Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 188/PMK.04/2020

Kategori : Lainnya

Pemberian Fasilitas Kepabeanan Dan/Atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Pengadaan Vaksin Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 188/PMK.04/2020

TENTANG

PEMBERIAN FASILITAS KEPABEANAN DAN/ATAU CUKAI
SERTA PERPAJAKAN ATAS IMPOR PENGADAAN VAKSIN DALAM RANGKA
PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan ancaman yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang besar yang berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat;
  2. bahwa untuk percepatan pelayanan dalam pemberian fasilitas fiskal atas impor barang yang diperlukan dalam pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu mengatur perlakuan kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor vaksin, bahan baku vaksin dan peralatan yang diperlukan dalam produksi vaksin, serta peralatan untuk pelaksanaan vaksinasi guna penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  8. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6515);
  9. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  10. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS KEPABEANAN DAN/ATAU CUKAI SERTA PERPAJAKAN ATAS IMPOR PENGADAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Vaksin adalah vaksin, bahan baku vaksin, dan peralatan yang diperlukan dalam produksi vaksin, serta peralatan untuk pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
  2. Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
  3. Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor adalah perusahaan yang menerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  4. Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
  5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.


BAB II
FASILITAS KEPABEANAN DAN/ATAU CUKAI
SERTA FASILITAS PERPAJAKAN

Pasal 2


(1) Atas impor Vaksin untuk penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa:
  1. pembebasan bea masuk dan/atau cukai;
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
  3. dibebaskan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor.
(2) Impor Vaksin yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui pusat logistik berikat.
(3) Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan juga diberikan terhadap pengeluaran Vaksin asal impor dan/atau tempat lain dalam daerah pabean dari:
  1. kawasan berikat atau gudang berikat;
  2. Kawasan Bebas atau kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  3. Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
(4) Atas pengeluaran Vaksin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengusaha kawasan berikat, pengusaha gudang berikat, pengusaha di Kawasan Bebas, pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor:
  1. dibebaskan dari kewajiban untuk melunasi bea masuk dan/atau cukai serta dikecualikan dari kewajiban melunasi pajak dalam rangka impor; dan/atau
  2. dikecualikan dari kewajiban untuk melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
yang pada saat pemasukannya belum dilunasi.
(5) Pengeluaran barang yang dikecualikan dari kewajiban untuk melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, merupakan penyerahan barang kena pajak ke tempat lain dalam daerah pabean yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) huruf a, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
(7) Tata laksana impor atau pengeluaran Vaksin yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai, impor barang melalui pusat logistik berikat, kawasan berikat, gudang berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
(8) Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan diberikan atas impor Vaksin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), atau pengeluaran Vaksin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang dilakukan oleh:
  1. Pemerintah Pusat;
  2. Pemerintah Daerah; dan/atau
  3. badan hukum atau badan non badan hukum yang mendapatkan penugasan atau penunjukan dari Kementerian Kesehatan;
   

BAB III
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

Pasal 3


(1) Untuk mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) huruf a, pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan atau pengeluaran barang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan:
  1. rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan beserta perkiraan nilai pabeannya; dan
  2. izin dari instansi teknis terkait, dalam hal barang impor merupakan barang larangan dan/atau pembatasan.
(3) Dalam hal importasi Vaksin atau pengeluaran Vaksin dilakukan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) huruf c, selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilampiri dengan:
  1. fotokopi Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. surat penugasan atau penunjukan dari Kementerian Kesehatan; dan
  3. rekomendasi untuk dapat diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan dari Kementerian Kesehatan.
(4) Rekomendasi untuk mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, paling sedikit memuat keterangan mengenai:
  1. identitas pemohon;
  2. rincian jumlah dan jenis barang beserta perkiraan nilai pabeannya; dan
  3. pernyataan bahwa Vaksin yang akan diimpor atau dikeluarkan dari tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) akan digunakan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta hasil pindaian dari dokumen lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window.
(6) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan:
  1. lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk Hardcopy; dan
  2. hasil pindaian dari dokumen dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk softcopy.


Pasal 4


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor Vaksin atau pengeluaran Vaksin.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(4) Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama:
  1. 3 (tiga) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.


