Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 249/PMK.05/2010

Kategori : Lainnya

Penatausahaan Penerimaan Negara Dalam Mata Uang Asing


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 249/PMK.05/2010

TENTANG

PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA DALAM MATA UANG ASING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1a) dan Pasal 28 ayat (9) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, kepada Wajib Pajak yang telah mendapat ijin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diijinkan, yang pelaksanaannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  2. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 7 dan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau satuan mata uang asing dan disusun dalam bahasa asing yang diijinkan Menteri Keuangan;
  3. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran Kas Negara;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penatausahaan Penerimaan Negara dalam Mata Uang Asing;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
  6. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2007 tentang Tata Cara Pencairan Dana Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Melalui Rekening Kas Umum Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2010;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.05/2007 tentang Tata Cara Pembukaan dan Pengelolaan Rekening Milik Bendahara Umum Negara;
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2009 tentang Penetapan Nomor dan Nama Rekening Kas Umum Negara;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA DALAM MATA UANG ASING.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
  1. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran Negara.
  2. Rekening Kas Umum Negara, yang selanjutnya disebut Rekening KUN, adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran Negara pada Bank Sentral.
  3. Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BUN, adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara sesuai Undang-Undang yang mengatur mengenai Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara.
  4. Kuasa Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut Kuasa BUN, adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
  5. Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  6. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
  7. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
  8. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
  9. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan antara lain sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara, Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya, dan pendapatan Badan Layanan Umum.
  10. Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua Penerimaan Negara yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
  11. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
  12. Modul Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat MPN, adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan bagian dari sistem perbendaharaan dan anggaran Negara.
  13. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
  14. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
  15. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
  16. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
  17. Bank Persepsi Mata Uang Asing adalah bank devisa yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
  18. Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidermic dan diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
  19. User Acceptance Test, yang selanjutnya disingkat UAT, adalah tes atau pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat dan di daerah atas sistem dan proses bisnis Bank Umum sesuai dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
  20. Nomor Transaksi Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat NTPN, adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui MPN.
  21. Nomor Transaksi Bank, yang selanjutnya disingkat NTB, adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank.
  22. Bukti Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat BPN, adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB.
   

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2


(1) Penerimaan Negara dalam mata uang asing terdiri dari:
  1. Penerimaan Perpajakan;
  2. Penerimaan Negara Bukan Pajak Non-Migas; dan
  3. Penerimaan Pengembalian Belanja yang bukan bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
(2) Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib disetor oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor ke Kas Negara dalam mata uang asing.
  

BAB III
TATA CARA PENUNJUKAN BANK PERSEPSI MATA UANG ASING

Pasal 3


(1) Untuk dapat ditunjuk sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing, Bank harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat, dilengkapi dengan dokumen, sebagai berikut:
1) surat penunjukan dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa;
2) akte pendirian bahwa kantor pusat bank berkedudukan di Indonesia dan didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;
3) surat keterangan dari Bank Indonesia bahwa bank memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
4) surat pernyataan bahwa bank memiliki cabang di luar negeri yang online dengan kantor pusatnya dan terhubung dengan sistem MPN;
5) surat pernyataan kesanggupan dan ditandatangani oleh direksi bank bahwa bank bersedia mematuhi ketentuan perundang-undangan dan bersedia diperiksa atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
6) surat pernyataan bahwa bank memiliki jaringan sistem informasi yang terhubung langsung secara online antara kantor pusat dan seluruh atau sebagian kantor cabangnya, serta terhubung secara on-line dengan jaringan komunikasi data Kementerian Keuangan/MPN;
7) surat pernyataan bahwa direksi bank bersedia menandatangani perjanjian sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing dengan BUN/Kuasa BUN Pusat; dan
8) surat pernyataan telah memberikan pendidikan dan pelatihan yang cukup kepada staf terkait dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
b. lulus UAT yang ditetapkan oleh BUN/Kuasa BUN Pusat; dan
c. memperoleh rekomendasi dari Bank Indonesia.
(2) Atas permohonan direksi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, BUN/Kuasa BUN Pusat melakukan UAT dan meminta rekomendasi kepada Bank Indonesia;
(3) Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penunjukan/penetapan bank sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah bank dinyatakan lulus UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan mendapat rekomendasi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(4) Dalam hal bank tidak atau belum memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUN/Kuasa BUN Pusat dapat menolak permohonan yang diajukan oleh bank.


Pasal 4


Dalam melaksanakan penatausahaan penerimaan negara, Bank Umum/Bank Devisa wajib terlebih dahulu ditunjuk sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing melalui tata cara penunjukkan Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.


