Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 159/PMK.010/2015

Kategori : PPh

Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 159/PMK.010/2015

TENTANG

PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai pemberian fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak Penghasilan Badan, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung khususnya pada industri pionir guna mendorong pertumbuhan ekonomi, perlu mengganti ketentuan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4993);
  2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  2. Undang-Undang Penanaman Modal adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
  3. Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.


Pasal 2


(1) Kepada Wajib Pajak badan yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan Industri Pionir dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Penanaman Modal dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
(2) Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama usaha yang merupakan Industri Pionir.
(3) Kegiatan utama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kegiatan utama usaha sebagaimana tercantum dalam izin prinsip dan/atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan termasuk perubahan dan perluasannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.


Pasal 3


(1) Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan paling banyak 100% (seratus persen) dan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.
(2) Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi secara komersial.
(3) Besarnya pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan persentase yang sama setiap tahun selama jangka waktu Sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi paling lama 20 (dua puluh) tahun.


Pasal 4


(1) Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Wajib Pajak badan yang memenuhi kriteria:
  1. merupakan Wajib Pajak baru;
  2. merupakan Industri Pionir;
  3. mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang, paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
  4. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentμan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan;
  5. menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan dana tersebut tidak ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan
  6. harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15 Agustus 2011.
(2) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri dan/atau Wajib Pajak luar negeri berupa bentuk usaha tetap, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Pajak dalam negeri dan/atau Wajib Pajak luar negeri berupa bentuk usaha tetap tersebut harus memiliki surat keterangan fiskal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak badan:
  1. dimiliki langsung oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
  2. kepemilikannya terdiri atas saham-saham yang terdaftar pada bursa efek di Indonesia.
(4) Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:
  1. Industri logam hulu;
  2. Industri pengilangan minyak bumi;
  3. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
  4. Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri;
  5. Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan;
  6. Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi;
  7. Industri transportasi kelautan;
  8. Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan/atau
  9. Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
(5) Batasan nilai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat diturunkan menjadi paling sedikit sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) untuk Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f, dan memenuhi persyaratan memperkenalkan teknologi tinggi (high tech).
(6) Besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) untuk Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan nilai rencana penanaman modal baru kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan paling sedikit sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
(7) Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi persyaratan:
  1. telah berproduksi secara komersial;
  2. pada saat mulai berproduksi secara komersial, Wajib Pajak telah merealisasikan nilai penanaman modal paling sedikit sebesar rencana penanaman modalnya; dan
  3. bidang usaha penanaman modal sesuai dengan rencana bidang usaha penanaman modal dan termasuk dalam cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(8) Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dan penetapan dimaksud paling sedikit berisi mengenai:
  1. Tanggal saat mulai berproduksi secara komersial sebagai dasar penetapan Tahun Pajak dimulainya pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  2. Penetapan jumlah realisasi penanaman modal pada saat mulai berproduksi secara komersial; dan
  3. Kesesuaian bidang usaha penanaman modal dengan rencana bidang usaha penanaman modal dan masuk dalam cakupan Industri Pionir.
(9) Tata cara penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(10) Saat mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah saat pertama kali hasil produksi dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut dari kegiatan utama usaha yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.


Pasal 5


(1) Untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.   
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
  1. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. fotokopi ijin prinsip penanaman modal baru, yang dilengkapi dengan rinciannya;
  3. asli surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
  4. surat keterangan fiskal untuk Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (2).
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemenuhan cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
(4) Dalam rangka penyampaian usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Menteri Keuangan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berkoordinasi dengan menteri terkait untuk melakukan:
a. penelitian mengenai pemenuhan cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
b. penyusunan uraian penelitian mengenal hal-hal sebagai berikut:
  1. ketersediaan dan kontribusi rencana pembangunan infrastruktur di lokasi investasi; 
  2. penyerapan tenaga kerja domestik;
  3. kajian mengenai pemenuhan kriteria sebagai Industri Pionir; dan
  4. rencana tahapan alih teknologi yang jelas dan konkret.
(5) Berdasarkan hasil penelitian yang memenuhi cakupan industri pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan uraian penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dapat mengajukan usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dokumen uraian penelitian dimaksud.


