Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-004217.99/2018/PP/M.VB Tahun 2019

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini adalah penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 Tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Tagihan Pajak Karena Permohonan Wajib Pajak a


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-004217.99/2018/PP/M.VB Tahun 2019

Jenis Pajak : Gugatan Pajak
     
Tahun Pajak : 2018
     
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini adalah penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 Tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Tagihan Pajak Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017, yang tidak disetujui oleh Penggugat;
     
     
Menurut Tergugat : bahwa Penggugat mengajukan gugatan terhadap Keputusan Tergugat tentang Pengurangan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak, yang diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);

bahwa ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP adalah merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas produk hukum yang pada dasarnya tidak mengandung sengketa material:
a) Pasal ini ditujukan bagi upaya hukum atas produk hukum yang tidak mengandung sengketa materi, yang penerbitannya sudah benar namun Wajib Pajak meminta keringanan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena kekhilafan Wajib Pajak.
Misalnya:
  • Wajib Pajak dikenakan dikenakan sanksi administrasi namun meminta untuk dikurangkan atau dihapuskan karena kesulitaan keuangan.
  • Wajib Pajak mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi terkait adanya fasilitas pengurangan atau pengapusan sanksi administrasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan antara lain:
    • PMK Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak;
    • PMK Nomor 91/PMK.03/2015 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak;
    • PMK Nomor 29/PMK.03/2005 Tentang Penghapusan Administrasi Bunga Yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP;
b) Pasal ini juga memungkinkan untuk diajukan atas produk hukum yang penerbitannya sudah benar namun terdapat perbedaan perhitungan sanksi administrasi atau kesalahan hitung sanksi adminstrasi dan kesalahan hitung tersebut bukan karena kesalahan Wajib Pajak
Misalnya: Adanya Sanksi Adminisrasi bunga keterlambatan penyampaikan SPT Tahunan (Pasal 9 ayat (2a) UU KUP) jumlah bulan keterlambatan dalam misalnya 2 bulan namun sebenarnya hanya 1 (satu) bulan dan itu bukan kesalahan Wajib Pajak;

bahwa kewenangan untuk melakukan penelitian material adalah pada Direktorat Jenderal Pajak:
  • pada dasarnya Pasal 36 UU KUP merupakan ordonansi keadilan, dimana kewenangan yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak merupakan atribusi langsung sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang. Dengan demikian kewenangan terhadap penelitian secara materi hanya diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak;
  • Tergugat berpendapat upaya hukum yang seharusnya ditempuh oleh Penguggat terkait adanya kesalahan dalam Surat Tagihan Pajak adalah dengan prosedur Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP;
  • Tergugat berpendapat bahwa kewenangan dalam melakukan penelitian material dan menerbitkan keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Yang Tidak Benar adalah adalah pada Direktur Jenderal Pajak (Tergugat), hal ini didasarkan pada kententuan Undang-undang Perpajakan dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal 36 ayat (1) UU KUP jo Pasal 35 ayat (1) PP Nomor 74 Tahun 2011 jo Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK.03/2013);

bahwa Tergugat telah memproses permohonan Wajib Pajak sesuai ketentuan Undang-undang, di mana berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c dan Pasal 36 Ayat (1a) yaitu Wajib Pajak telah mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebanyak 2 (dua) kali dan telah mendapatkan keputusan atas permohonannya tersebut;

bahwa alasan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang diajukan Penggugat adalah alasan likuiditas sehingga tidak ada sengketa mengenai materi antara Penggugat dan Tergugat dan pengurangan atau penghapusan sanksi tersebut merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang diberikan Undang-undang;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penerbitan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
     
Menurut Penggugat : bahwa alasan Penggugat mengajukan pengurangan/penghapusan sanksi Administrasi karena kesulitan keuangan (cash flow) memenuhi kriteria yang diatur dalam PMK Nomor 8/PMK.03/2013 Pasal 12 ayat (2c);

