Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi Perhitungan SPT untuk Suami Istri yang bekerja dari satu pemberi kerja dengan NPWP berbeda

  • Perhitungan SPT untuk Suami Istri yang bekerja dari satu pemberi kerja dengan NPWP berbeda

     ardianfi updated 8 years, 10 months ago 15 Members · 27 Posts
  • agusmuji

    Member
    15 February 2013 at 2:04 pm
  • agusmuji

    Member
    15 February 2013 at 2:04 pm

    Rekan-rekan ortax,
    Kami adalah suami istri yang masih hidup dalam satu rumah, kami bekerja di satu perusahaan dan tidak ada jenis pemasukan lainnya. Kami tidak punya perjanjian pemisahaan harta dan tidak diputus oleh hukum untuk melakukan pemisahan harta. Istri memiliki NPWP sejak 2003 dan suami baru memilikinya 2008. Pada Tahun 2012, kami sangat kaget karena kami diberi surat himbauan untuk melunasi tunggakan pajak yang kurang kami bayar untuk tahun 2010 dan 2011. Satu-satunya alasan terbitnya STP tersebut adalah karena NPWP kami berbeda (sudah dikonfirmasi ke KPP dan Kanwil DJP).
    Pertanyaan:
    Apakah hal ini memang biasa terjadi untuk semua pasangan suami istri yang dua-duanya bekerja?
    Kami mohon penjelasan atas hal ini, karena kami sudah datangi DJP di Gatot Subroto untuk menerangkan kondisi kami namun mereka tetap pada penafsiran mereka bahwa karena NPWP berbeda maka perhitungan pajak kami harus digabung dahulu. Bukankah NPWP suami istri memang berbeda?

  • priadiar4

    Member
    15 February 2013 at 2:12 pm
    Originaly posted by agusmuji:

    Satu-satunya alasan terbitnya STP tersebut adalah karena NPWP kami berbeda (sudah dikonfirmasi ke KPP dan Kanwil DJP).

    ini STP tidak lapor yang mana???

  • Aries Tanno

    Member
    15 February 2013 at 2:16 pm
    Originaly posted by agusmuji:

    Apakah hal ini memang biasa terjadi untuk semua pasangan suami istri yang dua-duanya bekerja?

    hanya bila NPWP mereka berbeda.
    Sebab, mereka akan dianggap melakukan pisah harta atau isteri ingin melaksanakan kewajiban pajaknya sendiri.

    Originaly posted by agusmuji:

    Kami mohon penjelasan atas hal ini, karena kami sudah datangi DJP di Gatot Subroto untuk menerangkan kondisi kami namun mereka tetap pada penafsiran mereka bahwa karena NPWP berbeda maka perhitungan pajak kami harus digabung dahulu.

    yang mereka lakukan sudah sesuai dengan ketentuan

    Originaly posted by agusmuji:

    Bukankah NPWP suami istri memang berbeda?

    tidak harus berbeda.
    Isteri bisa bisa menggunakan NPWP suami dan tidak perlu harus punya NPWP sendiri.
    Isteri bisa menggunakan NPWP keluarga yang hanya beda tiga digit belakang dengan NPWP suami.
    Bila cara ini yang digunakan, penghasilan keduanya tidak perlu digabung

    Salam

  • agusmuji

    Member
    15 February 2013 at 2:26 pm

    ini STP tidak lapor yang mana???
    STP ini terbit karena laporan SPT kami berdua dianggap kurang pada tahun 2010 dan 2011.

    hanya bila NPWP mereka berbeda.
    Sebab, mereka akan dianggap melakukan pisah harta atau isteri ingin melaksanakan kewajiban pajaknya sendiri.

    Apakah hanya "beranggapan" melakukan pisah harta sudah dapat menjadi dasar hukum?

    yang mereka lakukan sudah sesuai dengan ketentuan
    Ketentuan yang mana Pak? Apakah beranggapan adalah ketentuan?

  • Aries Tanno

    Member
    15 February 2013 at 3:44 pm
    Originaly posted by agusmuji:

    Apakah hanya "beranggapan" melakukan pisah harta sudah dapat menjadi dasar hukum?

    Istilah anggapan tersebut saya gunakan karena saya yakin rekan agus tidak pernah melakukan pisah harta dan penghasilan dengan isteri atau isteri tidak pernah mengajukan permohonan untuk melaksanakan pajaknya sendiri.

