Jenis
Pajak |
: |
Gugatan
Pajak |
|
|
|
Tahun Pajak |
: |
2018 |
|
|
|
Pokok
Sengketa |
: |
bahwa
yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini adalah
penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018
tanggal 30 April 2018 Tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas
Surat Tagihan Pajak Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan
Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015
Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017, yang tidak disetujui
oleh Penggugat; |
|
|
|
|
|
|
Menurut Tergugat |
: |
bahwa
Penggugat mengajukan gugatan terhadap Keputusan Tergugat tentang
Pengurangan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak, yang diajukan
berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
bahwa
ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP adalah merupakan upaya hukum
yang dapat ditempuh untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi atas produk hukum yang pada dasarnya tidak
mengandung sengketa material:
a) |
Pasal
ini ditujukan bagi upaya
hukum atas produk hukum yang tidak mengandung sengketa materi, yang
penerbitannya sudah benar namun Wajib Pajak meminta keringanan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena kekhilafan
Wajib Pajak.
Misalnya:
- Wajib Pajak dikenakan dikenakan sanksi
administrasi namun meminta untuk dikurangkan atau dihapuskan karena
kesulitaan keuangan.
- Wajib
Pajak mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
terkait adanya fasilitas pengurangan atau pengapusan sanksi
administrasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan antara lain:
- PMK
Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan
Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan
Pajak atau Surat Tagihan Pajak;
- PMK Nomor 91/PMK.03/2015 Tentang
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan
Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan dan
Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak;
- PMK Nomor 29/PMK.03/2005 Tentang Penghapusan
Administrasi Bunga Yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP;
|
b) |
Pasal
ini juga memungkinkan untuk diajukan atas produk hukum yang
penerbitannya sudah benar namun terdapat perbedaan perhitungan sanksi
administrasi atau kesalahan hitung sanksi adminstrasi dan kesalahan
hitung tersebut bukan karena kesalahan Wajib Pajak
Misalnya: Adanya
Sanksi Adminisrasi bunga keterlambatan penyampaikan SPT Tahunan (Pasal
9 ayat (2a) UU KUP) jumlah bulan keterlambatan dalam misalnya 2 bulan
namun sebenarnya hanya 1 (satu) bulan dan itu bukan kesalahan Wajib
Pajak; |
bahwa kewenangan untuk melakukan penelitian material adalah pada
Direktorat Jenderal Pajak:
- pada
dasarnya Pasal 36 UU KUP merupakan ordonansi keadilan, dimana
kewenangan yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak merupakan
atribusi langsung sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang.
Dengan demikian kewenangan terhadap penelitian secara materi hanya
diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak;
- Tergugat berpendapat upaya
hukum yang seharusnya ditempuh oleh Penguggat terkait adanya kesalahan
dalam Surat Tagihan Pajak adalah dengan prosedur Pasal 36 ayat (1)
huruf c UU KUP;
- Tergugat berpendapat bahwa kewenangan dalam
melakukan penelitian material dan menerbitkan keputusan atas permohonan
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Yang Tidak Benar adalah
adalah pada Direktur Jenderal Pajak (Tergugat), hal ini didasarkan pada
kententuan Undang-undang Perpajakan dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal
36 ayat (1) UU KUP jo Pasal 35 ayat (1) PP Nomor 74 Tahun 2011 jo Pasal
2 PMK Nomor 08/PMK.03/2013);
bahwa Tergugat telah memproses
permohonan Wajib Pajak sesuai ketentuan Undang-undang, di mana
berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c dan Pasal 36 Ayat (1a) yaitu
Wajib Pajak telah mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi sebanyak 2 (dua) kali dan telah mendapatkan
keputusan atas permohonannya tersebut;
bahwa alasan permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang diajukan
Penggugat adalah alasan likuiditas sehingga tidak ada sengketa mengenai
materi antara Penggugat dan Tergugat dan pengurangan atau penghapusan
sanksi tersebut merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang
diberikan Undang-undang;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka penerbitan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018
telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku; |
|
|
|
Menurut Penggugat |
: |
bahwa
alasan Penggugat mengajukan pengurangan/penghapusan sanksi
