Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 219/PMK.04/2019

Kategori : Lainnya

Penyederhanaan Registrasi Kepabeanan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 219/PMK.04/2019

TENTANG

PENYEDERHANAAN REGISTRASI KEPABEANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai registrasi kepabeanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2016 tentang Registrasi Kepabeanan;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan, serta simplifikasi terhadap peraturan dan prosedur mengenai registrasi kepabeanan dalam rangka percepatan perizinan kepabeanan dan cukai dalam kemudahan berusaha, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai registrasi kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyederhanaan Registrasi Kepabeanan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYEDERHANAAN REGISTRASI KEPABEANAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disebut OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  4. Keterangan Status Wajib Pajak adalah informasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak terkait validitas NPWP dan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak.
  5. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  6. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  7. Eksportir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  8. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir atau Eksportir.
  9. Pengangkut adalah orang atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang, dan/atau yang berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan.
  10. Pengusaha dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone yang selanjutnya disebut Pengusaha dalam FTZ adalah badan usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
  11. Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah badan usaha yang memperoleh ijin dari instansi terkait untuk menyelenggarakan pos berupa layanan surat, dokumen, dan/atau paket sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
  12. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disebut Pengusaha TPS adalah badan usaha yang mengusahakan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  13. Penyelenggara/Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disebut Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  14. Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut Perusahaan Penerima Fasilitas KITE adalah Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor berupa pembebasan dan/atau pengembalian bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  15. Ahli Kepabeanan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan dan memiliki Sertifikat Ahli Kepabeanan yang dikeluarkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.
  16. Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan izin usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.
  17. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.
  18. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.
  19. Pengguna Jasa adalah Pelaku Usaha yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  20. Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
  21. Pengguna Jasa Kepabeanan adalah Pengguna Jasa yang telah mendapatkan Akses Kepabeanan.
  22. Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Pengguna Jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Akses Kepabeanan.
  23. Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
  24. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  25. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea Dan Cukai.
  26. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.


Pasal 2


(1) Pengguna Jasa yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean harus melakukan Registrasi Kepabeanan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan Akses Kepabeanan dan untuk keperluan pendataan.
(3) Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi Registrasi Kepabeanan dengan jenis Akses Kepabeanan sebagai berikut:
  1. Importir;
  2. Eksportir;
  3. PPJK;
  4. Pengangkut;
  5. Pengusaha dalam FTZ;
  6. PJT;
  7. Pengusaha TPS;
  8. Penyelenggara/Pengusaha TPB; dan/atau
  9. Perusahaan Penerima Fasilitas KITE.
(4) Pengguna Jasa melakukan Registrasi Kepabeanan sesuai dengan tujuan penggunaan Akses Kepabeanan dan dapat mengajukan lebih dari 1 (satu) jenis Akses Kepabeanan.


Pasal 3


(1) Registrasi Kepabeanan dikecualikan terhadap Pengguna Jasa yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean impor yang berkaitan dengan:
  1. barang perwakilan negara asing beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
  2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
  3. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
  4. barang pindahan;
  5. hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
  6. barang untuk keperluan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
  7. barang impor sementara;
  8. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  9. barang untuk keperluan promosi;
  10. obat-obatan dan peralatan kesehatan yang menggunakan anggaran pemerintah;
  11. barang ekspor yang diimpor kembali untuk keperluan perbaikan, pameran, atau yang ditolak oleh pembeli di luar daerah pabean dalam jumlah paling banyak sama dengan jumlah pada saat ekspor sesuai dengan dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  12. barang contoh yang tidak diperdagangkan;
  13. barang debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  14. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; dan/atau
  15. barang yang mendapatkan persetujuan impor tanpa Angka Pengenal Importir (API).
(2) Registrasi Kepabeanan dikecualikan terhadap Pengguna Jasa yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean ekspor yang berkaitan dengan:
  1. barang perwakilan negara asing beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
  2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
  3. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
  4. barang pindahan;
  5. barang untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, pendidikan, kebudayaan, olahraga atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
  6. barang contoh yang tidak diperdagangkan;
  7. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  8. barang untuk keperluan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
  9. barang ekspor yang dilakukan oleh orang perseorangan yang tidak untuk diperdagangkan;
  10. barang ekspor untuk keperluan perbaikan atau pameran yang akan diimpor kembali;
  11. barang impor yang diekspor kembali;
  12. barang debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  13. barang untuk keperluan promosi; dan/atau
  14. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
(3) Registrasi Kepabeanan sebagai Pengangkut dikecualikan terhadap:
  1. Pengangkut luar negeri yang tidak memiliki izin pengangkutan berjadwal;
  2. Pengangkut dalam negeri yang berangkat keluar daerah pabean dan tidak memiliki izin pengangkutan berjadwal;
  3. Pengangkut darat;
  4. Pengguna Jasa yang mengimpor atau mengekspor sendiri sarana pengangkutnya; dan/atau
  5. Pengangkut militer.


