Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 176/PMK.011/2009

Kategori : Lainnya

Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang Dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 176/PMK.011/2009

TENTANG

PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN SERTA BARANG DAN BAHAN
UNTUK PEMBANGUNAN ATAU PENGEMBANGAN INDUSTRI
DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka peningkatan investasi di dalam negeri untuk mendorong perekonomian nasional di tengah persaingan global, perlu diberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, importasi yang dilakukan dalam rangka penanaman modal dapat diberikan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk;
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, atas impor mesin, barang dan bahan dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang Dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
  3. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal;
  4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN SERTA BARANG DAN BAHAN UNTUK PEMBANGUNAN ATAU PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

  1. Pembangunan adalah pendirian perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
  2. Pengembangan adalah pengembangan perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi.
  3. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan atau perkakas, dalam keadaan terpasang maupun terlepas yang digunakan untuk pembangunan atau pengembangan industri.
  4. Barang dan bahan adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi.
  5. Perusahaan adalah perusahaan yang melaksanakan pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal dan khusus untuk Penanaman Modal Asing harus berbentuk Perseroan Terbatas.
  6. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
  7. Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, perubahan penggunaan mesin untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha, diekspor, atau penghapusan dari aset perusahaan.
  8. Keadaan darurat (force majeur) adalah keadaan seperti kebakaran, bencana alam, kerusuhan, peperangan atau hal-hal lain yang terjadi di luar kemampuan manusia.
  9. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.


Pasal 2


(1) Atas impor mesin, barang dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang :
  1. industri yang menghasilkan barang; dan/atau
  2. industri yang menghasilkan jasa,
dapat diberikan pembebasan bea masuk.
(2) Industri yang menghasilkan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan sepanjang mesin, barang dan bahan tersebut :
  1. belum diproduksi di dalam negeri;
  2. sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
  3. sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri,
berdasarkan daftar mesin, barang dan bahan yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk, setelah berkoordinasi dengan instansi teknis yang terkait.


Pasal 3


(1) Pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk pembangunan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
(2) Jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu pembangunan industri tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
(3) Perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta siap produksi, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi paling lama 2 (dua) tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
(4) Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetapi belum merealisasikan seluruh importasi barang dan bahan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 4


(1) Pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka pengembangan industri, diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
(2) Jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu pengembangan industri tersebut sepagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
(3) Perusahaan yang telah menyelesaikan pengembangan industri, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 2 (dua) tahun, untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
(4) Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhimya fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 5


(1) Perusahaan yang melakukan pembangunan atau pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, atas impor barang dan bahan dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
(2) Penggunaan dan komposisi mesin produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk.


Pasal 6


Fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, tidak berlaku untuk industri perakitan kendaraan bermotor kecuali industri komponen kendaraan bermotor.


Pasal 7


(1) Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan untuk pembangunan industri, Perusahaan mengajukan permohonan yang ditandatangani oleh pimpinan Perusahaan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(2) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri dengan :
  1. Akta pendirian Perusahaan;
  2. Surat Persetujuan Penanaman Modal;
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan tanda terima pengajuan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  4. Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
  5. Angka Pengenal Impor (API/APIT/API-P);
  6. Daftar mesin meliputi jumlah, jenis, spesifikasi teknis secara terinci; dan
  7. Uraian ringkas proses produksi bagi industri yang menghasilkan barang atau uraian ringkas kegiatan usaha bagi industri jasa.
(3) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri dengan:
  1. Surat pernyataan dari instansi teknis terkait yang berisi keterangan tentang komposisi mesin telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dalam hal Perusahaan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri;
  2. Daftar barang dan bahan meliputi jumlah, jenis, spesifikasi teknis secara terinci; dan
  3. Pemberitahuan pabean impor mesin atau faktur pembelian mesin dalam negeri untuk pembangunan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 8


(1) Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan untuk pengembangan industri, Perusahaan mengajukan permohonan yang ditandatangani oleh pimpinan Perusahaan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(2) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri dengan :
  1. Akta pendirian Perusahaan;
  2. Surat Persetujuan Penanaman Modal;
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  4. Daftar mesin yang meliputi jumlah, jenis, dan spesifikasi teknis secara terinci;
  5. Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
  6. Angka Pengenal Impor (API/APIT/API-P); dan
  7. Uraian ringkas proses produksi bagi industri yang menghasilkan barang atau uraian ringkas kegiatan usaha bagi industri jasa.
(3) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
  1. Surat pernyataan dari instansi teknis terkait yang berisi keterangan tentang komposisi mesin telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dalam hal Perusahaan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri;
  2. Daftar barang dan bahan meliputi jumlah, jenis, dan spesifikasi teknis secara terinci; dan
  3. Pemberitahuan pabean impor mesin atau faktur pembelian mesin dalam negeri atas pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 9


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan.
(2) Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk dengan dilampiri daftar yang sekurang-kurangnya memuat rincian jumlah, jenis, spesifikasi dan perkiraan harga dari mesin, barang dan bahan yang diberikan pembebasan bea masuk serta pelabuhan tempat pemasukan.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri membuat surat penolakan permohonan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(4) Salinan keputusan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau pembatalan keputusan pembebasan bea masuk, disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
(5) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.


