Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 133/PMK.03/2021

Kategori : Bea Meterai

Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 Tentang Pengadaan, Pengelolaan, Dan Penjualan Meterai


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 133/PMK.03/2021

TENTANG

PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 86 TAHUN 2021

TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), dan Pasal 11 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6571);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6711);
  8. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 86 TAHUN 2021 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
  2. Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.
  3. Meterai Tempel adalah Meterai berupa carik yang penggunaannya dilakukan dengan cara ditempel pada dokumen.
  4. Meterai Elektronik adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada dokumen melalui sistem tertentu.
  5. Sistem Meterai Elektronik adalah sistem tertentu berupa serangkaian perangkat dan prosedur elektronik dalam sistem atau aplikasi terintegrasi yang berfungsi membuat, mendistribusikan, dan membubuhkan Meterai Elektronik.
  6. Meterai Dalam Bentuk Lain adalah Meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan Meterai digital, sistem komputerisasi, dan teknologi percetakan.
  7. Meterai Teraan adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan mesin teraan Meterai digital.
  8. Meterai Komputerisasi adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan sistem komputerisasi.
  9. Meterai Percetakan adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan teknologi percetakan.
  10. Distributor adalah badan usaha yang memiliki kemampuan dan kualifikasi dalam mendukung pendistribusian dan penjualan Meterai Elektronik melalui Sistem Meterai Elektronik.
  11. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja.
  12. Rancangan Kontrak adalah rancangan perjanjian tertulis antara PPK dengan pihak yang mendapatkan penugasan, yang disusun sesuai dengan standar dokumen kontrak dan ditetapkan oleh PPK.
  13. Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan pihak yang mendapatkan penugasan dalam pelaksanaan pencetakan Meterai Tempel, pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik, serta distribusi dan penjualan Meterai Tempel.
  14. Pembuat Meterai Dalam Bentuk Lain yang selanjutnya disebut Pembuat Meterai adalah wajib pajak yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat Meterai Dalam Bentuk Lain.
  15. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  16. Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak.
  17. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  18. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  19. Bukti Penerimaan adalah bukti yang diterbitkan atas permohonan atau pelaporan yang telah diterima secara lengkap.
  20. Deposit adalah penyetoran di muka Bea Meterai.
  21. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  22. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak, wajib bayar, atau wajib setor.
  23. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.


Pasal 2


Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
  1. pelaksanaan pencetakan Meterai Tempel, pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik, serta distribusi dan penjualan Meterai Tempel melalui penugasan;
  2. tata cara pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain;
  3. tata cara penatausahaan dan pengawasan atas penjualan Meterai; dan
  4. tata cara pemberian persetujuan penunjukan pihak lain untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik dan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel dalam keadaan kahar.


BAB II
PELAKSANAAN PENCETAKAN METERAI TEMPEL,
PEMBUATAN DAN DISTRIBUSI METERAI ELEKTRONIK,
SERTA DISTRIBUSI DAN PENJUALAN METERAI TEMPEL
MELALUI PENUGASAN

Pasal 3


(1) Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia melaksanakan:
  1. pencetakan Meterai Tempel; dan
  2. pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik, 
melalui penugasan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(2) PT Pos Indonesia (Persero) melaksanakan distribusi dan penjualan Meterai Tempel melalui penugasan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(3) Pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit berupa:
  1. penyusunan konsep desain;
  2. penyediaan bahan baku;
  3. penentuan teknik cetak; dan
  4. pencetakan.
(4) Pembuatan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit berupa:
  1. penyusunan konsep desain;
  2. penyediaan Sistem Meterai Elektronik; dan
  3. pembuatan.
(5) Dalam mendistribusikan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bekerja sama dengan Distributor.
(6) Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri menetapkan penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dan PT Pos Indonesia (Persero).
(7) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia.
(8) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dengan PT Pos Indonesia (Persero).
(9) Pelaksanaan penugasan secara kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) pada Direktorat Jenderal Pajak dilakukan oleh PPK.
(10) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketersediaan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

    

Pasal 4


Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) meliputi tahapan:
a. penyampaian surat permintaan:
  1. pencetakan Meterai Tempel;
  2. pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik; atau
  3. distribusi dan penjualan Meterai Tempel;
b. penyampaian dokumen rencana:
  1. pencetakan Meterai Tempel;
  2. pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik; atau
  3. distribusi dan penjualan Meterai Tempel;
c. evaluasi dan klarifikasi;
d. penandatanganan Kontrak;
e. pelaksanaan Kontrak; dan
f. pembayaran atas pelaksanaan Kontrak.