BAB IV
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 5


(1) Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat membuka Rekening Kas Negara Mata Uang Asing pada Kantor Pusat Bank Persepsi Mata Uang Asing.
(2) Rekening Kas Negara Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
  1. rekening untuk menerima setoran Penerimaan Perpajakan; dan
  2. rekening untuk menerima setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dan pengembalian belanja.
(3) Rekening Kas Negara Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menampung Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
(4) Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menatausahakan Penerimaan Negara dalam mata uang asing sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Saldo rekening Kas Negara pada Bank Persepsi Mata Uang Asing setiap akhir hari kerja paling lambat pukul 16.30 WIB wajib dilimpahkan seluruhnya ke Rekening KUN melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri.
(6) Pengambilalihan pelimpahan saldo rekening Kas Negara Mata Uang Asing ke Rekening KUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan atas dasar Statement of Account yang diterima oleh Bank Indonesia dari bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri.
(7) Penerimaan Negara dalam mata uang asing yang sudah diterima di Kas Negara dan telah dilimpahkan ke Rekening KUN melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri tetapi belum diterima di Rekening KUN pada saat tanggal Neraca diakui sebagai piutang (cash in transit).


Pasal 6


(1) Kantor Cabang Bank Persepsi Mata Uang Asing yang telah online dengan kantor pusatnya dan terhubung dengan MPN dapat melakukan Penerimaan Negara dalam mata uang asing dengan mengkredit rekening Kas Negara mata uang asing pada Kantor Pusat Bank Persepsi Mata Uang Asing.
(2) Kantor Cabang Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Cabang Bank Persepsi Mata Uang Asing yang berlokasi di luar negeri.


Pasal 7

   
(1) Bank Persepsi Mata Uang Asing selama jam buka kas wajib menerima setiap setoran Penerimaan Negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor tanpa melihat jumlah pembayaran.
(2) Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib mengkreditkan setoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tanggal valuta yang sama.
(3) Penerimaan Negara dalam mata uang asing diakui apabila telah diterima di rekening Kas Negara Mata Uang Asing.
(4) Atas setiap bukti setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing, Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib memberikan NTPN dan NTB.
(5) Surat setoran dianggap sah apabila telah memperoleh dan diberi teraan NTPN dan NTB, dan ditandatangani oleh petugas/teller serta diberi stempel dinas pada masing-masing lembar.
(6) Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib menyampaikan Laporan Harian Penerimaan (LHP) beserta Arsip Data Komputer (ADK) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara untuk masing-masing rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(7) LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri dari BPN dalam mata uang asing, Daftar Nominatif Penerimaan, nota debet/completion advice, nota kredit/confirmation advice, dan rekening koran harian.
(8) LHP dan ADK sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(10) Bank Persepsi Mata Uang Asing dilarang mengurangi setoran Penerimaan Negara yang diterima, baik dari penyetor maupun dari Bank Umum/Bank Devisa lainnya melalui transfer.


Pasal 8


(1) Wajib pajak/wajib bayar/wajib setor menyetor/membayar kewajibannya ke Bank Persepsi Mata Uang Asing yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat.
(2) Wajib pajak/wajib bayar/wajib setor melakukan penyetoran/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan surat setoran ke bank/teller dan/atau melalui electronic banking.
(3) Bank wajib memberikan NTPN, NTB, dan BPN kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor dengan memberikan teraan NTPN dan NTB pada bukti pembayaran dan BPN baik yang dilakukan melalui teller maupun electronic banking.
(4) Surat setoran dan/atau BPN yang diterbitkan oleh bank atas setoran Penerimaan Negara melalui teller dibuat dalam rangkap 4 (empat), ditandatangani dan divalidasi serta distempel oleh teller pada setiap lembar, dan diberi teraan NTPN dan NTB.
(5) Atas setoran Penerimaan Negara yang dilakukan oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor melalui electronic banking, bank menerbitkan tanda bukti pembayaran dan BPN dalam rangkap 4 (empat), divalidasi dan diberi teraan NTPN dan NTB.
(6) Surat setoran dan/atau BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) didistribusikan sebagai berikut:
  1. Lembar ke-1 (kesatu) dan lembar ke-3 (ketiga) untuk wajib pajak/wajib bayar/wajib setor;
  2. Lembar ke-2 (kedua) untuk Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara;
  3. Lembar ke-4 (keempat) untuk arsip bank.
   

