Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Akuntansi Pajak Pencatatan Biaya Sewa Jika Pemilik Bangunan Tidak Mau Dipotong Pajak

  • Pencatatan Biaya Sewa Jika Pemilik Bangunan Tidak Mau Dipotong Pajak

     noval0305 updated 11 years, 10 months ago 17 Members · 50 Posts
  • suryo

    Member
    29 January 2011 at 10:32 am
  • suryo

    Member
    29 January 2011 at 10:32 am

    salam rekan-rekan

    minta informasinya,
    Peusahaan saya nyewa ruko u/ cabang baru,
    yg punya tidak punya NPWP & hanya mau terima uang bersihnya saja 75jt/5th
    Jika yg bayar pajak perusahaan saya Rp. 7.5jt,
    biaya sewa boleh diakui Rp. 82.5jt u/ 5 tahun,
    minta informasinya

  • Aries Tanno

    Member
    29 January 2011 at 11:05 am

    jika pajak sebesar 7,5 Juta dibayarkan, maka, pajak tersebut tidak boleh jadi biaya.
    Supaya bisa jadi biaya, lakukan gross up.
    Punya atau tidak punya NPWP, tidak ngaruh. Karena pajaknya final.

    Cara menggross up.
    75 juta = H – 10% h
    75 juta = 90% H
    H = 75 juta/90%
    H = 83.333.333

    Jadi, nilai kontrak = …………………….83.333.333
    PPh sewa = 10% x 83.333.333……..=..8.333.333 –
    Jumlah dibayarkan ke pemilik…………75.000.000

    Dengan demikian anda mencatat
    Beban sewa………….83.333.333
    …….Kas…………………………………. ….75.000.000
    ……Hutang Sewa……………………………8.333.333

    Saat pajak disetor ke kas negara
    Hutang PPh………….8.333.333
    ……Kas……………………………8.333.33 3

    dengan cara ini, beban sewa yang anda akui secara fiskal adalah 83.333.333

    Salam

  • yoyonunuyo

    Member
    29 January 2011 at 12:20 pm
    Originaly posted by hanif:

    Cara menggross up.
    75 juta = H – 10% h
    75 juta = 90% H
    H = 75 juta/90%
    H = 83.333.333

    Rekan Hanif,
    jika WP nya tersebut PKP, PPN-nya berapa ya?
    Mohon petunjuk. Thanks.

  • kusuma84

    Member
    29 January 2011 at 3:27 pm
    Originaly posted by yoyonunuyo:

    jika WP nya tersebut PKP, PPN-nya berapa ya?

    hal yg sama ingin saya tanyakan?
    Gimana perlakuan PPN nya,.

    salam,.

  • Aries Tanno

    Member
    29 January 2011 at 8:02 pm
    Originaly posted by yoyonunuyo:

    Rekan Hanif,
    jika WP nya tersebut PKP, PPN-nya berapa ya?
    Mohon petunjuk. Thanks.

    Originaly posted by kusuma84:

    hal yg sama ingin saya tanyakan?
    Gimana perlakuan PPN nya,.

    salam,.

    semua tergantung kesepakatan rekan2
    bila pemilik gedung PKP dan menghendaki bahwa pengguna harus membayar PPN, maka, kontraknya menjadi :
    Nilai sewa………………………………..83.333.3 33
    PPN 10%…………………………………..8.333. 333 +
    Nilai Kontrak + PPN……………………91.666.666
    Potongan
    PPh Pasal 4 ayat 2 10%………………..8.333.333 –
    Pembayaran + PPN ke pemilik………83.333.333

    Pengguna jasa akan mencatat dengan pembebanan dan pembayaran sewa :
    Beban sewa………………..83.333.333
    PPN-M…………………………8.333.333
    ……Kas………………………………….. …..83.333.333
    ……Hutang PPh Pasal 4 ayat 2……………8.333.333

    Pencatatan penyetoran pajak ke kas negara
    Hutang PPh Pasal 4 ayat 2……………8.333.333
    ……Kas………………………………….. …..83.333.333

