Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi PP No 46 tahun 2013 Pajak UKM 1%

  • PP No 46 tahun 2013 Pajak UKM 1%

     ktfd updated 9 years, 7 months ago 39 Members · 95 Posts
  • kikie

    Member
    26 June 2013 at 1:10 pm

    mohon bantuan nya

    peraturan terbit 12 Juni 2013
    PMK belum terbit
    tapi berlaku mulai 1 Juli 2013

    jika wp op, dengan kondisi sebelumnya menggunakan norma penghasilan
    omset otomatis kurang dari 4,8 M per tahun
    KLU nya sejenis warung langsam, penjualan atk di pasar, pedagang di pasar jaya (jual baju, jual hp)
    apakah mulai 1 juli 2013, yang di lapor agustus 2013, menggunakan sistem in ?
    selanjutnya,,, jika ada pasal 25 yang menjadi angsuran,,, sudah tidak usah dibayar lagi ?

  • kikie

    Member
    26 June 2013 at 1:10 pm
  • priadiar4

    Member
    26 June 2013 at 1:14 pm

    Lebih baik nunggu peraturan dibawahnya rekan, terlalu banyak spekulasi nanti..

  • kakeksuper

    Member
    1 July 2013 at 1:34 pm

    udah tanggal 1 juli nih, ga ada kabar yah?

    lalu penggunaan PPH final 1% itu wajib apa opsional? maksudnya kalau untuk usaha yang net profitnya sangat kecil, misalnya pedagang grosi, itu gmn? katakanlah net profit cuma 1% nanti habis dong buat pajak.

  • begawan5060

    Member
    1 July 2013 at 1:37 pm
    Originaly posted by kakeksuper:

    lalu penggunaan PPH final 1% itu wajib apa opsional?

    Semoga opsional..

  • kakeksuper

    Member
    1 July 2013 at 1:50 pm

    yang lebih saya tunggu itu peraturan tentang PPN 1% seperti di artikel: http://www.pajak.go.id/content/tidak-semua-pelaku- ukm-dikenai-ppn, semoga bisa di sahkan.

    PPH cuma 1%, sedangkan PPN itu 10% sangat memberatkan pengusaha kecil (omset 600jt) untuk bersaing. peraturan PKP omset 600juta itu saya rasa di luar akal sehat.

  • Theos

    Member
    1 July 2013 at 5:38 pm

    Rekan2

    yang masih jadi pertanyaan ?

    pertama, bagaimana dengan perusahaan kontraktor dan pelayaran yang juga di kenakan pph final ? dengan tarif yang tidak sama tetapi omzet dibawah 4,8 m ?

    kedua, bagaimana bila perusahaan masih punya kompensasi kerugian, apakah tetap harus cicil pph 25 ini ?

    terima kasih

  • megatronxxx

    Member
    1 July 2013 at 5:44 pm

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 46 TAHUN 2013

    TENTANG

    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
    YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
    YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    a. bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki
    peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan,
    penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang;
    b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
    ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
    Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu
    menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang
    Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

    Mengingat :

    1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

    MEMUTUSKAN:

    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
    DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
    1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
    2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan.
    2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun
    buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

    Pasal 2

    (1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto
    tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    (2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
    Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
    a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
    b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan
    pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
    delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
    (3) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak
    orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
    a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
    maupun tidak menetap; dan
    b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
    diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
    (4) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah:
    a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
    b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
    komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
    ratus juta rupiah).

    Pasal 3

    (1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah
    1% (satu persen).
    (2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto
    dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
    (3) Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah
    Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak
    tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
    (4) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
    delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
    Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan
    Undang-Undang Pajak Penghasilan.

    Pasal 4

    (1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
    (2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
    dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 5

    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang
    dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang
    perpajakan.

    Pasal 6

    Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh
    Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

    Pasal 7

    Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh
    Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan
    Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

    Pasal 8

    Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan
    menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai
    Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun
    Pajak;
    b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
    tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
    c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
    Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.

    Pasal 9

    Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan
    dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria
    beroperasi secara komersial diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    Pasal 10

    Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
    sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut:
    1. didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya
    Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak
    berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
    2. didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan
    sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada
    Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan
    sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku;
    3. didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang
    disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya
    Peraturan Pemerintah ini.

    Pasal 11

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
    penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 12 Juni 2013
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    ttd

    DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal13 Juni 2013
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd

    AMIR SYAMSUDIN

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 106

    PENJELASAN
    ATAS

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 46 TAHUN 2013

    TENTANG

    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
    YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
    YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

    I. UMUM

    Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang
    bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau
    diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan yang
    bersifat final tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan
    dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat
    Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.

    Tujuan pengaturan ini
    adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
    penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan penghitungan,
    penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

    Cukup jelas.

    Pasal2

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang,
    selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
    Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
    di bidang perpajakan.

    Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Waji

  • megatronxxx

    Member
    1 July 2013 at 5:48 pm

    Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
    penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
    a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
    seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,
    akuntan, pengacara, dan sebagainya;
    b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
    c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak,
    seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau
    hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;dan
    d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

    Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:

    a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
    akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
    b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
    sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
    pemain drama, dan penari;
    c. olahragawan;
    d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
    e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    f. agen iklan;
    g. pengawas atau pengelola proyek;
    h. perantara;
    i. petugas penjaja barang dagangan;
    J. agen asuransi; dan
    k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
    penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

    Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun
    kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan
    tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya
    termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku
    tersebut.

    Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir
    pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena
    memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.