Pasal 5


(1) Untuk penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), PPK menyampaikan:
  1. surat permintaan pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 1 untuk melaksanakan pencetakan Meterai Tempel; atau
  2. surat permintaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 2 untuk melaksanakan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik,
kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia.
(2) Untuk penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), PPK menyampaikan surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 3 untuk melaksanakan distribusi dan penjualan Meterai Tempel, kepada PT Pos Indonesia (Persero).
(3) Ketentuan mengenai contoh format surat permintaan:
  1. pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
  2. pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
  3. distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 6


(1) Surat permintaan pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilampiri dengan:
  1. spesifikasi teknis;
  2. besaran kompensasi pencetakan per keping Meterai Tempel; dan
  3. Rancangan Kontrak.
(2) Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
  1. standardisasi Meterai Tempel;
  2. jumlah Meterai Tempel yang akan dicetak; dan
  3. jangka waktu pencetakan Meterai Tempel.
(3) Standardisasi Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan ciri umum dan ciri khusus pada Meterai Tempel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(4) Jumlah Meterai Tempel yang akan dicetak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditentukan dengan memperhatikan :
  1. target, realisasi, dan strategi penerimaan Bea Meterai dari penjualan dan penggunaan Meterai Tempel; dan
  2. jumlah persediaan penyangga Meterai Tempel yang dibutuhkan untuk memastikan tidak terjadi kelangkaan Meterai Tempel.


Pasal 7


(1) Surat permintaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilampiri dengan:
  1. spesifikasi teknis;
  2. besaran kompensasi pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik; dan
  3. Rancangan Kontrak.
(2) Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
  1. standardisasi Meterai Elektronik;
  2. kebutuhan Sistem Meterai Elektronik;
  3. perkiraan jumlah Meterai Elektronik yang akan dibuat dan didistribusikan; dan
  4. jangka waktu pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik.
(3) Standardisasi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kode unik dan keterangan tertentu pada Meterai Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(4) Perkiraan jumlah Meterai Elektronik yang akan dibuat dan didistribusikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditentukan dengan memperhatikan target, realisasi, dan strategi penerimaan Bea Meterai dari penjualan dan penggunaan Meterai Elektronik.


Pasal 8


(1) Surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan:
  1. spesifikasi teknis;
  2. besaran kompensasi distribusi dan penjualan per keping Meterai Tempel; dan
  3. Rancangan Kontrak.
(2) Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
  1. jumlah Meterai Tempel yang akan didistribusikan dan dijual; dan
  2. jangka waktu distribusi dan penjualan Meterai


Pasal 9


(1) Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyampaikan:
  1. dokumen rencana pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1 kepada PPK berdasarkan surat permintaan pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a; atau
  2. dokumen rencana pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 2 kepada PPK berdasarkan surat permintaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b.
(2) PT Pos Indonesia (Persero) menyampaikan dokumen rencana distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 3 kepada PPK berdasarkan surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).


Pasal 10


(1) Dokumen rencana pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. surat kesanggupan;
b. spesifikasi teknis yang memuat:
  1. standardisasi Meterai Tempel;
  2. jumlah Meterai Tempel yang akan dicetak; dan
  3. jangka waktu pencetakan Meterai Tempel;
dan
c. Rancangan Kontrak.
(2) Dokumen rencana pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b terdiri atas:
  1. surat kesanggupan;
  2. spesifikasi teknis yang memuat:
    1. standardisasi Meterai Elektronik;
    2. spesifikasi Sistem Meterai Elektronik;
    3. perkiraan jumlah Meterai Elektronik yang akan dibuat dan didistribusikan; dan
    4. jangka waktu pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik;
  3. rencana kerja pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik; dan
  4. Rancangan Kontrak.
(3) Dokumen rencana distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdiri atas:
  1. surat kesanggupan;
  2. spesifikasi teknis yang memuat:
    1. jumlah Meterai Tempel yang akan didistribusikan dan dijual; dan
    2. jangka waktu distribusi dan penjualan Meterai Tempel;
  3. rencana kerja distribusi dan penjualan Meterai Tempel; dan
  4. Rancangan Kontrak.