    Akan tetapi, jalan yang rekan agus dan isteri tempuh dengan memiliki NPWP
    berbeda merupakan bukti bahwa rekan agus dan isteri memilih satu dari dua pilhan tersebut.
    Jadi, bukan anggapannya yang merupakan dasar hukum. Tetapi, yang rekan lakukan yang jadi pegangan oleh kantor pajak.
    Saya paham sekali dengan kegusaran rekan agus dengan masalah ini yang saya yakin terjadi semata-mata karena ketidaktahuan. Akan tetapi kita bisa bilang apa?.
    Saya pribadi berharap bahwa dalam kasus ini DJP harusnya lebih bijaksana. Akan tetapi, target setoran dan kompensasi yang menanti bila target terpenuhi seperti membutakan mata hati mereka bahwa banyak wajib pajak kesalahan yang dilakukan oleh WP Pajak murni karena ketidaktahuan.

    Originaly posted by agusmuji:

    yang mereka lakukan sudah sesuai dengan ketentuan
    Ketentuan yang mana Pak? Apakah beranggapan adalah ketentuan?

    Sabaaar…..
    saya tidak bilang bahwa anggapan adalah ketentuan.
    Yang saya maksud dengan ketentuan diatas adalah efek dari penggabungan penghasilan tersebut pasti akan mengakibatkan pajakkurang bayar.
    Ketentuan penggabungan tersebut ada di dalam UU Pajak Penghasilan.

    Salam

  • taxuser

    Member
    16 February 2013 at 8:39 am

    Hal ini pasti banyak terjadi dimana suami dan istri memiliki NPWP berbeda.
    Mungkin yang bisa dilakukan adalah mengajukan permohonan ke KPP untuk mencabut NPWP istri dan gabung dengan NPWP suami. (Mohon koreksinya jika saya salah)
    Atau bila belum memungkinkan pencabutan dan penggabungan NPWP, untuk pelaporan SPT tahunannya dilakukan pelaporan terpisah. Jadi suami dan istri lapor masing masing.(Mohon koreksinya jika saya salah lagi)
    Salam….

  • cbsantoso

    Member
    16 February 2013 at 9:14 am
    Originaly posted by agusmuji:

    Kami adalah suami istri yang masih hidup dalam satu rumah, kami bekerja di satu perusahaan dan tidak ada jenis pemasukan lainnya. Kami tidak punya perjanjian pemisahaan harta dan tidak diputus oleh hukum untuk melakukan pemisahan harta. Istri memiliki NPWP sejak 2003 dan suami baru memilikinya 2008. Pada Tahun 2012, kami sangat kaget karena kami diberi surat himbauan untuk melunasi tunggakan pajak yang kurang kami bayar untuk tahun 2010 dan 2011. Satu-satunya alasan terbitnya STP tersebut adalah karena NPWP kami berbeda (sudah dikonfirmasi ke KPP dan Kanwil DJP).

    IMO, Surat Himbauan tersebut tinggal dijawab saja dan tidak ada tunggakan pajak yang harus dibayar karena sesuai UU No 36 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat (1) :

    Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

    Lihat di Penjelasannya bila ingin lebih jelas.

    Tetapi perhatikan kata2 : "pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya."
    Bila rekan agusmuji adalah pemilik saham / pengambil keputusan dalam perusahaan tempat rekan agusmuji bekerja, maka penghasilan Istri tidak bersifat Final dan harus digabungkan sehingga :

    Originaly posted by agusmuji:

    DJP di Gatot Subroto untuk menerangkan kondisi kami namun mereka tetap pada penafsiran mereka bahwa karena NPWP berbeda maka perhitungan pajak kami harus digabung dahulu.

    adalah benar.

  • adencds

    Member
    16 February 2013 at 10:44 am

    Berdasar kan UU 36 Tahun 2008 Pasal 8 ayat 3

    "Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka".

    istri memilih untuk menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri..tapi saat lapor SPT penghasilannya tetap akan digabungkan dengan suami
    sehingga memungkinkan adanya Kurang Bayar karena penggabungan penghasilannya mungkin melewati lapisan tarif PPh 21 berikutnya dan pembagian proporsional berdasarkan besar penghasilan masing2.
    Misal :
    ……………………………Suami………… …..Istri
    Penghasilan Neto…..48.000.000……..36.000.000
    PTKP………………….17.160.000……..15.840 .000
    PKP……………………30.840.000……..20.16 0.000
    PPh 21…………………1.542.000……….1.008.00 0

    Penggabungan…………………84.000.000
    PTKP……………………………..17.160.000
    PKP……………………………….66.840.000
    PPh 21…………………………….5.026.000
    PPh 21 Yang sudah dibayar…..2.550.000
    KB………………………………….2.476.00 0

    Maka Besarnya KB yang ditanggung :
    suami…….(48.000.000/84.000.000) x 2.476.000 = 1.414.857

    istri……..(36.000.000/84.000.000) x 2.476.000 = 1.061.143

    pembahan lain : http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&id topik=19920&hlm=2#jdltopic

    ortax

  • cbsantoso

    Member
    16 February 2013 at 1:40 pm
    Originaly posted by adencds:

    Berdasar kan UU 36 Tahun 2008 Pasal 8 ayat 3

    "Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka".

    rekan adencds betul, tetapi perhatikan pada Pasal 8 yang sama pada Ayat 1. Ada pengecualian yang harus dipertimbangkan.