Administrasi karena kesulitan keuangan (cash flow) memenuhi kriteria
yang diatur dalam PMK Nomor 8/PMK.03/2013 Pasal 12 ayat (2c);
bahwa
Tergugat berpendapat bahwa Penggugat tidak mengalami kesulitan cash
flow sehingga tidak dapat diberikan pengurangan/penghapusan sanksi
administrasi. Atas hal tersebut Penggugat tidak setuju karena tidak
sesuai dengan kenyataan sebagai berikut:
a. |
Kondisi
cash flow yang sangat minim, dengan penjelasan sebagai berikut:
- Pada
saat pengajuan pertama kali pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi tanggal 23 Juli 2017, posisi cash flow tanggal 31 Juli
2017 dengan saldo kas sebesar Rp670.496.967. Rinciannya adalah pada
cash flow dari (untuk) aktivitas operasional saldo defisit sebesar
Rp12.573.773.765 sedangkan pada cash flow yang digunakan dari (untuk)
pendanaan surplus sebesar Rp10.665.321.341. Hal ini berarti bahwa modal
kerja operasional perusahaan dibiayai dari dana pinjaman, bahkan sampai
dengan tanggal 31 Desember 2017 saldo kas/bank hanya sebesar
Rp707.872.967;
- Pada pengajuan kedua pengurangan atau
penghapusan
sanksi administrasi yaitu tanggal 13 Februari 2018, posisi cash flow
tanggal 28 Februari 2018 saldo akhir sebesar Rp396.627.257 dengan
rincian pada cash flow dari (untuk) aktivitas operasional menunjukan
saldo defisit sebesar Rp734.954.137 sedangkan pada cash flow yang
digunakan dari (untuk) pendanaan surplus sebesar Rp643.083.427. Hal ini
berarti bahwa modal kerja operasional perusahaan berasal dari dana
pinjaman;
|
b. |
Ketidaklancaran
cash flow tersebut di atas disebabkan terjadinya penumpukan piutang
dengan kondisi sebagai berikut:
- Saldo
piutang per 31 Juli 2017 (pengajuan pertama) adalah sebesar
Rp40.448.262.544 namun tidak semuanya dapat digunakan/dicairkan tepat
waktu dikarenakan terdapat piutang macet eks PTPN IX sebesar
Rp6.438.538.140 dan eks PTPN II sebesar Rp3.874.450.000. Selain itu
terdapat piutang lambat PT QWE (RTY Group) sebesar Rp14.694.463.681
yang pembayarannya rata-rata 150 hari dimana ordernya harus tetap
Penggugat penuhi karena merupakan program sinergi antar BUMN;
- Saldo
piutang per 28 Februari 2018 (pengajuan kedua) adalah sebesar
Rp45.631.411.999 namun tidak semuanya dapat digunakan/dicairkan tepat
waktu dikarenakan terdapat piutang macet eks PTPN IX sebesar
Rp6.438.538.140 dan eks PTPN II sebesar Rp3.874.450.000. Selain itu
terdapat piutang lambat PT QWE (RTY Group) sebesar Rp23.313.733.600
yang pembayarannya rata-rata 150 hari dimana ordernya harus tetap
Penggugat penuhi karena merupakan program sinergi antar BUMN;
|
c. |
Berdasarkan
analisis current ratio pada Laporan Keuangan perusahaan menunjukkan
bahwa skor pada saat pengajuan pertama pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi bulan Juli 2017 adalah hanya sebesar 0,96 kali dan
pada bulan Februari 2018 sebesar 1,10 kali, jauh dari rata-rata
industri sebesar 2 kali. Hal ini berarti perusahaan mengalami kesulitan
untuk memenuhi kewajiban lancarnya; |
d. |
Pada
tahun 2017, perusahaan
tidak pernah membayar secara langsung atas kewajiban angsuran PPh 25
total sebesar Rp3.089.263.790 (pokok). Atas angsuran PPh 25 pada bulan
Januari – April 2017 langsung dipotong dari restitusi LB PPN
melalui
SPMKP, sedangkan sisanya sebesar Rp1.802.282.698 masih belum dibayar
(sesuai dengan saldo utang PPh 25 dalam Laporan Keuangan Audited per 31
Desember 2017. Saldo utang PPh 25 tersebut tidak ada perubahan (tidak
ada pembayaran) sampai dengan Laporan Keuangan per 28 Februari 2018; |
bahwa
Tergugat menyatakan bahwa sesuai PMK Nomor 8/PMK.03/2013, salah satu
syarat permohonan pengurangan/penghapusan sanksi Administrasi dapat
dilakukan apabila sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum
dilunasi oleh Wajib Pajak. Sehingga karena hal tersebut permohonan
pengurangan/penghapusan sanksi Administrasi yang diajukan Penggugat
ditolak oleh Tergugat;
bahwa atas hal tersebut pihak Penggugat tidak setuju karena tidak
sesuai dengan ketentuan perpajakan sebagai berikut:
- persyaratan
dalam PMK Nomor 8/PMK.03/2013 tersebut menyebutkan bahwa sanksi belum
dibayar/dilunasi oleh Wajib Pajak, yang artinya belum/tidak ada upaya
aktif Wajib Pajak untuk membayar/melunasinya;
- atas sanksi
administrasi dalam STP Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017,
yang dimohonkan untuk dihapus telah dilunasi dengan menggunakan PPN
Lebih Bayar sesuai SPMKP Nomor 80377/051-00377-2017 tanggal 28 November
2017;
- Penggugat beranggapan pelunasan STP tersebut adalah
prosedur
yang dilakukan Tergugat sesuai ketentuan perpajakan, dan bukan
merupakan upaya aktif/inisiatif dari Penggugat untuk melunasinya.