Pasal 11


(1) PPK melakukan evaluasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c atas kesesuaian:
  1. surat permintaan percetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dengan dokumen rencana pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a;
  2. surat permintaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dengan dokumen rencana pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b; atau
  3. surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dengan dokumen rencana distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara surat permintaan dan dokumen rencana, PPK meminta Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia atau PT Pos Indonesia (Persero) untuk:
  1. memberikan penjelasan terhadap ketidaksesuaian; dan/atau
  2. melakukan revisi dokumen rencana.
(3) Hasil evaluasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara evaluasi dan klarifikasi.


Pasal 12


(1) PPK melakukan penandatanganan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dengan:
  1. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia atas:
    1. Kontrak pencetakan Meterai Tempel; atau
    2. Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik; atau
  2. PT Pos Indonesia (Persero) atas Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel,
berdasarkan berita acara evaluasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(2) Kontrak pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 paling sedikit memuat:
  1. besaran kompensasi pencetakan per keping Meterai Tempel;
  2. nilai Kontrak;
  3. jangka waktu pelaksanaan Kontrak; dan
  4. tata cara pembayaran.
(3) Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 paling sedikit memuat:
  1. besaran kompensasi pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik;
  2. nilai Kontrak;
  3. jangka waktu pelaksanaan Kontrak; dan
  4. tata cara pembayaran.
(4) Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
  1. besaran kompensasi distribusi dan penjualan per keping Meterai Tempel;
  2. nilai Kontrak;
  3. jangka waktu pelaksanaan Kontrak; dan
  4. tata cara pembayaran.


Pasal 13


(1) Besaran dan perubahan besaran kompensasi:
  1. pencetakan per keping Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a;
  2. pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a; dan
  3. distribusi dan penjualan per keping Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a,
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak setelah mendapat pertimbangan aparat pengawasan intern pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
(2) Usulan besaran dan perubahan besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
  1. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia, untuk kompensasi pencetakan per keping Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan kompensasi pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
  2. PT Pos Indonesia (Persero), untuk kompensasi distribusi dan penjualan per keping Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.


Pasal 14


(1) Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e yaitu atas:
  1. Kontrak pencetakan Meterai Tempel; dan
  2. Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik.
(2) PT Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e yaitu atas Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel.


Pasal 15


(1) Pelaksanaan Kontrak pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), termasuk atas:
  1. ketepatan perhitungan jumlah;
  2.  ketepatan waktu penyerahan; dan
  3. ketepatan tempat penyerahan.
(2) Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus melaporkan pelaksanaan pencetakan Meterai Tempel kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai:
  1. nomor seri Meterai Tempel yang dicetak; dan
  2. tanggal penyerahan.
(3) Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Dalam hal sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa Kontrak berakhir.


Pasal 16


(1) Pelaksanaan Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), termasuk atas ketersediaan Meterai Elektronik.
(2) Dalam memastikan ketersediaan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Distributor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).
(3) Pendistribusian Meterai Elektronik kepada Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah memastikan bahwa Distributor telah melakukan Deposit.
(4) Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 102 (satu nol dua) sebesar nilai Meterai Elektronik yang diminta.
(5) Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus melaporkan pelaksanaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai pembuatan, pendistribusian, penjualan, dan penggunaan Meterai Elektronik pada setiap transaksi.
(6) Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 17


(1) Distributor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) harus memenuhi kualifikasi:
a. Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. telah menyampaikan:
  1. surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir; dan
  2. surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
2. tidak mempunyai utang pajak atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
3. tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan;
b. memiliki kemampuan finansial untuk menjamin ketersediaan Meterai Elektronik; dan
c. memiliki kemampuan untuk menjaga keamanan Sistem Meterai Elektronik.
(2) Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
  1. mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai; dan
  2. menjual Meterai Elektronik kepada pengecer dan masyarakat umum.
(3) Penjualan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan harga jual sebesar nilai nominal Meterai Elektronik.
(4) Pengecer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat menjual Meterai Elektronik dengan harga jual yang berbeda dengan nilai nominal Meterai Elektronik.
 

