Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Badan wapu 020 dan wapu 030

  • wapu 020 dan wapu 030

     priadiar4 updated 12 years, 3 months ago 4 Members · 13 Posts
  • nimaspajak

    Member
    12 September 2012 at 2:39 pm

    mohon bimbingannya,

    apa bedanya wapu 020 dgn wapu 030? apakah mereka sama2 pungut PPN ma Potong PPh 22?
    ato..
    WAPU 020 : pot/put PPN dan PPH 22
    WAPU 030 : hanya put PPN ajah

    trims

  • nimaspajak

    Member
    12 September 2012 at 2:39 pm
  • Yovi

    Member
    12 September 2012 at 2:41 pm

    02 : Bendahara Pemerintah
    03 : BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 2:49 pm
    Originaly posted by nimaspajak:

    mereka sama2 pungut PPN

    benar dengan persyaratan tertentu

    Originaly posted by nimaspajak:

    Potong PPh 22

    ini pungut, bukan potong, dan benar dengan syarat tertentu

  • banjar

    Member
    12 September 2012 at 2:55 pm
    Originaly posted by priadiar4:

    ini pungut

    …. 1,5 % kah ???

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 3:05 pm
    Originaly posted by nimaspajak:

    apa bedanya wapu 020 dgn wapu 030? apakah mereka sama2 pungut PPN ma Potong PPh 22?

    BUMN/BUMD Tidak lagi sebagai pemungut PPh 22

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 3:06 pm
    Originaly posted by banjar:

    .. 1,5 % kah ???

    ini untuk

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 154/PMK.03/2010

    TENTANG

    PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN
    PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR
    ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
    Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
    Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak
    sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
    b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
    Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
    Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari
    Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam
    rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
    Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Pajak Penghasilan
    Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
    Kegiatan Usaha di Bidang Lain;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
    Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4999);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4893);
    3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN
    DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA
    DI BIDANG LAIN.

    Pasal 1

    Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
    adalah:
    a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
    b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah
    Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
    berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
    c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
    d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi
    oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
    langsung (LS);
    e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan
    industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya
    di dalam negeri;
    f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak,
    gas, dan pelumas;
    g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
    yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
    industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

    Pasal 2

    (1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
    a. Atas impor:
    1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% (dua setengah persen)
    dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5%
    (setengah persen) dari nilai impor;
    2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah
    persen) dari nilai impor; dan/atau
    3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
    b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d
    sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian
    .
    c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan
    bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
    1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
    a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
    Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
    b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
    Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;
    2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
    Pajak Pertambahan Nilai;
    3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
    Pertambahan Nilai.
    d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
    usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
    1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar
    pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
    2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima
    persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
    3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri
    sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak
    Pertambahan Nilai ;
    4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar
    pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
    e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri
    atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
    yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar
    0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
    Pertambahan Nilai.
    (2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang
    yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan
    Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
    undangan kepabeanan di bidang impor.
    (3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
    yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang
    diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
    (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
    yang bersifat tidak final.

    Pasal 3

    (1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
    a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
    undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
    b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
    1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
    berdasarkan asas timbal balik;
    2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas
    di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
    peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan
    bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta
    para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
    3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau
    untuk kepentingan penanggulangan bencana;
    4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain
    semacam itu yang terbuka untuk umum;
    5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
    6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
    7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
    8. barang pindahan;
    9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
    kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
    kepabeanan;
    10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
    untuk kepentingan umum;
    11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
    diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
    12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
    pertahanan dan keamanan negara;
    13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
    14. buku-buku pelajaran umum, k

  • banjar

    Member
    12 September 2012 at 3:45 pm
    Originaly posted by priadiar4:

    BUMN/BUMD Tidak lagi sebagai pemungut PPh 22

    ……. berarti si WP yg bayar sendiri ?? wah…. kalo iya….. ??? mudah mudahan si WP mau setor sendiri ya…

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 3:49 pm
    Originaly posted by banjar:

    ……. berarti si WP yg bayar sendiri ?? wah…. kalo iya….. ??? mudah mudahan si WP mau setor sendiri ya…

    tidak rekan, jika transaksi penjualan barang ke BUMN/BUMD tidak lagi dipungut PPh 22 oleh BUMN dan tidak membayar sendiri PPh 22 oleh WP

  • nimaspajak

    Member
    12 September 2012 at 4:13 pm
    Originaly posted by priadiar4:

    Originaly posted by nimaspajak:
    mereka sama2 pungut PPN

    benar dengan persyaratan tertentu

    Originaly posted by nimaspajak:
    Potong PPh 22

    ini pungut, bukan potong, dan benar dengan syarat tertentu

    berarti baik 020 maupun 030 tetep ada pot/put PPN dan PPh22 (BKP) yah?
    maksudnya dari syarat tertentu ini apa rekan?

    mohon pencerahannya.. 😀

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 4:24 pm
    Originaly posted by yovi:

    03 : BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut

    03 jdigunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah).Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas selaku Pemungut PPN dan sekarang ditambah BUMN

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 4:25 pm
    Originaly posted by nimaspajak:

    berarti baik 020 maupun 030 tetep ada pot/put PPN dan PPh22 (BKP) yah?

    PPh 22 tidak ada atas BUMN

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 4:31 pm
    Originaly posted by nimaspajak:

    maksudnya dari syarat tertentu ini apa rekan?

    Wah panjang ceritanya hehe..

    untuk Bendahara sebagai pemungut PPN pakai ini KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 563/KMK.03/2003

    untuk BUMN sebagai pemungut PPN pakai ini PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 dan perubahannya

    untuk Pemungutan PPh 22 oleh bendahara pakai ini, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 154/PMK.03/2010

Viewing 1 - 13 of 13 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now