuk mengkreditkan pokok pajak dalam STP dimaksud sepanjang masih memenuhi ketentuan di atas;

Berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, telah diatur tentang sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000,00 dikenakan kepada Penggugat apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
 
Menurut Penggugat : Maksud dan tujuan pembayaran angsuran PPh Pasal 25

bahwa kutipan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

“Pajak, pada prinsipnya, terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan, saat terutangnya pajak tersebut adalah :
pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.”

bahwa Penggugat berpendapat bahwa pembayaran PPh Pasal 25 Tahun 2007 pada prinsipnya adalah hanya sebagai angsuran atas pokok PPh Badan Tahun 2007 yang terutang pada akhir Tahun Pajak, yaitu pada akhir Tahun 2007, adapun atas PPh Badan Tahun Pajak 2007 yang terutang tersebut telah Penggugat bayarkan yaitu melalui pembayaran PPh Pasal 29 Tahun 2007 pada tanggal 25 Maret 2008 dan atas SPT Tahunan PPh Badan 2007-nya pun telah Penggugat laporkan pada tanggal 31 Agustus 2009 berdasarkan prinsip self assessment, sehingga jumlah pokok pajak PPh Pasal 25 yang ditagihkan melalui penerbitan STP Nomor 24 tersebut adalah terlalu besar dan harus dikurangi;

bahwa kutipan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

“Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun.”

bahwa Penggugat berpendapat bahwa jumlah pokok PPh Pasal 25 yang ditagih melalui STP Nomor 24 tersebut adalah terlalu besar dibandingkan dengan PPh Badan Tahun 2007 terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007, hal ini bertentangan dengan prinsip pengenaan PPh Pasal 25 itu sendiri sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000;

Maksud dan tujuan permohonan pengurangan dan penghapusan STP Nomor 24

bahwa Penggugat menyampaikan permohonan pengurangan dan penghapusan atas STP Nomor 24 tersebut di atas adalah dalam rangka agar pengenaan STP Nomor 24 tersebut disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya, dalam pengertian bahwa pada saat surat permohonan Penggugat sedang diproses, pihak Tergugat telah menerima data terkini mengenai posisi terakhir atas pembayaran dan pelaporan atas SPT Penggugat, yaitu :
PPh Badan 2007 terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT PPh Badan 2007;
Pembayaran PPh Pasal 29 Tahun 2007;

bahwa seharusnya Tergugat melihat bahwa pokok pajak yang ditagihkan melalui STP Nomor 24 tersebut di atas terlalu besar bila dibandingkan dengan PPh Badan 2007 ataupun PPh Badan 2007 yang terutang, dengan demikian Tergugat seharusnya juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan pengurangan atas STP Nomor 24 tersebut;

bahwa Penggugat menyadari bahwa Penggugat telah melakukan kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan Penggugat, sehingga atas kelalaian tersebut cukup dikenakan denda yang semestinya, dan Penggugat tetap berkeberatan jika pokok pajak tersebut tetap ditagihkan karena hal tersebut bertentangan dengan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana diuraikan di atas;

Pembayaran utang pajak berganda

bahwa dalam praktik perdagangan ataupun hubungan perdata lainnya, bila suatu pokok utang telah lunas dibayarkan sudah tentu tidak diperlukan lagi membayar angsuran atas pokok utang, sebab hal tersebut akan menyebabkan pembayaran utang berganda, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah cukup mengenakan denda atas keterlambatan pembayaran;

bahwa menurut Penggugat penalaran tersebut juga dapat diterapkan dalam masalah perpajakan, adalah tidak masuk akal bila Penggugat tetap diwajibkan membayar angsuran pajak padahal pokok pajak  yang terutang sudah lunas dibayarkan, karena hal tersebut akan menyebabkan pembayaran utang pajak berganda, pembayaran utang pajak berganda sudah pasti sangat bertentangan dengan Penjelasan Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Penjelasan Ayat 6 Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagaimana diuraikan di atas;

bahwa selain itu, pembayaran pajak berganda ini akan sangat merugikan Penggugat karena selisih antara pokok pajak yang terutang dalam SPT PPh Badan Tahun 2007 dibandingkan dengan pokok pajak yang ditagihkan dalam STP Nomor 24 tersebut terlalu besar, sehingga bila pokok pajak yang ditagihkan dalam STP Nomor 24 tersebut Penggugat bayarkan hal ini pasti sangat mengganggu cashflow pada perusahaan Penggugat, sebagaimana diketahui cashflow memegang peranan amat penting terkait kelancaran jalannya suatu usaha (bisnis);