BAB IV
PEMBERITAHUAN PABEAN

Pasal 5


(1) Atas impor Vaksin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), serta pengeluaran Vaksin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), dilaksanakan dengan menggunakan dokumen sesuai dengan tata laksana impor atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7).
(2) Pemenuhan kewajiban pabean atas impor Vaksin yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dilakukan dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean Impor BC 2.0 dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor pada huruf D angka 19 kolom "Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor" dan kode fasilitas "83" pada kotak yang disediakan.
(3) Pemenuhan kewajiban pabean atas impor Vaksin yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dilakukan dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean Impor BC 2.8 ke Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi pusat logistik berikat dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor pada huruf D angka 22 kolom "Dokumen lainnya" dan kode fasilitas "83" pada kotak yang disediakan.
(4) Pemenuhan kewajiban pabean atas pengeluaran Vaksin yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, dilakukan dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean Impor BC 2.5 ke Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi gudang berikat atau kawasan berikat dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor pada huruf B angka 17 kolom " Fasilitas Impor" dan kode fasilitas "83" pada kotak yang disediakan.
(5) Pemenuhan kewajiban pabean atas pengeluaran Vaksin yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, dilakukan dengan mengajukan PPFTZ 01 ke Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Bebas dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam dokumen PPFTZ 01 pada "Data barang" angka 39 kolom "Keterangan" dan kode fasilitas "83" pada kotak yang disediakan.
(6) Pemenuhan kewajiban pabean atas pengeluaran Vaksin yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c, dilakukan dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean Impor BC 2.4 ke Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor pada angka 14 kolom " Surat Keputusan" dan kode fasilitas "83" pada kotak yang disediakan.


BAB V
PENGELUARAN BARANG DENGAN PELAYANAN SEGERA
(RUSH HANDLING)

Pasal 6


(1) Terhadap impor Vaksin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dikeluarkan dari kawasan pabean dengan Pelayanan Segera (Rush Handling).
(2) Untuk dapat mengeluarkan Vaksin dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) menyampaikan permohonan dilampiri dengan Dokumen Pelengkap Pabean serta menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan barang.
(3) Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) wajib memenuhi ketentuan perizinan impor dari instansi teknis terkait pada saat menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terkena ketentuan tata niaga impor.
(4) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar bea masuk dan/atau cukai, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor yang terutang.
(5) Dikecualikan dari ketentuan mengenai kewajiban penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal impor Vaksin telah mendapatkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
(6) Terhadap barang impor berupa Vaksin yang mendapatkan Pelayanan Segera (Rush Handling) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penelitian dokumen dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik.
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang atau penolakan.
(8) Bentuk jaminan dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.
(9) Tata cara pengeluaran barang menggunakan Pelayanan Segera (Rush Handling) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pelayanan Segera (Rush Handling) sepanjang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini.


BAB VI
JANGKA WAKTU

Pasal 7


(1) Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap:
  1. impor Vaksin yang waktu importasinya; atau
  2. pengeluaran Vaksin yang waktu pengeluaran dari pusat logistik berikat, Kawasan Bebas, kawasan berikat, gudang berikat, kawasan ekonomi khusus, dan Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor,
dilakukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
(2) Waktu impor atau waktu pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni:
  1. tanggal pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut atau inward manifest (BC 1.1); atau
  2. tanggal didaftarkannya dokumen pengeluaran barang dari pusat logistik berikat, Kawasan Bebas, kawasan berikat, gudang berikat, kawasan ekonomi khusus, dan Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dari Kantor Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.

 

BAB VII
MONITORING, EVALUASI,
DAN PEMERIKSAAN SEWAKTU-WAKTU

Pasal 8


(1) Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Bea dan Cukai, atau pejabat bea dan cukai yang ditunjuk, dapat melakukan:
  1. monitoring dan evaluasi terhadap pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan; dan/atau
  2. pemeriksaaan sewaktu-waktu terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan,
atas impor Vaksin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta pengeluaran Vaksin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) yang ditujukan untuk penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(2) Dalam hal kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menemukan adanya penyalahgunaan tujuan pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan, direktur yang tugas dan fungsinya di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Bea dan Cukai, atau pejabat bea dan cukai yang ditunjuk, menyampaikan pemberitahuan kepada direktur yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau cukai.


BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 9


(1) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), menggunakan Vaksin tidak sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta fasilitas perpajakan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. wajib membayar bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang;
  2. dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar atau paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan; dan
  3. dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai dan/atau di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sewaktu waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b ditemukan adanya penyalahgunaan tujuan pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta fasilitas perpajakan, terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dikenakan sanksi administratif berupa pemblokiran terhadap akses kepabeanan selama 1 (satu) tahun.


BAB IX
PELIMPAHAN WEWENANG

Pasal 10


(1) Kepala Kantor Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pejabat lain.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.


BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 11


Ketentuan mengenai petunjuk teknis penyederhanaan prosedural importasi pengadaan Vaksin untuk penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1393