Pasal 6


(1) Atas usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Menteri Keuangan menugaskan komite verifikasi pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk membantu melakukan penelitian dan verifikasi terhadap usulan dimaksud.
(2) Komite verifikasi pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Menteri Keuangan.
(3) Komite verifikasi pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan menyampaikan hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, termasuk rekomendasi mengenai besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan jangka waktu pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Rekomendasi mengenai besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan jangka waktu pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) didasarkan pada hasil penilaian atas uraian penelitian yang berisi mengenai hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
(5) Pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diputuskan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari komite verifikasi pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan oleh Menteri Keuangan dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Menteri Keuangan dapat meminta pertimbangan dan rekomendasi dari komite verifikasi pengurangan Pajak Penghasilan badan; atau
  2. Menteri Keuangan memberikan fasilitas tanpa meminta pertimbangan dan rekomendasi dari komite verifikasi pengurangan Pajak Penghasilan badan.
(7) Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2):
  1. Menteri Keuangan menerbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
  2. Wajib Pajak menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e.
(8) Penempatan dana di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal ditetapkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, dan dana tersebut tidak ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal.
(9) Dalam hal Menteri Keuangan menolak usulan untuk memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan tersebut kepada Wajib Pajak dengan tembusan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.


Pasal 7


(1) Terhadap Wajib Pajak yang atas usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang ditolak oleh Menteri Keuangan dan telah diterbitkan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan dimaksud, diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu beserta peraturan pelaksanaannya.
(2) Tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu bagi Wajib Pajak yang usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ditolak oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau didaerah-daerah tertentu.


Pasal 8


(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan wajib menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Pajak dan ketua komite verifikasi pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e;
  2. laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit;dan
  3. laporan realisasi produksi selama masa fasilitas.
(2) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(3) Selain kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan juga diwajibkan untuk memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan data transaksi perusahaan yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Pasal 9


(1) Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dilarang untuk:
  1. mengimpor atau membeli barang modal bekas yang direlokasi dari negara atau perusahaan lain dalam rangka realisasi penanaman modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  2. melakukan kegiatan utama usaha yang tidak sesuai dengan rencana bidang usaha penanaman modal dan tidak termasuk dalam cakupan Industri Pionir selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  3. melakukan pemindahtanganan aset dan/atau kepemilikan Wajib Pajak badan yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  4. melakukan relokasi penanaman modal ke provinsi lain di Indonesia atau ke luar negeri sejak Tahun Pajak dimulainya dan sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak sejak berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau
  5. mengubah metode pembukuan untuk menggeser laba atau rugi dari periode pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke periode setelahnya, dan sebaliknya, termasuk metode pengakuan penghasilan dan/atau biaya, dan metode penghitungan depresiasi dan/atau persediaan, sejak Tahun Pajak dimulainya dan sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak sejak berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
(2) Dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dalam hal Wajib Pajak:
  1. melakukan pemindahtanganan aset dan menggantinya dengan aset lain yang lebih produktif;
  2. melakukan pengalihan kepemilikan kepada Wajib Pajak yang telah mendapatkan surat keterangan fiskal;
  3. melakukan pengalihan kepemilikan melalui mekanisme listing di bursa saham (go public).


Pasal 10


(1) Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dicabut, dalam hal Wajib Pajak:
  1. pada saat mulai berproduksi secara komersial, nilai realisasi penanaman modal kurang dari rencana penanaman modal;
  2. tidak menempatkan dana di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf b dan/atau dana tersebut ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal;
  3. tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ketentuan mengenai pemenuhan permintaan Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
  4. melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
  5. tidak mengajukan permohonan Advance Pricing Agreement untuk Wajib Pajak yang berorientasi ekspor yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembentukan dan pelaksanaan kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement); dan/atau
  6. berdasarkan hasil pemeriksaan, menyalahgunakan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dalam rangka penghindaran atau pengelakan pajak, antara lain melakukan praktik transfer pricing yang tidak sesuai dengan norma kewajaran.
(2) Pencabutan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan:
  1. setelah mendapat rekomendasi dari komite verifikasi pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; atau
  2. berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak kepada komite verifikasi pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
(3) Terhadap Wajib Pajak yang dicabut fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dan tidak dapat lagi diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.


Pasal 11


(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. harus diselenggarakan pembukuan secara terpisah dari pembukuan atas penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
  2. tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak selama periode pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 3 ayat (4).
(2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar kegiatan utama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan adalah:
  1. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta (capital gain) selain dari produk yang dihasilkan Wajib Pajak dari kegiatan utama usaha sebagaimana tercantum dalam izin prinsip dan/atau izin usaha Wajib Pajak;
  2. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
  3. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
  4. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
  5. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
  6. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  7. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan  dengan Peraturan Pemerintah; 
  8. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
  9. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  10. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
(4) Biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak yang timbul dari:
  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan,
pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
(5) Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 12


(1) Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan, tidak dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2) Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Pasal 13


Usulan untuk memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, harus diajukan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dalam jangka waktu selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.


Pasal 14


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. Usulan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan sejak tanggal 15 Agustus 2011 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang belum diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan atau disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan, dilakukan pemrosesan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014.
  2. Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014, tetap dapat memanfaatkan fasilitas dimaksud sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.


Pasal 15


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 16


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 16 Agustus 2015.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Agustus 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1218