Pasal 18


(1) Pendistribusian Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dilakukan tanpa didahului Deposit oleh Pemungut Bea Meterai.
(2) Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta Meterai Elektronik sebanyak perkiraan kebutuhan pemeteraian untuk 1 (satu) Masa Pajak.
(3) Pemungut Bea Meterai wajib menyetorkan Bea Meterai sebesar nilai nominal Meterai Elektronik yang telah dibubuhkan pada dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(4) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperhitungkan sebagai Deposit bagi Distributor yang mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai yang melakukan penyetoran.


Pasal 19


(1) Pelaksanaan Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), termasuk atas:
  1. ketersediaan Meterai Tempel; dan
  2. penyetoran hasil penjualan Meterai Tempel.
(2) Dalam memastikan ketersediaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, PT Pos Indonesia (Persero) harus:
  1. mendistribusikan Meterai Tempel ke loket PT Pos Indonesia (Persero) di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
  2. menjual Meterai Tempel yang sah dan berlaku berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(3) Penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan harga jual sebesar nilai nominal Meterai Tempel.
(4) Penyetoran hasil penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan formulir SSP, sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP, atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411612 (empat satu satu enam satu dua) dan kode jenis setoran 100 (satu nol nol) pada akhir hari dilakukannya penjualan Meterai Tempel.
(5) PT Pos Indonesia (Persero) harus melaporkan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai:
  1. penerimaan dan distribusi Meterai Tempel;
  2. penjualan Meterai Tempel;
  3. penyetoran hasil penjualan Meterai Tempel; dan
  4. inventarisasi Meterai Tempel, termasuk Meterai Tempel yang berada dalam penguasaannya:
    1. yang masih berlaku namun dalam kondisi rusak sehingga tidak jelas lagi ciri-ciri keasliannya; dan/atau
    2. yang sudah dinyatakan tidak berlaku berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(6) Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(7) Dalam hal sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia, PT Pos Indonesia (Persero) harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.


Pasal 20


Pembayaran atas pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak pencetakan Meterai Tempel, Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik, atau Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel, serta ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.


BAB III
TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUATAN
METERAI DALAM BENTUK LAIN

Pasal 21


Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
a. Meterai Teraan;
b. Meterai Komputerisasi; dan
c. Meterai Percetakan.


Pasal 22


(1) Pencetakan atau pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan oleh Pembuat Meterai setelah memperoleh izin Menteri.
(2) Pelaksanaan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

Pasal 23


(1) Untuk menjadi Pembuat Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang:
  1. memiliki mesin teraan Meterai digital, untuk membuat Meterai Teraan;
  2. terutang Bea Meterai atas lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan dan memiliki perangkat untuk membuat Meterai Komputerisasi; atau
  3. menyelenggarakan usaha percetakan dan telah mendapatkan:
    1. izin operasional di bidang pencetakan dokumen sekuriti dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu; dan
    2. penetapan sebagai perusahaan percetakan warkat debet dan dokumen kliring dari Bank Indonesia,
untuk membuat Meterai Percetakan.
(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. untuk pembuatan Meterai Teraan:
    1. surat keterangan layak pakai dari distributor mesin teraan Meterai digital; dan
    2. surat pernyataan kepemilikan mesin teraan Meterai digital;
  2. untuk pembuatan Meterai Komputerisasi, surat pernyataan penggunaan Meterai Komputerisasi; dan
  3. untuk pembuatan Meterai Percetakan:
    1. bentuk Meterai Percetakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai;
    2. fotokopi dokumen izin operasional di bidang pencetakan dokumen sekuriti dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu yang telah dilegalisasi oleh pihak yang mengeluarkan izin; dan
    3. fotokopi dokumen penetapan sebagai perusahaan pencetakan warkat debet dan dokumen kliring dari Bank Indonesia yang masih berlaku dan sesuai dengan aslinya.
(4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia, permohonan izin dapat disampaikan:
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(6) Atas permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan.
(7) Ketentuan mengenai contoh format:
  1. surat permohonan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. surat pernyataan kepemilikan mesin teraan Meterai digital sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2; dan
  3. surat pernyataan penggunaan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 24