  • begawan5060

    Member
    16 February 2013 at 2:44 pm

    Rekan Agus,
    Apakah dengan kehendak sendiri, ataupun ketidaktahuan…., apabila masing-masing suami-isteri ber-NPWP sendiri (NPWP-nya beda), maka ketentuannya adalah :
    1. Masing-masing menyampaikan SPT sendiri-sendiri
    2. Dalam menghitung PPh terutang, ph suami dan ph isteri harus digabung terlebih dulu.. meskipun masing-masing hanya memperoleh ph dari satu pemberi kerja.

  • begawan5060

    Member
    16 February 2013 at 3:04 pm

    Rekan Cbsantosa,
    Silahkan pelajari SE ini http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=7100&p_tgl=tahun&tahun=2010&nomor=29&q=&q_ do=macth&cols=isi&hlm=1&page=show&id=14126

    ortax

  • edi sugito

    Member
    16 February 2013 at 9:57 pm

    untuk kasus ini yang jelas penghasilan tidak perlu di gabung karena menurut pasal 8 uu pph ph isteri masuk katergori ph final. yang menjadi pertanyaan itu STP nagih apa? nagih kurang bayar pajak atau nagih keterlambatan tidak lapor SPT. dalam kasus ini masing2 istri berkewajiban lapor spt masing2 karena keduanya memilki NPWP sendiri sendiri
    tk

  • kaSSkus

    Member
    17 February 2013 at 10:49 am
    Originaly posted by EDI SUGITO:

    untuk kasus ini yang jelas penghasilan tidak perlu di gabung karena menurut pasal 8 uu pph ph isteri masuk katergori ph final. yang menjadi pertanyaan itu STP nagih apa? nagih kurang bayar pajak atau nagih keterlambatan tidak lapor SPT

    STP atas kurang bayar pajak, ditulis oleh penanya adanya tunggakan pajak.
    Jika dibaca dari awal berikut tanya jawab dengan rekan lain, jelas apa yg dimaksud dengan tunggakan pajak oleh penanya.

    Originaly posted by EDI SUGITO:

    dalam kasus ini masing2 istri berkewajiban lapor spt masing2 karena keduanya memilki NPWP sendiri sendiri

    coba baca SE-29/PJ/2010 penegasan tentang pasal 8 dari UU PPh N.36 Tahun 2008

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 29/PJ/2010

    TENTANG

    PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
    ORANG PRIBADI BAGI WANITA KAWIN YANG MELAKUKAN PERJANJIAN PEMISAHAN
    HARTA DAN PENGHASILAN ATAU YANG MEMILIH UNTUK MENJALANKAN HAK DAN
    KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA SENDIRI

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
    1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, diatur antara lain :
    a. Pasal 2 ayat (1), setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
    b. Penjelasan Pasal 2 ayat (1), bahwa kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

    Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
    2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur antara lain :
    a. Pasal 8 ayat (1), seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
    b. Pasal 8 ayat (2), penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila :
    1) huruf a, suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
    2) huruf b, dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
    3) huruf c, dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
    c. Pasal 8 ayat (3), penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
    3. Berdasarkan ketentuan di atas, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
    a. bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya.
    b. Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin tersebut dalam suatu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa.
    c. Penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
    d. Penghitungan PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c, berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
    e. Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah harta dan kewajiban yang dimiliki dan/atau dikuasai wanita kawin tersebut pada akhir tahun pajak.
    f. Tata cara pengisian SPT Tahunan bagi wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2009 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk Pengisiannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-66/PJ/2009.

    Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 1 Maret 2010
    Direktur Jenderal

    ttd

    Mochamad Tjiptardjo
    NIP 060044911

  • Aries Tanno

    Member
    17 February 2013 at 12:11 pm
    Originaly posted by EDI SUGITO:

    untuk kasus ini yang jelas penghasilan tidak perlu di gabung karena menurut pasal 8 uu pph ph isteri masuk katergori ph final.

    npwp mereka beda lho…

    Salam

Viewing 1 - 15 of 27 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now