BAB II
PERSYARATAN REGISTRASI KEPABEANAN

Pasal 4


(1) Untuk dapat melakukan Registrasi Kepabeanan, Pengguna Jasa harus memiliki:
  1. NIB;
  2. NPWP; dan
  3. keterangan status Wajib Pajak dengan status valid.
(2) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Jasa juga harus memiliki:
  1. Angka Pengenal Importir (API), bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Importir;
  2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP), bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Eksportir;
  3. pegawai yang berkualifikasi Ahli Kepabeanan, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai PPJK;
  4. surat izin terkait kegiatan usaha pengangkutan atau jasa pengangkutan laut atau udara, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Pengangkut;
  5. izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Pengusaha dalam FTZ;
  6. persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagai PJT yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai PJT;
  7. penetapan sebagai TPS yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Pengusaha TPS;
  8. izin penyelenggara/pengusaha TPB yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Penyelenggara/Pengusaha TPB; atau
  9. penetapan sebagai Perusahaan Penerima Fasilitas KITE yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bagi pemohon Registrasi Kepabeanan sebagai Perusahaan Penerima Fasilitas KITE.


Pasal 5


(1) Pengguna Jasa yang telah memiliki NIB yang berlaku sebagai TDP, API, dan Akses Kepabeanan, diperlakukan sebagai Pengguna Jasa yang telah:
  1. melakukan Registrasi Kepabeanan; dan
  2. memenuhi persyaratan Registrasi Kepabeanan.
(2) Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Registrasi Kepabeanan sebagai Importir dan/atau Eksportir.


Pasal 6


Pengguna Jasa yang telah memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f sampai dengan huruf i diperlakukan sebagai Pengguna Jasa yang telah:
  1. melakukan Registrasi Kepabeanan;
  2. memenuhi persyaratan Registrasi Kepabeanan; dan
  3. mendapatkan persetujuan Registrasi Kepabeanan sesuai dengan peruntukannya.


BAB III
PERMOHONAN REGISTRASI KEPABEANAN

Pasal 7


(1) Registrasi Kepabeanan dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
(2) Permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui sistem OSS yang terintegrasi dengan Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Pasal 8


(1) Permohonan Registrasi Kepabeanan sebagai Importir dan/atau Eksportir, diajukan oleh Pengguna Jasa dengan melakukan pendaftaran perizinan berusaha pada sistem OSS untuk mendapatkan NIB.
(2) Permohonan Registrasi Kepabeanan selain sebagai Importir dan/atau Eksportir, dilakukan oleh Pengguna Jasa melalui sistem OSS yang termasuk dalam kategori Izin Komersial atau Operasional.