    Akan tetapi, bila kesepakatannya berbunyi, bahwa jumlah 75 juta yang diterimanya sudah termasuk PPN, tapi sudah bersih dari PPh, maka, perhitungannya :
    75 Juta = H-PPh Pasal 4 ayat 2 + PPN
    75 Juta = H- 10%H +10% H
    75 Juta = H
    H = 75 Juta

    Dengan demikian kontraknya menjadi :
    Nilai sewa………………………………………. .75.000.000
    PPN 10%……………………………………….. …7.500.000 +
    Nilai sewa + PPN……………………………….82.500.000
    Dipotong
    PPh Pasal 4 ayat 2………………………………7.500.000 –
    Bersih diterima termasuk PPN………………75.000.000

    Pengguna jasa akan mencatat dengan pembebanan dan pembayaran sewa :
    Beban sewa………………..75.000.000
    PPN-M…………………………7.500.000
    ……Kas………………………………….. …..75.000.000
    ……Hutang PPh Pasal 4 ayat 2……………7.500.000

    Pencatatan penyetoran pajak ke kas negara
    Hutang PPh Pasal 4 ayat 2……………7.500.000
    ……Kas………………………………….. …..7.500.000

    cuma saja, saya enggak yakin, pemilik gedung akan mau memilih kesepakatan kedua. Ia akan memilih kesepkatan yang pertama.

    Salam

  • hiarto

    Member
    31 January 2011 at 7:54 am
    Originaly posted by hanif:

    Supaya bisa jadi biaya, lakukan gross up.

    sepengetahuan saya cara gross up ini tidak diperbolehkan rekan, karena filosofi pasal 9 huruf h UU Pajak Penghasilan adalah "pajak bukan sebagai pengurang penghasilan bruto"

  • Aries Tanno

    Member
    31 January 2011 at 12:21 pm
    Originaly posted by hiarto:

    ilosofi pasal 9 huruf h UU Pajak Penghasilan adalah "pajak bukan sebagai pengurang penghasilan bruto"

    Sangat sependapat…

    Originaly posted by hiarto:

    sepengetahuan saya cara gross up ini tidak diperbolehkan rekan,

    adakah dasar hukum yang melarang untuk melakukan gross up?
    Mohon informasinya…

    satu lagi, menggunakan pencatatan diatas, apakah rekan hiarto melihat muncul akun PPh yang bakal jadi pengurang penghasilan?

    Salam

  • uLiLi

    Member
    31 January 2011 at 12:57 pm
    Originaly posted by hiarto:

    sepengetahuan saya cara gross up ini tidak diperbolehkan rekan, karena filosofi pasal 9 huruf h UU Pajak Penghasilan adalah "pajak bukan sebagai pengurang penghasilan bruto"

    wah rekan hiarto, kalau gross up memang tidak diperbolehkan, lalu bila pihak lawan tidak mau di potong, apa harus perusahaan yg menanggung

    🙁

    Originaly posted by yoyonunuyo:

    jika WP nya tersebut PKP, PPN-nya berapa ya?

    wah rekan yoyo, kalau pihak lawan transaksi mungut PPN tp tidak mau dipotong PPH namanya terrrlalu… 🙂

  • hiarto

    Member
    31 January 2011 at 2:18 pm
    Originaly posted by hanif:

    adakah dasar hukum yang melarang untuk melakukan gross up

    Originaly posted by ulili:

    wah rekan hiarto, kalau gross up memang tidak diperbolehkan, lalu bila pihak lawan tidak mau di potong, apa harus perusahaan yg menanggung

    thanks rekan semua..saya punya pertimbangan kenapa groos up tidak diperbolehkan adalah sebagai berikut :
    1. pasal 4 UU PPh..yang menjadi penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak….artinya yang akan menjadi dasar pengenaan pajak sesuai kasus diatas adalah 75jt…dan statement dalam pasal ini harus diterapkan secara konsisten artinya bahwa objek pengenaan pajak yang akan di catat dalam pembukuan adalah 75jt.
    2. kemudian bagaimana perlakuan akuntansinya jika dipungut atau di tanggung oleh perusahaan, dalam hal ini menurut pendapat saya ada 2 perlakuan pencatatan yang berbeda :
    a. Jika dipungut ..
    (dr) biaya sewa 75
    (cr) hutang pada A 67,5
    (cr) pajak yang harus dipungut 7,5