bahwa Tergugat berpendapat bahwa Penggugat tidak mengalami kesulitan cash flow sehingga tidak dapat diberikan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi. Atas hal tersebut Penggugat tidak setuju karena tidak sesuai dengan kenyataan sebagai berikut:
a. Kondisi cash flow yang sangat minim, dengan penjelasan sebagai berikut:
  • Pada saat pengajuan pertama kali pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tanggal 23 Juli 2017, posisi cash flow tanggal 31 Juli 2017 dengan saldo kas sebesar Rp670.496.967. Rinciannya adalah pada cash flow dari (untuk) aktivitas operasional saldo defisit sebesar Rp12.573.773.765 sedangkan pada cash flow yang digunakan dari (untuk) pendanaan surplus sebesar Rp10.665.321.341. Hal ini berarti bahwa modal kerja operasional perusahaan dibiayai dari dana pinjaman, bahkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 saldo kas/bank hanya sebesar Rp707.872.967;
  • Pada pengajuan kedua pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yaitu tanggal 13 Februari 2018, posisi cash flow tanggal 28 Februari 2018 saldo akhir sebesar Rp396.627.257 dengan rincian pada cash flow dari (untuk) aktivitas operasional menunjukan saldo defisit sebesar Rp734.954.137 sedangkan pada cash flow yang digunakan dari (untuk) pendanaan surplus sebesar Rp643.083.427. Hal ini berarti bahwa modal kerja operasional perusahaan berasal dari dana pinjaman;
b. Ketidaklancaran cash flow tersebut di atas disebabkan terjadinya penumpukan piutang dengan kondisi sebagai berikut:
  • Saldo piutang per 31 Juli 2017 (pengajuan pertama) adalah sebesar Rp40.448.262.544 namun tidak semuanya dapat digunakan/dicairkan tepat waktu dikarenakan terdapat piutang macet eks PTPN IX sebesar Rp6.438.538.140 dan eks PTPN II sebesar Rp3.874.450.000. Selain itu terdapat piutang lambat PT QWE (RTY Group) sebesar Rp14.694.463.681 yang pembayarannya rata-rata 150 hari dimana ordernya harus tetap Penggugat penuhi karena merupakan program sinergi antar BUMN;
  • Saldo piutang per 28 Februari 2018 (pengajuan kedua) adalah sebesar Rp45.631.411.999 namun tidak semuanya dapat digunakan/dicairkan tepat waktu dikarenakan terdapat piutang macet eks PTPN IX sebesar Rp6.438.538.140 dan eks PTPN II sebesar Rp3.874.450.000. Selain itu terdapat piutang lambat PT QWE (RTY Group) sebesar Rp23.313.733.600 yang pembayarannya rata-rata 150 hari dimana ordernya harus tetap Penggugat penuhi karena merupakan program sinergi antar BUMN;
c. Berdasarkan analisis current ratio pada Laporan Keuangan perusahaan menunjukkan bahwa skor pada saat pengajuan pertama pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi bulan Juli 2017 adalah hanya sebesar 0,96 kali dan pada bulan Februari 2018 sebesar 1,10 kali, jauh dari rata-rata industri sebesar 2 kali. Hal ini berarti perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban lancarnya;
d. Pada tahun 2017, perusahaan tidak pernah membayar secara langsung atas kewajiban angsuran PPh 25 total sebesar Rp3.089.263.790 (pokok). Atas angsuran PPh 25 pada bulan Januari – April 2017 langsung dipotong dari restitusi LB PPN melalui SPMKP, sedangkan sisanya sebesar Rp1.802.282.698 masih belum dibayar (sesuai dengan saldo utang PPh 25 dalam Laporan Keuangan Audited per 31 Desember 2017. Saldo utang PPh 25 tersebut tidak ada perubahan (tidak ada pembayaran) sampai dengan Laporan Keuangan per 28 Februari 2018;

bahwa Tergugat menyatakan bahwa sesuai PMK Nomor 8/PMK.03/2013, salah satu syarat permohonan pengurangan/penghapusan sanksi Administrasi dapat dilakukan apabila sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak. Sehingga karena hal tersebut permohonan pengurangan/penghapusan sanksi Administrasi yang diajukan Penggugat ditolak oleh Tergugat;

bahwa atas hal tersebut pihak Penggugat tidak setuju karena tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan sebagai berikut:
  1. persyaratan dalam PMK Nomor 8/PMK.03/2013 tersebut menyebutkan bahwa sanksi belum dibayar/dilunasi oleh Wajib Pajak, yang artinya belum/tidak ada upaya aktif Wajib Pajak untuk membayar/melunasinya;
  2. atas sanksi administrasi dalam STP Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017, yang dimohonkan untuk dihapus telah dilunasi dengan menggunakan PPN Lebih Bayar sesuai SPMKP Nomor 80377/051-00377-2017 tanggal 28 November 2017;
  3. Penggugat beranggapan pelunasan STP tersebut adalah prosedur yang dilakukan Tergugat sesuai ketentuan perpajakan, dan bukan merupakan upaya aktif/inisiatif dari Penggugat untuk melunasinya. Sampai saat ini Penggugat tidak pernah melakukan upaya aktif pembayaran/pelunasan STP tersebut;
     
