Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 129/PMK.03/2012

Kategori : KUP

Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara


 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 129/PMK.03/2012

TENTANG

TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
 
  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2011;
  2. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara;

Mengingat : 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
            

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA.
      

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
  3. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      

BAB II
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
OLEH WAJIB PAJAK

Pasal 2

 
(1) Dalam rangka penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP, Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan memberikan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri pernyataan tertulis yang berisi pengakuan bersalah dan bukti tertulis mengenai penyerahan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account.
(3) Besarnya jaminan pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah jumlah kerugian pada pendapatan negara sebesar:
  1. jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan; atau
  2. jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak,
ditambah jumlah sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara tersebut.
(4) Jumlah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli yang dilakukan sebelum pengajuan permintaan penghentian Penyidikan oleh Menteri Keuangan kepada Jaksa Agung.
(5) Permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Surat pernyataan pengakuan bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
      

Pasal 3

 
(1) Untuk mengetahui kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Wajib Pajak harus meminta informasi secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan informasi tertulis mengenai kerugian pada pendapatan negara beserta besarnya sanksi administrasi.


BAB III
PEMBUATAN JAMINAN DALAM BENTUK ESCROW ACCOUNT

Pasal 4

 
(1) Escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat berdasarkan perjanjian pengelolaan escrow account antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk dan diketahui oleh bank pembuka escrow account.
(2) Bentuk dan isi perjanjian pengelolaan escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
(3) Perjanjian pengelolaan escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. identitas para pihak dan bank pembuka escrow account;
  2. waktu dan tempat perjanjian;
  3. jumlah jaminan pelunasan;
  4. biaya escrow account;
  5. prosedur pencairan jaminan; dan
  6. penyelesaian perselisihan.


Pasal 5


(1) Biaya yang timbul sehubungan dengan pembukaan dan pengelolaan escrow account ditanggung oleh Wajib Pajak.
(2) Penghasilan yang diterima dari escrow account menjadi hak Wajib Pajak.
      

BAB IV
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
OLEH MENTERI KEUANGAN

Pasal 6

 
(1) Setelah menerima permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Menteri Keuangan menyampaikan permintaan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk meneliti dan memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
(2) Dalam rangka memenuhi permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat:
  1. nama Wajib Pajak;
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak;
  3. nama tersangka;
  4. kedudukan/jabatan tersangka;
  5. Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak;
  6. tindak pidana di bidang perpajakan yang disangkakan;
  7. tahapan perkembangan Penyidikan;
  8. jumlah kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3);
  9. jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan
  10. pendapat dari Direktur Jenderal Pajak.
     

Pasal 7


(1) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan pendapat dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Menteri Keuangan memutuskan untuk menyetujui atau menolak.
(2) Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memerintahkan Wajib Pajak agar mencairkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3) Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak.
(4) Setelah menerima Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan menyampaikan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung disertai dengan Surat Setoran Pajak dimaksud.


Pasal 8


(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
(2) Keputusan dari Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada Menteri Keuangan.
(3) Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa menerima permintaan penghentian Penyidikan, keputusan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Keuangan kepada Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak.
(4) Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa menolak permintaan penghentian Penyidikan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Keputusan dari Jaksa Agung tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Keuangan kepada Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak dan dijadikan dasar bagi Direktur Jenderal Pajak untuk mengembalikan jaminan pelunasan yang telah dicairkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
  2. proses Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap Wajib Pajak dilanjutkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal berkas permintaan penghentian Penyidikan dikembalikan oleh Kejaksaan Agung untuk dilengkapi dan/atau diperbaiki, Menteri Keuangan menyampaikan kembali surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung dan jangka waktu 6 (enam) bulan bagi Jaksa Agung untuk dapat menghentikan Penyidikan dimulai sejak tanggal surat permintaan tersebut disampaikan.


BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 9

   
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap permohonan atau permintaan penghentian Penyidikan yang masih dalam proses penyelesaian sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan penghentian Penyidikan yang telah diajukan oleh Wajib Pajak kepada Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2011 dan terhadap permohonan tersebut belum ditindaklanjuti dengan penyampaian permintaan penghentian Penyidikan oleh Menteri Keuangan kepada Jaksa Agung, permohonan tersebut dikembalikan kepada Wajib Pajak dan dapat diajukan kembali sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
  2. terhadap permintaan penghentian Penyidikan yang telah disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Jaksa Agung, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Menteri ini.
      

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
      

Pasal 11

            
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
           
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
                              
                              


  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
 
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
                              

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
 
AMIR SYAMSUDIN
    
      

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 785