Pelanggaran prosedur

bahwa Pasal I huruf B Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-28/PJ.41/1993 tanggal 8 Maret 1993 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-14/PJ.BT5/1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penge-luaran STP Pajak Penghasilan menyatakan bahwa :

STP atas PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak selain yang tersebut pada butir 2 huruf a dikeluarkan triwulan sebagai berikut :
untuk Masa Pajak Januari s/d Maret dikeluarkan pada bulan Mei;
untuk Masa Pajak April s/d Juni dikeluarkan pada bulan Agustus;
untuk Masa Pajak Juli s/d September dikeluarkan pada bulan Nopember;
untuk Masa Pajak Oktober s/d Desember dikeluarkan paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya sepanjang Wajib Pajak belum menyampaikan SPT Tahunan PPh.

STP untuk menagih sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh dikeluarkan triwulan sebagai berikut :
untuk Masa Pajak Januari s/d Maret dikeluarkan pada bulan Mei;
untuk Masa Pajak April s/d Juni dikeluarkan pada bulan Agustus;
untuk Masa Pajak Juli s/d September dikeluarkan pada bulan Nopember,
untuk Masa Pajak Oktober s/d Desember dikeluarkan pada bulan Januari.

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas Penggugat berpendapat bahwa penerbitan STP Nomor 24 telah melanggar prosedur karena STP Nomor 24 yang diterbitkan pada tanggal 26 Maret 2008 tersebut telah terlambat penerbitannya;
 
Menurut Majelis  : bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Pasal 25 ayat (1)

“Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.”

Pasal 25 ayat (2)

“Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.”

Pasal 25 ayat (6) huruf c

“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu :
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;”

bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah yang Kedua dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, menyatakan sebagai berikut:

Pasal 1 Angka 14

“Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.”

Pasal 1 Angka 19

“Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.”

Pasal 1 Angka 22

“Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.”

Pasal 7 ayat (1)

“Apabila Surat Pemberitahuan tidakdisampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.”

Pasal 8 ayat (1)

“Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.”

Pasal 14 ayat (1) huruf a

“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.”

Pasal 14 ayat (3)

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.”

bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan dalam Hal-hal Tertentu

Pasal 4

Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara;

Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan;

bahwa Penggugat berpendapat bahwa penerbitan STP Nomor 25 tersebut telah melanggar prosedur karena STP Nomor 25 yang diterbitkan pada tanggal 26 Maret 2008 tersebut telah terlambat penerbitannya;

bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat (6) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa: “Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu: c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;”

bahwa Penggugat menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Normal Tahun Pajak 2006 Kurang Bayar Rp2.315.194.709,00 yang diterima KPP Madya Batam tanggal 29 Februari 2008 dengan menyatakan "PPh yang harus dibayar sendiri" sebesar Rp3.324.373.157,00;

bahwa Penggugat mengakui telah lalai dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan atas kelalaian tersebut Penggugat menyatakan cukup dikenakan denda;

bahwa atas kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan tersebut, Penggugat telah setuju untuk dikenakan sanksi administrasi, sehingga sengketa gugatan hanya atas Pokok Pajak yang tidak dibayar dalam STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp1.108.124.384,00;

bahwa perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Penggugat untuk masa-masa pajak pada Tahun 2007 sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (1), ayat (2), dan ayat (6) Undang-undang Pajak Penghasilan jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 adalah sebagai berikut:

Masa Pajak Januari sampai dengan Februari Tahun 2007 berdasarkan angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Desember 2006 yaitu sebesar Rp101.620.000,00 untuk setiap masa pajak;