Pasal 9


(1) Registrasi Kepabeanan dilakukan dengan mengisi data paling sedikit memuat:
  1. NIB;
  2. NPWP;
  3. identitas dan alamat badan usaha;
  4. identitas dan alamat penanggung jawab;
  5. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI);
  6. legalitas badan usaha;
  7. jumlah modal; dan
  8. jumlah tenaga kerja Indonesia atau asing.
(2) Pengisian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara otomasi ke dalam sistem OSS yang terintegrasi dengan Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 10


(1) Pengguna Jasa yang telah mengajukan permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Komitmen kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan disampaikan melalui sistem OSS.
(3) Dalam hal sistem OSS belum dapat dioperasikan, pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami gangguan operasional, pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk tertulis.


BAB IV
KOMITMEN REGISTRASI KEPABEANAN

Pasal 11


(1) Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan melakukan penelitian terhadap kesesuaian data persyaratan atas pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan terhadap pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan paling lama 3 (tiga) jam kerja terhitung sejak penyampaian pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan.
(3) Dalam hal pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan:
  1. disetujui, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menyampaikan notifikasi persetujuan pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan ke sistem OSS; atau
  2. tidak disetujui, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menyampaikan notifikasi penolakan pemenuhan Komitmen Registrasi Kepabeanan ke sistem OSS.
(4) Berdasarkan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lembaga OSS untuk dan atas nama Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan Izin Komersial atau Operasional Registrasi Kepabeanan.
(5) Dalam hal sistem OSS belum dapat dioperasikan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan Izin Komersial atau Operasional Registrasi Kepabeanan.


Pasal 12


(1) NIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), persetujuan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dan persetujuan Izin Komersial atau Operasional Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5), merupakan bukti Pengguna Jasa telah mendapatkan Akses Kepabeanan.
(2) Setelah mendapatkan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), NPWP dari Pengguna Jasa Kepabeanan digunakan sebagai identitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban di bidang kepabeanan dan merupakan nomor identitas dalam rangka Akses kepabeanan.
(3) Penyalahgunaan terhadap Akses Kepabeanan oleh pihak selain Pengguna Jasa Kepabeanan merupakan tanggung jawab Pengguna Jasa Kepabeanan.


BAB V
PERUBAHAN DATA

Pasal 13


(1) Pengguna Jasa Kepabeanan wajib melakukan perubahan data jika terdapat perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (2) huruf b, dan Pasal 9 ayat (1).
(2) Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui sistem OSS.


Pasal 14


(1) Pengguna Jasa Kepabeanan wajib memberitahukan perubahan data jika terdapat perubahan data terkait persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e.
(2) Pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui sistem OSS.
(3) Pengguna Jasa Kepabeanan harus melampirkan dokumen terkait data yang berubah dalam pemberitahuan perubahan data.
(4) Terhadap perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan melakukan penelitian terhadap kesesuaian data dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan terhadap pemberitahuan perubahan data paling lama 3 (tiga) jam kerja terhitung sejak pemberitahuan perubahan data.
(6) Dalam hal pemberitahuan perubahan data:
  1. disetujui, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menyampaikan notifikasi persetujuan perubahan data Registrasi Kepabeanan ke sistem OSS; atau
  2. tidak disetujui, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menyampaikan notifikasi penolakan perubahan data Registrasi Kepabeanan ke sistem OSS.
(7) Berdasarkan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Lembaga OSS untuk dan atas nama Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan perubahan data Registrasi Kepabeanan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan.
(8) Dalam hal sistem OSS belum dapat dioperasikan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan perubahan data Registrasi Kepabeanan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(9) Dalam hal sistem OSS belum dapat dioperasikan, pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(10) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami gangguan operasional, pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) disampaikan dalam bentuk tertulis.

    

Pasal 15


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan perubahan data jika terdapat perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f sampai dengan huruf i.
(2) Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi yang telah terhubung dengan sistem Aplikasi Registrasi Kepabeanan.
(3) Dalam hal sistem Aplikasi Registrasi Kepabeanan mengalami gangguan operasional, perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk tertulis.

 

BAB VI
PEMBLOKIRAN DAN PEMBUKAAN BLOKIR
AKSES KEPABEANAN

Pasal 16


Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pemblokiran Akses Kepabeanan.