(1) Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
  1. surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dalam hal permohonan izin memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3); atau
  2. surat penolakan pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dalam hal permohonan izin tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3),
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal Bukti Penerimaan.
(2) Atas penerbitan surat penolakan pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Ketentuan mengenai contoh format:
  1. surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
  2. surat penolakan pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 25


(1) Dalam pembuatan Meterai Teraan, Pembuat Meterai harus melakukan Deposit sebelum membuat Meterai Teraan.
(2) Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran tertentu sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya.
(3) Kode jenis setoran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 3 (tiga) digit angka berupa:
  1. digit pertama diisi dengan angka ”2”; dan
  2. digit kedua dan ketiga diisi dengan angka “01” untuk Pembuat Meterai yang hanya memiliki 1 (satu) unit mesin teraan Meterai digital atau sesuai dengan nomor urut dilakukannya pendaftaran mesin teraan Meterai digital untuk Pembuat Meterai yang memiliki lebih dari 1 (satu) unit mesin teraan Meterai digital.
(4) Pembuat Meterai harus menyetor ulang Deposit dalam hal terjadi kesalahan:
  1. penyetoran menggunakan identitas Wajib Pajak yang berbeda dengan identitas Pembuat Meterai yang tercantum dalam surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a;
  2. penyetoran tidak menggunakan kode akun pajak dan kode jenis setoran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
  3. penyetoran tidak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya.
(5) Kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyebabkan aplikasi yang diinstal dalam server milik distributor mesin teraan Meterai digital yang ditempatkan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi sebagai penerbit kode Deposit mesin teraan Meterai digital tidak dapat menghasilkan kode yang dibutuhkan untuk mengisi Deposit mesin teraan Meterai digital.


Pasal 26


(1) Dalam pembuatan Meterai Komputerisasi, Pembuat Meterai harus melakukan Deposit sebelum membuat Meterai Komputerisasi.
(2) Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 101 (satu nol satu) sebesar perkiraan kebutuhan pemeteraian.
(3) Pembuat Meterai tidak diperkenankan membuat Meterai Komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai Deposit.
(4) Pembuat Meterai yang membuat Meterai Komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai Deposit harus melakukan pemeteraian kemudian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(5) Pembuat Meterai wajib menyampaikan laporan pembuatan Meterai Komputerisasi ke KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(6) Dalam hal tidak terdapat pembuatan Meterai Komputerisasi, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap dilakukan.
(7) Izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dicabut dalam hal Pembuat Meterai tidak atau terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8) Ketentuan mengenai contoh format laporan pembuatan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 27


(1) Dalam pembuatan Meterai Percetakan, surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a berlaku sampai dengan masa berlaku izin operasional di bidang pencetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c angka 1 berakhir.
(2) Pembuat Meterai dapat membuat Meterai Percetakan berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai tanpa didahului Deposit.
(3) Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan penyetoran Bea Meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(4) Pembuat Meterai yang telah memperoleh surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan pembuatan Meterai Percetakan ke KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(5) Dalam hal tidak terdapat pembuatan Meterai Percetakan, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap dilakukan.
(6) Izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dicabut dalam hal Pembuat Meterai tidak atau terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Ketentuan mengenai contoh format laporan pembuatan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 28


(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dan Pasal 27 ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, laporan dapat disampaikan:
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat,
ke KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar.
(3) Atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan.

 

Pasal 29


Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar dapat melakukan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain berdasarkan permohonan Pembuat Meterai atau secara jabatan.