Pasal 10


Perubahan atas keputusan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), hanya dapat dilakukan apabila :
  1. mesin, barang dan bahan belum diimpor; dan
  2. masih dalam jangka waktu pembebasan.


Pasal 11


Terhadap impor mesin, barang dan bahan yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, berlaku ketentuan larangan dan pembatasan sesuai peraturan perundang-undangan.


Pasal 12


(1) Jumlah dan/atau jenis mesin, barang dan bahan yang diimpor harus sesuai dengan jumlah atau jenis mesin, barang dan bahan yang tercantum dalam keputusan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Dalam hal terjadi selisih lebih jumlah dan/atau perbedaan jenis mesin, barang dan bahan antara jumlah keseluruhan importasi dengan keputusan pembebasan bea masuk, terhadap selisih lebih dan/atau perbedaan jenis, Perusahaan wajib membayar bea masuk.


Pasal 13


Perusahaan yang mendapatkan pembebasan bea masuk, harus menyampaikan laporan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengenai realisasi impor mesin, barang dan bahan yang mendapat pembebasan bea masuk untuk pembangunan atau pengembangan.


Pasal 14


(1) Mesin dan/atau barang dan bahan yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, wajib digunakan sesuai dengan tujuan pemasukannya oleh Perusahaan yang bersangkutan.
(2) Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebaskan dari pengenaan pembayaran bea masuk yang terutang dalam hal :
  1. dilakukan pemindahtanganan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
  2. dilakukan pemindahtanganan dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dan pemindahtanganan dilakukan dari Perusahaan penerima fasilitas ke Perusahaan penerima fasilitas lainnya, diikuti dengan pemindahan tanggung jawab penerima fasilitas pembebasan bea masuk;
  3. terjadi force majeur, sehingga mesin mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi; atau
  4. diekspor.
(3) Pemindahtanganan mesin yang dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kepada Perusahaan yang tidak mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk, berakibat batalnya fasilitas pembebasan bea masuk yang diberikan dan Perusahaan wajib membayar :
  1. bea masuk yang terutang atas mesin asal impor dan/atau barang dan bahan (bahan penolong) yang besarnya sebanding dengan besar kapasitas mesin yang dipindahtangankan; dan
  2. bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf a, sejak tanggal pemberitahuan pabean impor sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.
(4) Pemindahtanganan mesin termasuk yang disebabkan oleh force majeur atau diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan setelah mendapat izin dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri.
(5) Pemindahtanganan mesin termasuk yang disebabkan oleh force majeur atau diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), yang dilakukan tanpa mendapat izin dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri, Perusahan wajib membayar:
  1. bea masuk yang terutang atas mesin asal impor dan/atau barang dan bahan (bahan penolong) yang besarnya sebanding dengan besar kapasitas mesin yang dipindahtangankan; dan
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(6) Barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang setelah mendapat izin dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri terlebih dahulu, dalam hal :
  1. terjadi force majeur, sehingga mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi; atau
  2. diekspor.
(7) Atas penyalahgunaan pemanfaatan barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain kondisi dimaksud pada ayat (6), Perusahaan wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(8) Ketentuan mengenai tata cara pemindahtanganan mesin dan/atau barang dan bahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 15


(1) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menyampaikan laporan mengenai pemberian pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
(2) Laporan dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 6 (enam) bulan, yaitu untuk semester pertama pada bulan Juli tahun berjalan dan untuk semester kedua pada bulan Januari tahun berikutnya.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan dafrar pemberian pembebasan bea masuk dalam periode semester yang bersangkutan dan sekurang-kurangnya memuat elemen data sebagai berikut :
  1. Nomor dan Tanggal Persetujuan Penanaman Modal;
  2. Nama Perusahaan dan NPWP;
  3. Jenis Sektor Industri;
  4. Nilai Penanaman Modal;
  5. Nomor dan Tanggal Rencana Impor Barang;
  6. Uraian Umum Jenis BarangYang Akan Di Impor;
  7. Perkiraan Jumlah Nilai Pabean Rencana Impor Barang.
(4) Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini akan dievaluasi paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya ketentuan ini.


Pasal 16


Ketentuan mengenai tata cara pemberian fasilitas pembebasan bea masuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.


Pasal 17


Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Perusahaan yang telah mendapat fasilitas keringanan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2005, dan atas mesin, barang dan bahan yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk tersebut belum direalisasikan impornya, dapat menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan mengajukan permohonan baru kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 18


Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku :
  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 298/KMK.05/1997 tentang Ketentuan Pemindahtanganan Barang Modal Bagi Perusahaan PMA/PMDN atau Non PMA/PMDN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 394/KMK.05/1999;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2005; dan
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 456/KMK.04/2002 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Impor Mesin, Barang, dan Bahan Yang Mendapatkan Fasilitas Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.011/2007,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 19


Peraturan Menteri Keuangan iru mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang Mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 


  Ditetapkan diJakarta
pada tanggal 16 November 2009
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 November 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 432