Pasal 17


Pemblokiran Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan jika:
  1. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak melakukan perubahan data terkait dengan eksistensi dan/atau susunan penanggung jawab;
  2. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak melakukan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dalam jangka waktu yang ditentukan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
  3. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak aktif melakukan kegiatan kepabeanan selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut;
  4. berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memenuhi kewajiban perpajakan dengan tidak menyampaikan:
    1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan selama 2 (dua) tahun terakhir; dan/atau
    2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 3 (tiga) masa pajak terakhir, dalam hal Pengguna Jasa Kepabeanan mempunyai status sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  5. berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memberitahukan data pemilik barang yang sebenarnya pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor dan/atau impor;
  6. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak melunasi pembayaran pungutan negara dalam rangka impor, ekspor, dan/atau cukai dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
  7. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak menyerahkan dokumen pabean atau dokumen pelengkap pabean dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
  8. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memenuhi permintaan data terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  9. Pengguna Jasa Kepabeanan tidak menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
  10. Pengguna Jasa Kepabeanan dinyatakan pailit sesuai dengan putusan pengadilan;
  11. Pengguna Jasa Kepabeanan melakukan pemalsuan data kepabeanan;
  12. Pengguna Jasa Kepabeanan menyalahgunakan Akses Kepabeanan;
  13. Pengguna Jasa Kepabeanan dinyatakan bersalah oleh suatu keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan pelanggaran pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
  14. NIB dilakukan pembekuan; dan/atau
  15. berdasarkan rekomendasi dari unit internal dan/atau instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 18


(1) Selain alasan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, pemblokiran Akses Kepabeanan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan sebagai PPJK juga dilakukan jika Pengguna Jasa Kepabeanan sebagai PPJK:
  1. tidak memberitahukan perubahan data yang terkait Ahli Kepabeanan;
  2. tidak bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang, dalam hal Importir tidak ditemukan dan/atau bea keluar yang terutang dalam hal Eksportir tidak ditemukan; dan/atau
  3. tidak memiliki Ahli Kepabeanan.
(2) Pemberitahuan pemblokiran Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan pemblokiran Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, disampaikan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan melalui media elektronik dan/atau surat.


Pasal 19


Pengguna Jasa Kepabeanan yang sedang dalam proses penelitian oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pemindahan Wajib Pajak yang disebabkan karena pindah alamat, dikecualikan dari ketentuan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a.


Pasal 20


(1) Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pembukaan blokir Akses Kepabeanan.
(2) Pembukaan blokir Akses Kepabeanan dilakukan jika:
  1. Pengguna Jasa Kepabeanan telah melakukan perubahan data terkait dengan eksistensi dan/atau susunan penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a;
  2. Pengguna Jasa Kepabeanan telah melakukan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b;
  3. Pengguna Jasa Kepabeanan telah aktif melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c;
  4. berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan telah memenuhi kewajiban perpajakan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan/atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d;
  5. berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan telah memberitahukan data pemilik barang yang sebenarnya pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor dan/atau impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e;
  6. Pengguna Jasa Kepabeanan telah melunasi pembayaran pungutan negara dalam rangka impor, ekspor, dan/atau cukai dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f;
  7. Pengguna Jasa Kepabeanan telah menyerahkan dokumen pabean atau dokumen pelengkap pabean yang diminta dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g;
  8. Pengguna Jasa Kepabeanan telah memenuhi permintaan data terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf h;
  9. Pengguna Jasa Kepabeanan telah menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf i;
  10. Pengguna Jasa Kepabeanan telah mendapat rekomendasi dari instansi berwenang untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf j;
  11. Pengguna Jasa Kepabeanan telah selesai melaksanakan hukuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf k, huruf 1, dan huruf m;
  12. NIB Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf n telah aktif;
  13. Pengguna Jasa Kepabeanan telah mendapatkan rekomendasi pembukaan blokir dari unit internal dan/atau instansi terkait yang merekomendasikan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf o;
  14. PPJK telah melakukan perubahan data terkait Ahli Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a;
  15. PPJK melunasi bea masuk yang terutang dalam hal importir tidak ditemukan dan/atau bea keluar yang terutang dalam hal eksportir tidak ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b; dan/atau
  16. PPJK telah memiliki Ahli Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c.