    pada saat pembayaran :
    (dr) hutang pada A 67,5
    (dr) pajak yang harus dipungut 7,5
    (cr) kas/bank 75

    kenapa harus dicantumkan "pajak yang harus dipungut" dalam posisi "pasiva" ? karena hal ini harus sejalan dengan pasal 9 (h) UU Pajak Penghasilan bahwa pajak penghasilan bukanlah merupakan pengurang penghasilan bruto. Dan pada dasarnya PPh Pasal 4 (2) ini merupakan pph yang terutang oleh yang menerima penghasilan, hanya mekanisme pembayarannya diatur melalui pemotongan dan pemungutan oleh pemberi penghasilan.

    b. Jika ditanggung….

    (dr) biaya sewa 75
    (cr) hutang pada A 75

    pada saat pembayaran :

    (dr) hutang pada A 75
    (dr) PPh pasal 4 (2) 7,5
    (cr) kas 82,5

    kenapa harus dicantumkan "PPh pasal 4 (2)" bukan "pajak yang harus dipungut" hal ini karena prinsip "menanggung pajak" ini yang menyebabkan pengalihan kewajiban atas pajak yang terutang kepada si pemotong pajak.

    3. Rekan ulili ..jika memang ada kasus demikian alangkah baiknya pada awal transaski sudah dibuat kesepakatan pula mengenai pajak2nya sehingga tidak timbul masalah dikemudian hari.
    demikian pendapat saya rekan ….semoga bermanfaat

  • Kumkum

    Member
    31 January 2011 at 3:31 pm

    saya sependapat dengan yang disampaikan oleh rekan hanif. kalau penyewa tidak mau dipotong memang harus dengan Gross Up, dan dalam kontrak/perjanjian sewa harga sewa harus dengan harga setelah gross up, bukan 75 juta.

    karena mekanismenya adalah pemotongan, maka tidak benar apabila yang menyewa menanggung beban pajak.

  • ferry07

    Member
    31 January 2011 at 4:38 pm
    Originaly posted by hiarto:

    kenapa harus dicantumkan "pajak yang harus dipungut" dalam posisi "pasiva" ? karena hal ini harus sejalan dengan pasal 9 (h) UU Pajak Penghasilan bahwa pajak penghasilan bukanlah merupakan pengurang penghasilan bruto.

    ya jelas posisi passiva, itu kan hutang kepada negara yang posisinya di passiva ga ada pengaruhnya ke pengurang penghasilan bruto.

    saya lebih setuju dengan rekan hanif.. tidak ada kan ledger Biaya PPh.. kayanya sih menurut saya lebih kepada prinsip deductable – taxable… jadi diperkenankan

  • suryo

    Member
    1 February 2011 at 3:52 pm

    salam rekan-rekan

    terimaksih untuk masukannya,
    hal ini terjadi (pemilik tidak mau dipotong pajak), karena sebelum-sebelumnya seperti itu, yaitu tinggal terima bersih.
    dan pemilik hanya mau mengeluarkan kuitansi sebesar uang yg diterima saja, yaitu 75jt.
    Trus mau tanya lagi kpd rekan-rekan, kalo cara gross up, kan angkanya jadi lucu (pakai rupiah & koma) kan bisa menjadi pertanyaan KPP nich, supaya lebih elegan gimana ya caranya????
    mohon sarannya

  • nidjar

    Member
    8 February 2011 at 6:52 pm

    saya sependapat dengan rekan hanif..
    Masalah angkanya lucu dan tidak elegan saya rasa ga bakal dipermasalahkan sama KPP secara nilai pph gros up nya lebih besar daripada tidak menggunakan gros up..semua sama2 senang,dan negara juga tidak dirugikan..

  • begawan5060

    Member
    8 February 2011 at 9:10 pm

    Menanggung pajak bisa saja, tetapi NDE
    Gross up —> DE dan sangat dibolehkan..

Viewing 1 - 15 of 50 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now