Pasal 30

   
(1) Pembuat Meterai dapat menyampaikan permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dalam hal:
  1. mesin teraan Meterai digital mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan;
  2. Pembuat Meterai tidak membuat Meterai Teraan; atau
  3. Pembuat Meterai tidak membuat Meterai Komputerisasi.
(2) Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. surat pernyataan dari distributor mesin teraan Meterai digital yang menyatakan bahwa mesin teraan Meterai digital mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan, dalam hal mesin teraan Meterai digital mengalami kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
  2. surat pernyataan tidak membuat Meterai Teraan atau Meterai Komputerisasi, dalam hal Pembuat Meterai tidak membuat Meterai Teraan atau Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau huruf c.
(3) Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar.
(4) Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.    
(5) Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia, permohonan pencabutan izin dapat disampaikan:
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(6) Atas permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan.
(7) Ketentuan mengenai contoh format:
  1. surat permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. surat pernyataan tidak membuat Meterai Teraan atau Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 31


(1) Pencabutan izin pembuatan Meterai Teraan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi dan penelitian fisik mesin teraan Meterai digital.
(2) Pencabutan izin pembuatan Meterai Komputerisasi atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi.
(3) Berdasarkan hasil penelitian administrasi dan penelitian fisik mesin teraan Meterai digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal Bukti Penerimaan.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar tidak memberikan keputusan, permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dianggap diterima dan Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar harus menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir.
(5) Ketentuan mengenai contoh format surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 32


(1) Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dalam hal:
a. Pembuat Meterai tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b untuk membuat Meterai Komputerisasi;
b. Pembuat Meterai tidak atau terlambat menyampaikan:
  1. laporan pembuatan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5); atau
  2. laporan pembuatan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4); 
atau
c. KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar menemukan terjadinya penyalahgunaan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain.
(2) Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan.
(3) Ketentuan mengenai contoh format surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 33


(1) Pembuat Meterai dapat mengajukan pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas:
  1. penyetoran yang gagal menghasilkan kode yang dibutuhkan untuk mengisi Deposit mesin teraan Meterai digital karena kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4);
  2. Deposit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) yang masih tersisa, dalam hal dilakukan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain berdasarkan permohonan Pembuat Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a atau huruf b; atau
  3. Deposit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) yang masih tersisa, dalam hal dilakukan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain berdasarkan permohonan Pembuat Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c.
(2) Pemindahbukuan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


BAB IV
TATA CARA PENATAUSAHAAN DAN PENGAWASAN ATAS
PENJUALAN METERAI

Pasal 34


(1) Direktur Jenderal Pajak melakukan penatausahaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c yang meliputi:
  1. pencatatan, pelaporan, dan penghitungan fisik persediaan Meterai Tempel; dan
  2. pemusnahan Meterai Tempel yang rusak atau sudah tidak berlaku,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah.
(2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari laporan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5).


Pasal 35


Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan atas penjualan:
  1. Meterai Tempel; dan
  2. Meterai Elektronik,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c.


Pasal 36


(1) Dalam pengawasan atas penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, Direktur Jenderal Pajak secara periodik melakukan verifikasi kesesuaian:
  1. nilai penyetoran hasil penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4); dan
  2. jumlah persediaan Meterai Tempel berdasarkan penghitungan fisik persediaan Meterai Tempel,
dengan nilai penjualan Meterai Tempel yang dilaporkan dalam laporan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5).
(2) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat nilai penjualan yang belum dilaporkan, PT Pos Indonesia (Persero) wajib menyetorkan Bea Meterai sebesar nilai penjualan yang belum dilaporkan.


Pasal 37


(1) Dalam pengawasan atas penjualan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan atas Sistem Meterai Elektronik.
(2) Pemeriksaan atas Sistem Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
  1. keamanan Sistem Meterai Elektronik; dan
  2. distribusi Meterai Elektronik kepada Distributor yang dilakukan berdasarkan:
    1. Deposit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4); dan/atau
    2. penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3).