Pasal 9


(1) Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan estimasi pendapatan adalah DIPA Kementerian Negara/Lembaga atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA.
(2) Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan penerimaan Negara dalam mata uang asing oleh BUN/Kuasa BUN Pusat adalah BPN yang telah diberi teraan NTPN dan NTB dalam bentuk soft copy dan hard copy.
(3) Bank wajib menerapkan sistem pengamanan atas dokumen sumber yang diterbitkan secara elektronik dalam rangka penatausahaan Penerimaan Negara dalam mata uang asing.


BAB V
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 10


(1) Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan pertanggungjawaban Penerimaan Negara.
(2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi.
(3) LRA dibuat dalam ekuivalen Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia tanggal valuta yang sama.
   

Pasal 11


(1) Unit Eselon I Kementerian Keuangan sebagai pengelola Penerimaan Negara membukukan Penerimaan Negara dengan menggunakan data hasil rekonsiliasi.
(2) Satuan kerja Unit Eselon I Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku Kuasa Pengguna Anggaran harus menyampaikan pertanggungjawaban Penerimaan Negara.
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa LRA yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi.
  

Pasal 12


(1) Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyusun laporan harian Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menurut Rekening Kas Negara Mata Uang Asing berdasarkan LHP beserta ADK yang disampaikan oleh bank sesuai format yang ditetapkan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam ekuivalen Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia tanggal valuta yang sama.


Pasal 13


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.


BAB VI
REVERSAL DAN PERBAIKAN DATA

Pasal 14


(1) Bank Persepsi Mata Uang Asing dilarang melakukan pembatalan atas transaksi yang telah memperoleh NTPN, terkecuali untuk proses reversal.
(2) Reversal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal diketahui telah terjadi kesalahan dalam perekaman data dan/atau perekaman ganda (double input) atas surat setoran yang telah memperoleh NTPN dan NTB pada hari kerja yang sama.
(3) Dalam hal terjadi kesalahan perekaman dan/atau perekaman ganda (double input) pada jumlah uang dalam pelaksanaan reversal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib menyetor ke kas negara dan melimpahkan ke Rekening KUN dalam valuta asing sebesar jumlah setoran yang telah mendapatkan NTPN dan NTB.
(4) Sebelum melaksanakan reversal, Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib memperoleh persetujuan tertulis dari pejabat Bank Persepsi Mata Uang Asing yang bertanggungjawab atas Penerimaan Negara;
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib diwujudkan dengan kode pengaman (security code) pada sistem teknologi informasi bank yang digunakan dalam penatausahaan Penerimaan Negara.
(6) Bank dilarang melakukan reversal setelah akhir hari kerja.
(7) Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib menyampaikan daftar Transaksi Penerimaan Negara yang di-reversal pada hari kerja bersangkutan dengan mencantumkan NTPN, NTB, serta alasan reversal dengan bukti persetujuan reversal dari pejabat kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
   

Pasal 15


(1) Dalam hal kesalahan data diketemukan setelah akhir hari kerja, Bank Persepsi Mata Uang Asing melakukan perbaikan atas data transaksi Penerimaan Negara.
(2) Perbaikan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Dalam hal kesalahan terjadi karena kesalahan dalam pengisian surat setoran oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor, perbaikan dilakukan oleh bank berdasarkan permohonan dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor.
  2. Perbaikan atas setoran Penerimaan Perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing setelah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
  3. Bank Persepsi Mata Uang Asing melakukan perbaikan data berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan melaporkan perbaikan data yang telah dilakukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
  4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan perbaikan laporan dan menyampaikan perbaikan data sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada pengelola MPN.
  5. Pengelola MPN sebagaimana dimaksud pada huruf d melakukan perbaikan data pada sistem MPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyampaikan perbaikan data dimaksud kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Pajak dan pihak lain yang berkepentingan.
  6. Dalam hal diketemukan bahwa telah terjadi kelebihan setor/kelebihan input/kelebihan limpah/double input, Bank Persepsi Mata Uang Asing dapat mengajukan permintaan pengembalian atas kelebihan setor/kelebihan input/kelebihan limpah/double input dimaksud kepada BUN/Kuasa BUN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BUN/Kuasa BUN mengembalikan kelebihan setor/kelebihan input/kelebihan limpah/double input sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f sesuai ketentuan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
   