Masa Pajak Maret sampai dengan Desember Tahun 2007 berdasarkan jumlah "PPh yang harus dibayar sendiri" dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2006 yaitu sebesar Rp3.324.373.157,00 dibagi 12 (dua belas) atau sebesar Rp277.031.096,00 untuk setiap masa pajak;

bahwa Penggugat tidak pernah mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 untuk masa-masa pajak Tahun 2007 kepada Tergugat;

bahwa berdasarkan berdasarkan Pasal 25 ayat (6) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Tergugat menerbitkan STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 karena Penggugat tidak menyetorkan dan tidak melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 Badan Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007;

bahwa penerbitan STP berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan untuk menagih pokok angsuran yang tidak dibayar, berikut sanksi administrasi denda Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan sanksi administrasi bunga Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan merupakan wewenang Tergugat atas kuasa Undang-undang untuk menagih pokok PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan yang tidak disetorkan dan tidak dilaporkan Penggugat berikut sanksi administrasinya, sepanjang Penggugat belum menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2007;

bahwa berdasarkan hasil persidangan diperoleh data dan fakta dan berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa tidak terdapat pelanggaran prosedur dalam menerbitkan STP PPh Pasal 25 Badan Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007;

bahwa Penggugat menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan 2007 dengan Formulir 1771-Y diterima KPP Madya Batam tanggal 27 Mei 2008 dengan menyatakan jumlah "PPh yang dibayar sendiri" (kredit pajak) sebesar Rp3.358.391.115,00 terdiri dari: pembayaran "PPh Pasal 25" sebesar Rp384.840.155,00 disetor tanggal 25 Maret 2008 dan "STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak)" sebesar Rp2.973.550.960,00;

bahwa berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Penggugat telah mengetahui hak dan kewajiban sehubungan dengan pengkreditan Pajak Penghasilan Pasal 25 yaitu terhadap pokok pajak terutang menurut Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 25;

bahwa Penggugat mengakui telah lalai dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan atas kelalaian tersebut Penggugat menyatakan cukup dikenakan denda;

bahwa Penggugat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Normal Tahun Pajak 2007 Kurang Bayar Rp8.280.753,00 (disetor tanggal 25 Agustus 2009), yang diterima KPP Madya Batam tanggal 31 Agustus 2009 dengan menyatakan jumlah "PPh yang dibayar sendiri" sebesar Rp384.840.155,00 tanpa mengkreditkan Pokok STP PPh Pasal 25 yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Badan 1771-Y Penundaan Tahun Pajak 2007;

bahwa berdasarkan pasal 4 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan dalam Hal-hal Tertentu menyatakan bahwa “Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara”;

bahwa Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 diterbitkan pada tanggal 26 Maret 2008 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tahun 2007 disampaikan tanggal 25 Agustus 2009, tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;
bahwa Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah Kedua dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 menyatakan: “Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar;”

bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 542/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak menyatakan: Pasal 2 ayat (1): Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.”;

bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap berkas Gugatan, diketahui bahwa dalam menerbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-101/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010 mengenai Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007, Tergugat menggunakan dasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah yang Kedua dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000;

bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Majelis berpendapat pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana permohonan Penggugat, sepenuhnya adalah wewenang Tergugat;

bahwa mengingat pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";

bahwa pada memori penjelasan pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa : "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan";

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan dari Penggugat maupun Tergugat yang terungkap dalam persidangan, serta berdasarkan penilaian pembuktian Majelis, berkesimpulan terdapat bahwa penerbitan Surat Tagihan Pajak  PPh Pasal 25 Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 telah memenuhi ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

bahwa berdasarkan hasil persidangan diperoleh data dan fakta dan berdasarkan hal tersebut Majelis menyimpulkan bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-101/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010 mengenai Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak  PPh Pasal 25 Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007 yang digugat oleh Penggugat telah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku sebagaimana disebutkan pada Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah Kedua dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 542/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, oleh karenanya tidak terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan gugatan Penggugat;
 
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan Gugatan Penggugat;
 
Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
 
Memutuskan    : Menyatakan menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Nomor: KEP-101/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 22 Februari 2010 mengenai Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25 Nomor: 00024/106/07/217/08 tanggal 26 Maret 2008 Masa Pajak September sampai dengan Desember 2007;