Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › UU PPN baru : Psl 16F Tanggung Jawab Renteng
UU PPN baru : Psl 16F Tanggung Jawab Renteng
Dear rekan forum,
Setelah sy membaca UU PPN baru Psl 16F ttg Tanggung jawab secara renteng, sy ingin share & mohon tanggapan dari para senior.
Psl 16F
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar
PENJELASAN
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasayang ingin saya share :
1. Apabila kita menerima faktur pajak dari penjual/pemberi jasa, kemudian "kita (pembeli/penerima jasa" mengkreditkan, ternyata Faktur pajak tersebut tidak dibayar / belum dibayar oleh penjual/pemberi jasa, kita harus menanggungnya?
2. Dari soal no.1, jika memang "kita" sudah membayar tagihan plus PPN maka kita tidak berkewajiban lagi secara renteng? karena hal ini tidak dijelaskan secara eksplisit dlm penjelasan.
3. Kira2 menurut rekan2 apakah tujuan DJP membuat pasal ini, adakah hubungannya dgn sering penerbitan faktur pajak fiktif, atau ada hal lainnya?Mohon tanggapan/share dari rekan, agar biar lebih jelas maksudnya.
salam
psil- Originaly posted by P. SILITONGA:
1. Apabila kita menerima faktur pajak dari penjual/pemberi jasa, kemudian "kita (pembeli/penerima jasa" mengkreditkan, ternyata Faktur pajak tersebut tidak dibayar / belum dibayar oleh penjual/pemberi jasa, kita harus menanggungnya?
2. Dari soal no.1, jika memang "kita" sudah membayar tagihan plus PPN maka kita tidak berkewajiban lagi secara renteng? karena hal ini tidak dijelaskan secara eksplisit dlm penjelasan.
3. Kira2 menurut rekan2 apakah tujuan DJP membuat pasal ini, adakah hubungannya dgn sering penerbitan faktur pajak fiktif, atau ada hal lainnya?seharusnya memang pasal ini masih diperlukan untuk menghindari dari kerugian negara karena adanya faktur pajak fiktif.
Originaly posted by P. SILITONGA:apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa
teorinya memang begini.. tapi prakteknya pada saat kita sudah mengkreditkan, membayar ppn tersebut kepada penjual, ada arus barangnya, ada arus dokumen, dan semua lengkap. terus dikonfirmasi ke PKP penjual tidak melaporkan maka tanggung renteng.<—-biasanya fiskus begitu…^^
- Originaly posted by P. SILITONGA:
apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa
Menurut saya…..
Apabila bisa dibuktikan dengan alur kas, maka ndak masalah tuh.
Yang masalah adalah, apabila tdk bisa dibuktikan.Salam,
Scoob - Originaly posted by P. SILITONGA:
Psl 16F
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayarpendapatan saya rekan silitonga, sepanjang pembeli dapat membuktikan bahwa pajaknya telah dibayar, pembeli tidak perlu khawatir akan dikenakan sanksi. memang UU no 42 psl 16F blom dijabarkan secara lebih detail. (blom diatur lagi dalam juklak tersendiri).
- Originaly posted by ewox:
pendapatan saya
udah dipotong pajak lom.. heheheh
- Originaly posted by nt1:
pendapatan saya rekan silitonga, sepanjang pembeli dapat membuktikan bahwa pajaknya telah dibayar, pembeli tidak perlu khawatir akan dikenakan sanksi. memang UU no 42 psl 16F blom dijabarkan secara lebih detail. (blom diatur lagi dalam juklak tersendiri).
menurut saya tidak akan diatur dalam jutlak… pasal ini kan udah lama ada di KUP.
- Originaly posted by nt1:
udah dipotong pajak lom.. heheheh
eh iye salah tuh rekan nt1. maksudnya pendapat he he he he he
setuju dengan rekan scoob.
sudah terbukti di pengadilan, banyak fiskus yang kalah atas penerapan aturan ini.- Originaly posted by wannabewongkpp:
setuju dengan rekan scoob.
sudah terbukti di pengadilan, banyak fiskus yang kalah atas penerapan aturan ini.setuju klo di pengadilan kemungkinan besar akan menang.
- Originaly posted by nt1:
menurut saya tidak akan diatur dalam jutlak… pasal ini kan udah lama ada di KUP.
wah, klo memang benar begitu rekan nt1, apakah bertujuan agar pasal ini dimaknai/dipersepsikan berbeda – beda oleh WP yah???
- Originaly posted by P. SILITONGA:
apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa
seharusnya kan bisa kena apabila memenuhi 2 syarat yaitu:
1. pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa.
2. tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.tetapi dalam prakteknya klo udah masuk antara satu maka langsung tanggung renteng.
Originaly posted by ewox:wah, klo memang benar begitu rekan nt1
memang benar, sampe sekarang kog.. terbukti..
Originaly posted by ewox:apakah bertujuan agar pasal ini dimaknai/dipersepsikan berbeda – beda oleh WP yah???
klo persepsi udah jelas.. pasalnya sudah jelas banget kog.
cuma.. cuma nya itu yg ngeselin..^^ - Originaly posted by nt1:
teorinya memang begini.. tapi prakteknya pada saat kita sudah mengkreditkan, membayar ppn tersebut kepada penjual, ada arus barangnya, ada arus dokumen, dan semua lengkap. terus dikonfirmasi ke PKP penjual tidak melaporkan maka tanggung renteng.<—-biasanya fiskus begitu…^^
benar rekan nti, ini yg selalu terjadi bila ada pemeriksaan, yg tidak adil dlm tanggungjwab renteng ini a/ pihak penjual yg tdk melakukan kewajiban malah "kita" yg kena getahnya. alias siapa makan nangka "kita" kena getalnya.
sebelum ada aturan ini jg kita harus secapek2nya kita membantah/menjelaskan ke fiskus agar tidak dikoreksi dan malah "kita" harus jemput bola agar dpt konfirmasinya dari pihak penjual/penerbit faktur pajak.Ini bukan untuk menakut2i atau memprovokasi tp ada kekawatiran bhw dgn adanya pasal ini, fiskus akan lebih semena-mena u/ mengkoreksi.
Demikian, thanks rekan2 atas share-nya
salam
psil - Originaly posted by P. SILITONGA:
dan malah "kita" harus jemput bola agar dpt konfirmasinya dari pihak penjual/penerbit faktur pajak.
itulah yg terjadi..^^
- Originaly posted by nt1:
seharusnya kan bisa kena apabila memenuhi 2 syarat yaitu:
1. pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa.
2. tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasatambahan rekan nti,
syarat 1 –> tggjawab penjual/penerbit faktur pajak
syarat 2 –> ttgjawab pembeli/penerima faktur pajakmaksud sy tanggung jwb renteng ini sebaiknya hrs menekankan siapa sebenarnya yg bertanggjawab bila ditemukan kasus2 dlm pemeriksaan.
salam
psil