BAB V
TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN PENUNJUKAN
PIHAK LAIN UNTUK MELAKUKAN PENCETAKAN METERAI
TEMPEL ATAU PEMBUATAN METERAI ELEKTRONIK DAN
DISTRIBUSI DAN/ATAU PENJUALAN METERAI TEMPEL
DALAM KEADAAN KAHAR

Pasal 38


(1) Dalam hal Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyatakan tidak sanggup melaksanakan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik yang disebabkan oleh keadaan kahar, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik.
(2) Dalam hal PT Pos Indonesia (Persero) menyatakan tidak sanggup melaksanakan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel yang disebabkan oleh keadaan kahar, PT Pos Indonesia (Persero) dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel.
(3) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan keadaan kahar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
(4) Penunjukan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Menteri.
(5) Pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri.


Pasal 39


(1) Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyampaikan surat pernyataan mengenai ketidaksanggupan untuk melaksanakan:
  1. pencetakan Meterai Tempel; atau
  2. pembuatan Meterai Elektronik,
yang disebabkan oleh keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
(2) PT Pos Indonesia (Persero) menyampaikan surat pernyataan mengenai ketidaksanggupan untuk melaksanakan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel yang disebabkan oleh keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
(3) Surat pernyataan ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampiri dengan data kualifikasi administrasi dan teknis pihak lain yang akan ditunjuk.
(4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. telah menyampaikan:
  1. surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir; dan
  2. surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. tidak mempunyai utang pajak atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
c. tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan.
(5) Penyampaian surat pernyataan ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak menyadari atau seharusnya menyadari kejadian atau keadaan yang merupakan keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3).


Pasal 40


(1) Atas penyampaian surat pernyataan ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2), Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak memberikan:
  1. persetujuan penunjukan pihak lain untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik;
  2. persetujuan penunjukan pihak lain untuk melakukan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel; atau
  3. penolakan penunjukan pihak lain, dalam hal pihak lain yang akan ditunjuk untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel, pembuatan Meterai Elektronik, atau distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4),
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat pernyataan ketidaksanggupan diterima.
(2) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada:
  1. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dan/atau PT Pos Indonesia (Persero); dan
  2. PPK.
(3) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan persetujuan penunjukan pihak lain:
  1. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dapat menyampaikan kembali surat pernyataan ketidaksanggupan yang dilampiri dengan data kualifikasi administrasi dan teknis pihak lain yang akan ditunjuk untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik; atau
  2. PT Pos Indonesia (Persero) dapat menyampaikan kembali surat pernyataan ketidaksanggupan yang dilampiri dengan data kualifikasi administrasi dan teknis pihak lain yang akan ditunjuk untuk melakukan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel.


Pasal 41


(1) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak melalui PPK memerintahkan secara tertulis kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia untuk meneruskan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain.
(2) Pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam adendum Kontrak pencetakan Meterai Tempel atau Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a.
(3) Pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berpengaruh terhadap besaran kompensasi dan nilai Kontrak pencetakan Meterai Tempel atau besaran kompensasi dan nilai Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik.


Pasal 42


(1) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak melalui PPK memerintahkan secara tertulis kepada PT Pos Indonesia (Persero) untuk meneruskan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain.
(2) Distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam adendum Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b.
(3) Distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berpengaruh terhadap besaran kompensasi dan nilai Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43


(1) Izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan mesin teraan Meterai digital yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku sampai dengan izin dicabut.
(2) Izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan sistem komputerisasi yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku dalam hal:
  1. pihak yang memiliki izin melakukan Deposit sesuai kebutuhan pemeteraian dan melaporkan pembubuhan tanda Bea Meterai lunas ke KPP tempat pihak yang memiliki izin terdaftar; dan
  2. izin belum dicabut,
paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2021.
(3) Izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan teknologi percetakan yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku sampai dengan pihak yang memiliki izin ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai.
(4) Izin sebagai pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan teknologi percetakan yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku sampai dengan masa berlaku izin berakhir atau izin dicabut.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Benda Meterai; dan
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 tentang Pemusnahan Benda Meterai, 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 45


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BENNY RIYANTO



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1108