Menurut Majelis : bahwa kronologi pengajuan gugatan adalah sebagai berikut:
  • Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017;
  • atas Surat Tagihan Pajak a quo Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang pertama dengan surat Nomor 289/DIR/RC/VII/2017 tanggal 23 Juli 2017;
  • permohonan tersebut telah ditolak Tergugat dengan Keputusan Tergugat Nomor KEP-00813/NKEB/WPJ.19/2017 tanggal 22 November 2017;
  • Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua dengan Surat Nomor 039/DIR/RC/II/2018 tanggal 13 Februari 2018;
  • permohonan tersebut telah ditolak Tergugat dengan Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018;
  • selanjutnya Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 dengan surat Nomor 165/DIR/RC/V/2018 tanggal 22 Mei 2018;

bahwa Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);

Pasal 36
  1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
    1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
       
Penjelasan:
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

bahwa alasan yang dikemukakan Penggugat dalam Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Kedua Nomor 039/DIR/RC/II/2018 tanggal 13 Februari 2018 yang mendasari terbitnya Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 adalah sebagai berikut:
- berdasarkan Laporan Keuangan tahun 2017 unaudited, Penggugat membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp1,3M atau turun 89,2% dibandingkan dengan laba sebelum pajak tahun 2016 yang sebesar Rp12,3M. Penurunan ini terutama disebabkan menurunnya perolehan omzet karena berkurangnya tender dari RTY Group pada kurun waktu akhir tahun 2016 sampai dengan triwulan pertama tahun 2017 karena menyesuaikan produksi pupuk dan penurunan harga jual di pasar sebesar Rp379/lembar dari harga tahun 2016. Selain itu dikarenakan meningkatnya beban bunga pinjaman karena meningkatnya pinjaman perbankan;
- sesuai Laporan Keuangan bulan Desember 2017, apabila dilihat cash flow perusahaan per 31 Desember 2017, pada cash flow dari (untuk) aktivitas operasional defisit sebesar Rp15,4M sedangkan pada cash flow yang digunakan dari (untuk) pendanaan surplus sebesar Rp15,6M. Hal ini berarti bahwa modal kerja operasional perusahaan berasal dari dana hutang;
- cash flow perusahaan tidak lancar salah satunya disebabkan tertahannya dana pada piutang PPN lebih bayar, karena sejak tahun 215 sebagian besar penjualan Penggugat kepada pihak pemungut (RTY Group dan Bulog). Posisi piutang PPN lebih bayar per 31 Desember 2016 adalah sebesar Rp10,4M dan per 31 Desember 2017 adalah sebesar Rp8,4M, sehingga untuk menutupi kekurangan modal kerja dilakukan hutang kepada pihak perbankan.
Akibatnya beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan cukup besar;
- berdasarkan hal tersebut di atas, Penggugat mengajukan permohonan kembali untuk penghapusan sanksi administrasi sebesar Rp236.528.772, karena sangat memberatkan perusahaan baik dari sisi kinerja maupun cash flow;

bahwa berdasarkan surat permohonan a quo diketahui bahwa alasan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang diajukan Penggugat adalah alasan likuditas perusahaan dan tidak ada sengketa mengenai materi;

bahwa berdasarkan penjelasan yang disampaikan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa pengenaan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Penggugat sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017 sudah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

bahwa pada dasarnya Pasal 36 ayat (2) huruf a UU KUP merupakan ketentuan yang ditempatkan sebagai ketentuan khusus dan berdasarkan ketentuan tersebut diatur bahwa mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi merupakan kewenangan dan diskresi Direktur Jenderal Pajak (Tergugat);

bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa penerbitan Keputusan Tergugat Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017 Karena Permohonan Wajib Pajak sudah sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan;

bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berkesimpulan untuk menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018;
     
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
     
Memutuskan : Menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00418/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 30 April 2018 tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2015 Nomor 00112/107/15/051/17 tanggal 14 Juni 2017 Karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama: Penggugat.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu, tanggal 12 Desember 2018 oleh Hakim Majelis VB Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. ABC, M.B.A.         
Drs. DEF, M.M.         
GHI, S.ST., M.M., M.H.     
dengan dibantu oleh:
JKL, S.E., M.Si.  
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,

sebagai Panitera Pengganti.

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa, tanggal 26 Februari 2019, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Penggugat dan dihadiri oleh Tergugat.