BAB VII
GANGGUAN JARINGAN

Pasal 16


(1) Dalam hal terjadi gangguan jaringan komunikasi antara Kantor Pusat Bank Persepsi Mata Uang Asing dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan/MPN lebih dari 1 (satu) hari, maka Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menerima setoran Penerimaan Negara;
  2. mengadministrasikan Penerimaan Negara secara offline dan memberikan NTB pada surat setoran;
  3. memberitahukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara atas penyebab terjadinya gangguan jaringan komunikasi;
  4. melakukan prosedur perekaman ulang tanpa mengubah NTB pada saat jaringan komunikasi telah online dengan sistem MPN; dan
  5. melakukan pelimpahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).
(2) Dalam hal terjadi gangguan pada jaringan kerja antara sistem Bank Persepsi Mata Uang Asing dengan jaringan sistem transaksi mata uang asing, maka Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib:
  1. memberitahukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengenai terjadinya gangguan tersebut pada saat itu juga;
  2. menerima setoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan
  3. melakukan pelimpahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).
(3) Dalam hal terjadi gangguan pada sistem jaringan kerja internal Bank Persepsi Mata Uang Asing, maka Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib:
  1. memberitahukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengenai terjadinya gangguan tersebut dan penyebabnya pada saat itu juga;
  2. menerima setoran Penerimaan Negara pada saat gangguan telah pulih kembali.


Pasal 17


(1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara meminta keterangan kepada Bank Indonesia atas terjadinya gangguan jaringan.
(2) Jika hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan laporan dari Bank Persepsi Mata Uang Asing, maka Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dapat memberikan surat peringatan dan/atau denda atas pelanggaran terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam hal Bank Persepsi Mata Uang Asing menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dan tidak melakukan pelimpahan sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam hal Bank Persepsi Mata Uang Asing menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dan tidak melakukan Penerimaan Negara sesuai peraturan perundang-undangan.
(5) Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dapat melakukan penelitian, penelusuran, dan evaluasi berdasarkan laporan Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a.
(6) Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.


BAB VIII
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)

Pasal 18


(1) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar (Force Majeure) yang disebabkan baik langsung maupun tidak langsung, Bank Persepsi Mata Uang Asing dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) dengan melampirkan surat keterangan resmi dari pejabat Bank Persepsi Mata Uang Asing.
(3) Hal-hal lain yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian, tidak dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar (Force Majeure).
(4) Bank Persepsi Mata Uang Asing yang mengalami Keadaan Kahar (Force Majeure) dapat dibebaskan dari pengenaan sanksi denda berdasarkan hasil konfirmasi dari Bank Indonesia yang menjelaskan bahwa pada saat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) Bank Persepsi Mata Uang Asing tidak dapat melakukan transaksi apapun.
(5) Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagai akibat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) menjadi tanggung jawab Bank Persepsi Mata Uang Asing.


BAB IX
PENELITIAN ATAS KEBENARAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 19


(1) Dalam rangka menjaga transparansi dan akuntabilitas Penerimaan Negara, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penelitian atas kebenaran Penerimaan Negara yang dilakukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing termasuk sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam melaksanakan penatausahaan Penerimaan Negara.
(2) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengikutsertakan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(3) Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.


Pasal 20


(1) BUN/Kuasa BUN Pusat sewaktu-waktu dapat melakukan penelitian atas sistem informasi teknologi yang digunakan oleh bank dalam melaksanakan Penerimaan Negara (UAT ulang).
(2) Tata cara pelaksanaan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.


BAB X
SANKSI

Pasal 21


(1) Bank Umum/Bank Devisa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan sanksi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Penerimaan Negara yang diterima dan langsung disetorkan kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing.
(2) Bank Persepsi Mata Uang Asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Pasal 7 ayat (2) dan ayat (10) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya mengacu pada perjanjian jasa pelayanan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing.
(3) Bank Persepsi Mata Uang Asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), dan Pasal 16 dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan Bank Persepsi Mata Uang Asing.
(4) Pemberian surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. BUN/Kuasa BUN Pusat menyampaikan Surat Peringatan Pertama kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
  2. BUN/Kuasa BUN Pusat menyampaikan Surat Peringatan Kedua kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila Surat Peringatan Pertama dalam waktu 5 (lima) hari kerja tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
  3. BUN/Kuasa BUN Pusat menyampaikan Surat Peringatan Ketiga kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila Surat Peringatan Kedua dalam waktu 5 (lima) hari kerja tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
  4. BUN/Kuasa BUN Pusat mencabut penunjukan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja Surat Peringatan Ketiga tidak mendapat tanggapan atau tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
(5) Bank Persepsi Mata Uang Asing yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan penunjukan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilarang melakukan penatausahaan penerimaan negara.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 
     

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2010
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

 


 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 661