Sampai saat ini Penggugat tidak pernah melakukan upaya aktif
pembayaran/pelunasan STP tersebut;
|
|
|
|
Menurut Majelis |
: |
bahwa
kronologi pengajuan gugatan adalah sebagai berikut:
- Tergugat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017;
- atas
Surat Tagihan Pajak a quo Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang pertama dengan surat Nomor
289/DIR/RC/VII/2017 tanggal 23 Juli 2017;
- permohonan tersebut telah ditolak Tergugat dengan
Keputusan Tergugat Nomor KEP-00813/NKEB/WPJ.19/2017 tanggal 22 November
2017;
- Penggugat
mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
yang kedua dengan Surat Nomor 039/DIR/RC/II/2018 tanggal 13 Februari
2018;
- permohonan tersebut telah ditolak Tergugat dengan
Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April
2018;
- selanjutnya
Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor
KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 dengan surat Nomor
165/DIR/RC/V/2018 tanggal 22 Mei 2018;
bahwa Penggugat
mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
Pasal 36
- Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat:
- mengurangkan
atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya;
Penjelasan:
Dalam
praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib
Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat
membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan
perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau
dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
bahwa alasan yang
dikemukakan Penggugat dalam Surat Permohonan Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi Kedua Nomor 039/DIR/RC/II/2018 tanggal
13 Februari 2018 yang mendasari terbitnya Keputusan Tergugat Nomor
KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 adalah sebagai berikut:
- |
berdasarkan
Laporan Keuangan tahun 2017 unaudited, Penggugat membukukan laba
sebelum pajak sebesar Rp1,3M atau turun 89,2% dibandingkan dengan laba
sebelum pajak tahun 2016 yang sebesar Rp12,3M. Penurunan ini terutama
disebabkan menurunnya perolehan omzet karena berkurangnya tender dari
RTY Group pada kurun waktu akhir tahun 2016 sampai dengan triwulan
pertama tahun 2017 karena menyesuaikan produksi pupuk dan penurunan
harga jual di pasar sebesar Rp379/lembar dari harga tahun 2016. Selain
itu dikarenakan meningkatnya beban bunga pinjaman karena meningkatnya
pinjaman perbankan; |
- |
sesuai
Laporan Keuangan bulan Desember 2017,
apabila dilihat cash flow perusahaan per 31 Desember 2017, pada cash
flow dari (untuk) aktivitas operasional defisit sebesar Rp15,4M
sedangkan pada cash flow yang digunakan dari (untuk) pendanaan surplus
sebesar Rp15,6M. Hal ini berarti bahwa modal kerja operasional
perusahaan berasal dari dana hutang; |
- |
cash
flow perusahaan tidak
lancar salah satunya disebabkan tertahannya dana pada piutang PPN lebih
bayar, karena sejak tahun 215 sebagian besar penjualan Penggugat kepada
pihak pemungut (RTY Group dan Bulog). Posisi piutang PPN lebih bayar
per 31 Desember 2016 adalah sebesar Rp10,4M dan per 31 Desember 2017
adalah sebesar Rp8,4M, sehingga untuk menutupi kekurangan modal kerja
dilakukan hutang kepada pihak perbankan.
Akibatnya beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan cukup besar; |
- |
berdasarkan
hal tersebut di atas, Penggugat mengajukan permohonan kembali untuk
penghapusan sanksi administrasi sebesar Rp236.528.772, karena sangat
memberatkan perusahaan baik dari sisi kinerja maupun cash flow; |
bahwa
berdasarkan surat permohonan a quo diketahui bahwa alasan permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang diajukan
Penggugat adalah alasan likuditas perusahaan dan tidak ada sengketa
mengenai materi;
bahwa berdasarkan penjelasan yang disampaikan
para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa pengenaan
sanksi administrasi yang dikenakan kepada Penggugat sebagaimana
tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni
2017 sudah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa
pada dasarnya Pasal 36 ayat (2) huruf a UU KUP merupakan ketentuan yang
ditempatkan sebagai ketentuan khusus dan berdasarkan ketentuan tersebut
diatur bahwa mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi
merupakan kewenangan dan diskresi Direktur Jenderal Pajak (Tergugat);
bahwa
oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa penerbitan Keputusan Tergugat
Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 tentang
Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Tagihan Pajak Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor
00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017 Karena Permohonan Wajib Pajak
sudah sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan;
bahwa
berdasarkan uraian tersebut Majelis berkesimpulan untuk menolak gugatan
Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018; |
|
|
|
Mengingat |
: |
Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan
ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku
dan yang berkaitan dengan perkara ini; |
|
|
|
Memutuskan |
: |
Menolak
gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 tentang
Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Tagihan Pajak Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor
00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017 Karena Permohonan Wajib Pajak,
atas nama: Penggugat.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan
musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari
Rabu, tanggal 12 Desember 2018 oleh Hakim Majelis VB Pengadilan Pajak,
dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Drs. ABC,
M.B.A.
Drs. DEF, M.M.
GHI, S.ST., M.M., M.H.
dengan dibantu oleh:
JKL, S.E., M.Si. |
sebagai Hakim
Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti. |
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada
hari Selasa, tanggal 26 Februari 2019, dengan dihadiri oleh para Hakim
Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Penggugat dan
dihadiri oleh Tergugat. |