    Contoh penentuan peredaran bruto:

    Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa
    pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui
    rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
    a. Pasar A sebesar Rp 80.000.000,00;
    b. Pasar B sebesar Rp 250.000.000,00;
    c. Pasar C sebesar Rp 400.000.000,00.

    Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar
    pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00
    (Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).

    Ayat (3)

    Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak
    orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui
    suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan
    gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan
    perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha
    atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
    tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya
    tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
    Pemerintah ini.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Pasal 3

    Ayat (1)

    Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final:

    CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau
    catatan pada Tahun Pajak 2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013),
    memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

    Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik pada tahun
    2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen), karena
    peredaran bruto CV Andik pada Tahun Pajak 2013 tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00
    (empat miliar delapan ratusjuta rupiah).

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (1) dan ayat (2), pada bulan
    Januari sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
    Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang
    diterima oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun Pajak 2014)
    tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen).

    Ayat (4)

    Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (3), pada bulan Januari
    sampai dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
    Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), maka penghasilan yang diperoleh CV Andik
    pada tahun 2015 (tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan
    Undang-Undang Pajak Penghasilan.

    Pasal 4

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2),
    pada bulan Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah
    sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan yang
    bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut:

    Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1% x Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00

    Pasal 5

    Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan dari usaha jasa
    konstruksi yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah, meskipun
    peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi
    Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak dikenai Pajak Penghasilan
    yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan peraturan
    perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan
    tersebut.

    Pasal 6

    Cukup jelas.

    Pasal 7

    Cukup jelas.

    Pasal 8

    Contoh perlakuan kompensasi kerugian:

    Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010, maka
    kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai
    dengan Tahun Pajak 2015.

    Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang
    bersifat fmal berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini maka jangka waktu kompensasi
    kerugian tetap dihitung sampai dengan Tahun Pajak 2015.

    Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang
    bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan mengalami kerugian
    berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan
    Tahun Pajak berikutnya.

    Pasal 9

    Cukup je1as.

    Pasal 10

    Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar dikenainya Pajak Penghasilan dengan
    Peraturan Pemerintah ini, dalam hal:
    a. Tahun Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua belas) bulan;
    b. Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya
    Peraturan Pemerintah ini pada bulan sebelum bulan berlakunya Peraturan Pemerintah
    ini; dan
    c. Wajib Pajak baru terdaftar setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun
    Pajak pertama,

    adalah sebagai berikut:

    1) PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak.
    Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama
    bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 adalah Rp150.000.000,00 (seratus
    lima puluh juta rupiah).

    Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:

    Rp150.000.000,00 x 12/5 = Rp360.000.000,00

    Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.00,00
    (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun
    2014 dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
    ini.

    2) PT Daya Tangkap terdaftar 3 (tiga) bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
    ini pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
    Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan tersebut adalah Rp150.000.000,00
    (seratus lima puluh juta rupiah).

    Peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah:
    Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00

    Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi
    Rp 4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang
    diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir
    tahun pajak bersangkutan, dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam
    Peraturan Pemerintah ini

    3) Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014.
    Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar
    Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penghasilan bruto bulan November 2014
    disetahunkan adalah: 12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00

    Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai
    Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
    delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai
    Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

    Pasal 11

    Cukup jelas.

    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5424

  • megatronxxx

    Member
    1 July 2013 at 5:50 pm

    Pertanyaannya :

    1. Apakah WP Badan yang telah memanfaatkan Fasilitas Pengurangan 50% tarif Pajak sesuai Pasal 31 e UU PPh otomatis mengikuti kententuan dari PP ini ? Yakni menjadi terhutang PPh 1 % Final ?

    Mohon pendapat .

    Thanks in advance

  • Aries Tanno

    Member
    1 July 2013 at 7:04 pm
    Originaly posted by megatronxxx:

    Pertanyaannya :

    1. Apakah WP Badan yang telah memanfaatkan Fasilitas Pengurangan 50% tarif Pajak sesuai Pasal 31 e UU PPh otomatis mengikuti kententuan dari PP ini ? Yakni menjadi terhutang PPh 1 % Final ?

    Mohon pendapat .

    tergantung omset

    Salam

  • hangsengnikkei

    Member
    2 July 2013 at 8:54 am
    Originaly posted by theos:

    pertama, bagaimana dengan perusahaan kontraktor dan pelayaran yang juga di kenakan pph final ? dengan tarif yang tidak sama tetapi omzet dibawah 4,8 m ?

    ini jawabannya…

    Originaly posted by megatronxxx:

    Pasal 5

    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang
    dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang
    perpajakan.

  • endangpotter

    Member
    2 July 2013 at 9:14 am

    Dear All,
    Saya hendak bertanya..Kapan ya untuk sosialisasi peraturan ini ? sebab saya masih bingung dengan penerapannya 😀

    Apakah para rekan bisa memberikan contohnya ? PPH final ini apakah mengurangi PPh tahunan perusahaan ? atau bagaimana ?
    Terima kasih sebelumnya ^_^

  • mrkaay

    Member
    2 July 2013 at 11:48 am

    Saya setujuj dengan Kakeksuper bahwa Peraturan tersebut tidak berarti apapun jika PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI tidak dicabut atau di ralat.

  • Aries Tanno

    Member
    2 July 2013 at 11:53 am
    Originaly posted by mrkaay:

    Saya setujuj dengan Kakeksuper bahwa Peraturan tersebut tidak berarti apapun jika PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI tidak dicabut atau di ralat.

    lho, apa hubungannya?
    Mohon pencerahannya…

    Salam

Viewing 1 - 15 of 95 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now