Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Orang Pribadi › wp apotik
ada wp orang pribadi mau dirikan apotik, daftar npwp dulu pasti, apa langsung disuruh pkp aja? ato dilihat dulu omsetnya? (masih baru apa ya ada omset)? apa disuruh buat spt masa pph nihil, ppn nihil?
menurutn aturan yang wajib PKP jika penyerahan BKP/JKPnya melebihi 600 juta. jika belum melebihi boleh memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
ini lah yang jadi bumerang kita, kadang wp diperiksa ,dulu belum pkp, padahal dia seharusnya sudah pkp) , pemeriksanya meriksa berlaku surut, kita sudah kalah set, wp bisa saja alasan belum pkp lah,belum terima SE nya lah, untuk itu agar tidak kaya gitu,kukuhkan saja kalo emang dia termasuk menyerahkan bpk/jkp…hanya saran yang membangun…
- Originaly posted by hipnotiz:
pa langsung disuruh pkp aja?
Terserah, tapi saran nanti saja jika omzet telah >600jt/tahun.
Originaly posted by hipnotiz:apa disuruh buat spt masa pph nihil, ppn nihil?
Kalau belum PKP, tidak wajib membuat SPT Masa PPN. Karena pengusaha tersebut tidak memungut PPN.
SPT Masa PPh? Maksudnya apa tolong dijelaskan!
Mungkin yang muncul adalah PPh Pasal 25 tiap bulan yakni 0.75 x jumlah peredaran bruto. Bila pengusaha tersebut WPOP Tertentu.Mohon koreksinya.
Thanks
- Originaly posted by hipnotiz:
ini lah yang jadi bumerang kita, kadang wp diperiksa ,dulu belum pkp, padahal dia seharusnya sudah pkp) , pemeriksanya meriksa berlaku surut, kita sudah kalah set, wp bisa saja alasan belum pkp lah,belum terima SE nya lah, untuk itu agar tidak kaya gitu,kukuhkan saja kalo emang dia termasuk menyerahkan bpk/jkp
Saya rasa tidak begitu persepsinya.
Pemeriksaan PPN berlaku sejak pengusaha telah dikukuhkan menjadi PKP.
Jadi walaupun berlaku surut tapi sepanjang Pengusaha belum dikukuhkan menjadi PKP.
Maka atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan sebelum PKP, tidak terutang PPN dan tidak bisa dijadikan dasar untuk dikeluarkan SKPKB.Thanks
ada kmk ato se mas tentang hal itu
- Originaly posted by hipnotiz:
ada wp orang pribadi mau dirikan apotik, daftar npwp dulu pasti, apa langsung disuruh pkp aja? ato dilihat dulu omsetnya? (masih baru apa ya ada omset)? apa disuruh buat spt masa pph nihil, ppn nihil?
wah, pemeriksa beda2 pemikirannya, ada yang bilang sudah harus PKP ketika berniat menyerahkan, ada juga yang menunggu omzet 600 juta. Saran saya, kukuhkan saja sebagai PKP jika memang berniat menyerahkan BKP/JKP karena wp baru kan belum ada omzet, omzet baru ketahuan akhir tahun buku atau bagian tahun buku apakah pengusaha kecil atau tidak…lagian barang modal bisa dikreditkan kan PM nya^^
- Originaly posted by hipnotiz:
ada kmk ato se mas tentang hal itu
ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68/PMK.03/2010TENTANG
BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4797);
4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.
Pasal 1
(1) Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
(3) Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan,
pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tahun kalender.Pasal 2
Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.Pasal 3
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak berlaku apabila pengusaha kecil memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.Pasal 4
(1) Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila
sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).Pasal 5
(1) Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak dapat
mengukuhkan pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk
Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).Pasal 6
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.Pasal 7
Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah),
Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000
tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.Pasal 9
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Maret 2010
MENTERI KEUANGAN,ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Maret 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,ttd.
PATRIALIS AKBAR