Pasal 21


(1) Untuk dapat melakukan pembukaan blokir Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pengguna Jasa Kepabeanan harus mengajukan permohonan kepada Pejabat Bea dan Cukai melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan dokumen dan/atau data pendukung pemenuhan persyaratan pembukaan blokir Akses Kepabeanan.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikecualikan dalam hal pembukaan blokir dilakukan berdasarkan rekomendasi dari unit internal atau instansi terkait.
(4) Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan pembukaan blokir Akses Kepabeanan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima.
(5) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami gangguan operasional, permohonan pembukaan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk tertulis.
(6) Persetujuan atau penolakan pembukaan blokir Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan melalui media elektronik dan/atau surat.


Pasal 22


(1) Terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan yang telah diblokir akses kepabeanannya, dapat dilakukan Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST).
(2) Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika:
  1. barang yang akan diimpor telah dimuat di sarana pengangkut di negara pelabuhan muat, yang dibuktikan dengan dokumen pengangkutan barang yang diterbitkan sebelum tanggal pemblokiran Akses Kepabeanan; atau
  2. barang yang akan diekspor nyata-nyata sudah siap diekspor, yang dibuktikan dengan dokumen ekspor berupa dokumen pelayaran atau penerbangan yang diterbitkan sebelum tanggal pemblokiran  Akses Kepabeanan.
(3) Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST), diberikan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan pembukaan blokir.
(4) Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat diberikan terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan yang diblokir dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f.
(5) Untuk mendapatkan Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Jasa Kepabeanan mengajukan permohonan Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST) kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(6) Permohonan Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui media elektronik dan/atau surat.
(7) Persetujuan atau penolakan Pembukaan Pemblokiran Sementara Terbatas (PPST) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 23


(1) Akses Kepabeanan dilakukan pencabutan jika:
  1. NIB Pengguna Jasa Kepabeanan dicabut oleh lembaga OSS sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  2. Pengguna Jasa Kepabeanan menyampaikan permohonan pencabutan Akses Kepabeanan; dan/atau
  3. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f sampai dengan huruf i dinyatakan tidak berlaku atau dicabut.
(2) Permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai Registrasi Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menerbitkan keputusan pencabutan Akses Kepabeanan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami gangguan operasional, permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan dalam bentuk tertulis.
 

Pasal 24


(1) Pemblokiran Akses Kepabeanan terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 ayat (1), serta pencabutan Akses Kepabeanan terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), tidak menggugurkan tanggung jawab Pengguna Jasa Kepabeanan terhadap pungutan negara dalam rangka impor, ekspor, dan/atau cukai yang masih terutang.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK dalam hal Importir atau Eksportir yang memberikan kuasa tidak ditemukan.
(3) Bentuk dan isi perjanjian antara PPJK dan Importir atau Eksportir tidak mengurangi tanggung jawab PPJK sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


BAB VII
KETENTUAN KHUSUS PPJK

Pasal 25


(1) Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK harus memiliki pegawai yang berkualifikasi Ahli Kepabeanan.
(2) 1 (satu) orang Ahli Kepabeanan hanya dapat digunakan sebagai persyaratan untuk 1 (satu) PPJK.


Pasal 26


Sertifikat Ahli Kepabeanan tidak dapat dipergunakan jika:
  1. Ahli Kepabeanan menggunakan sertifikat ahli kepabeanannya pada lebih dari 1 (satu) PPJK;
  2. Ahli Kepabeanan meminjamkan sertifikat ahli kepabeanannya kepada PPJK, sedangkan Ahli Kepabeanan tidak bekerja di PPJK tersebut; dan/atau
  3. Ahli Kepabeanan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan.


BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 27


(1) Untuk kepentingan monitoring dan evaluasi, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan penelitian terhadap data Pengguna Jasa Kepabeanan.
(2) Penelitian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa permintaan data dan/atau penelitian lapangan.
(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain berupa laporan keuangan perusahaan dan nomor rekening bank atas nama perusahaan.

  

Pasal 28


(1) Dalam hal hasil penelitian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menunjukkan adanya ketidaksesuaian data, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan pemberitahuan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan untuk melakukan perubahan data.
(2) Pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui media elektronik dan/atau surat.
(3) Pengguna Jasa Kepabeanan harus melakukan perubahan data paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


BAB IX
INTEGRASI DATA

Pasal 29


(1) Data Pengguna Jasa Kepabeanan terdiri dari:
  1. data Pengguna Jasa Kepabeanan yang telah melakukan Registrasi Kepabeanan; dan
  2. data Pengguna Jasa Kepabeanan yang dikecualikan dari ketentuan Registrasi Kepabeanan.
(2) Data Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
  1. data identitas yang diperoleh dari data NIB pada sistem OSS;
  2. data terkait pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
  3. data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Data Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi data identitas yang diperoleh dari dokumen pemberitahuan pabean.


Pasal 30


Data Pengguna Jasa Kepabeanan dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, dan kementerian/lembaga untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 31


Lembaga National Single Window, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktorat Jenderal Pajak, wajib menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dan kerahasiaan data.


Pasal 32


Lembaga National Single Window, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktorat Jenderal Pajak, menjamin ketersediaan, kemutakhiran, dan integritas data Pengguna Jasa Kepabeanan berdasarkan peraturan perundang-undangan.


BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 33


Pengguna Jasa yang bertindak sebagai Importir, Eksportir, dan/atau Pengangkut yang belum melakukan Registrasi Kepabeanan, hanya dapat dilayani untuk 1 (satu) kali pemenuhan kewajiban pabeannya dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.


Pasal 34


Terhadap data Pengguna Jasa Kepabeanan, diberikan penilaian sesuai dengan standar penilaian sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


Pasal 35


(1) Direktur yang menerima pelimpahan wewenang dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 14 dan Pasal 23:
  1. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
(2) Dalam hal Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau berhalangan tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36


Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
  1. Akses Kepabeanan yang telah mendapatkan persetujuan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan masih tetap berlaku;
  2. Registrasi Kepabeanan yang telah mendapatkan rekomendasi perbaikan data dan/atau dokumen sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, proses penyelesaiannya dengan melakukan Registrasi Kepabeanan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
  3. Akses Kepabeanan yang diblokir dengan alasan tidak memenuhi perubahan/perbaikan data sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, proses penyelesaiannya dengan melakukan Registrasi Kepabeanan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
  4. Akses Kepabeanan yang telah dicabut sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, Registrasi Kepabeanan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
  5. Pengguna Jasa Kepabeanan yang telah melakukan Registrasi Kepabeanan dan mendapatkan Akses Kepabeanan selain sebagai Importir sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, harus melakukan Registrasi Kepabeanan melalui sistem OSS paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37


Direktur Jenderal menetapkan petunjuk pelaksanaan:
  1. Registrasi Kepabeanan;
  2. perubahan data Akses Kepabeanan;
  3. pemblokiran dan pencabutan Akses Kepabeanan;
  4. pembukaan blokir Akses Kepabeanan; dan/atau
  5. monitoring dan evaluasi.


Pasal 38


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2016 tentang Registrasi Kepabeanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1791);
  2. Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan nomor 29/PMK.04/2018 tentang Percepatan Perizinan Kepabeanan dan Cukai Dalam Rangka Kemudahan Berusaha (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 415); dan
  3. Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan nomor 71/PMK.04/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Kepabeanan, Cukai, dan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 946);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 39


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1719