Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Pajak Bumi dan Bangunan › terbit SP, mengajukan permohonan penghapusan sanksi, bolehkah???
terbit SP, mengajukan permohonan penghapusan sanksi, bolehkah???
mau tanya, jika STP PBB th pajak 2005 dterbitkan th 2007 n wp hanya membayar pokoknya saja…
kemudian terbit surat paksa atas kekurangan pembayaran STP PBB (sanksi belum dibayar) tahun 2011…
kemudian wp mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi atas STP PBB tsb seminggu kemudian (stlh SP disampaikan)…
apakah permohonan tsb msh bs diproses???sampai saat ini saya belum menemukan peraturan yang menyebutkan bahwa setelah dilakukan penagihan aktif tidak dpt diajukan permohonanan penghapusan sanksi…
mohon pencerahannya…Mau tanya..klo Pembayaran PBB bisa direstitusi ga ya dengan pajak perusahaan (maksudnya bisa mengurangi pajak perusahaan ga ya)
Terima kasih sebelumnya
- Originaly posted by nayahari:
Mau tanya..klo Pembayaran PBB bisa direstitusi ga ya dengan pajak perusahaan (maksudnya bisa mengurangi pajak perusahaan ga ya)
Terima kasih sebelumnya
rekan nayahari, buatlah pertanyaan baru di thread baru ya…
Jangan disini.Salam
caranya :
lihat menu diatas, klik jump to categories. Kemudian pilih Menu PBB, trus klik go.
Pada halaman yang baru terbuka, lihat pojok kanan atas, lalu klik new toipic.
Tulislah poin atau inti pertanyaannya diatas dan detailnya dibawah.
Oke…Selamat mencoba….
Salam
- Originaly posted by koe2hnugi3:
mau tanya, jika STP PBB th pajak 2005 dterbitkan th 2007 n wp hanya membayar pokoknya saja…
kemudian terbit surat paksa atas kekurangan pembayaran STP PBB (sanksi belum dibayar) tahun 2011…
kemudian wp mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi atas STP PBB tsb seminggu kemudian (stlh SP disampaikan)…
apakah permohonan tsb msh bs diproses???PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21/PMK.03/2008TENTANG
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI,
PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU SURAT
TAGIHAN PAJAK YANG TIDAK BENAR, DAN PEMBATALAN HASIL PEMERIKSAANMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar dan Pembatalan Hasil PemeriksaanMengingat :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI, PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK YANG TIDAK BENAR, DAN PEMBATALAN HASIL PEMERIKSAAN.
Pasal 1
Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi;
mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; dan/atau
membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang penerbitannya tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.Pasal 2
(1) Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
(2) Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sanksi administrasi yang tercantum dalam :Surat Tagihan Pajak;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.(3) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, hanya dapat dilakukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut :
tidak diajukan keberatan;
diajukan keberatan, tetapi telah dicabut oleh Wajib Pajak; atau
diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.Pasal 3
(1) Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang mendukung permohonannya;
permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar;
Wajib Pajak telah melunasi pajak yang terutang; dan
surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.(2) Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dipertimbangkan.
Pasal 4
(1) Surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, dan hasil pemeriksaan yang dapat dikurangkan atau dibatalkan oleh Direktur Jenderal Pajak baik secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi :
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; atau
pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2) pembahasan akhir hasil pemeriksaan(2) Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c dapat diajukan oleh Wajib Pajak dalam hal :
Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan;
Wajib Pajak mengajukan keberatan, tetapi kemudian mencabut pengajuan keberatan tersebut; atau
Wajib Pajak mengajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.Pasal 5
(1) Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak atau surat ketetapan pajak, termasuk surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2) pembahasan akhir hasil pemeriksaan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut perhitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung permohonannya;
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.(2) Pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2) dianggap telah dilaksanakan apabila pemeriksa pajak telah memberikan kesempatan untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka pembahasan akhir dan Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.
(3) Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipertimbangkan.Pasal 6
(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim.
(3) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali.Pasal 7
(1) Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suaru keputusan, permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan.Pasal 8
(1) Keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak dapat meminta secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).Pasal 9
(1) Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari :
diterbitkannya surat ketetapan pajak karena Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur pajak; dan
penerapan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.(2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak yang tida
kalo menurut saya tidak dapat diajukan penghapusan rekan, namun pengurangan denda administrasi,
namun karena sudah lebih dari 3 bulan sejak pelunasan pokok pajak, maka tdiak akan diproses oleh KPP.
CMIIW
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 17/PJ/2010TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 56/PJ/2009
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN
PAJAK TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN
SURAT TAGIHAN PAJAK BUMI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENARDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas, dan dalam rangka mengoptimalkan fungsi kebijakan (policy making) serta pengawasan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, perlu mengatur kembali ketentuan yang terkait dengan pelimpahan wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, dan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang Tidak Benar kepada para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 56/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang Tidak Benar.Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 56/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar.MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 56/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 56/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar diubah sebagai berikut :
1.
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Kepala Kanwil DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB.
(2) Dihapus.2.
Ketentuan Pasal 9 ayat (4) diubah dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 9
(1) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3) Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendah-rendahnya setingkat Eselon III terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis waktu pelaksanaan penelitian di lapangan kepada Wajib Pajak atau kuasanya.
(4) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kanwil DJP, kecuali untuk permohonan pembatalan SPPT secara kolektif penelitian dilaksanakan oleh KPP Pratama.
(5) Dihapus.3.
Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 10
(1) Kepala KPP Pratama meneruskan berkas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB, atau berkas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, atau SIP PBB, yang tidak benar kepada Kepala Kanwil DJP dalam jangka waktu paling lama :
a. 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan, dalam hal permohonan diajukan secara perseorangan; atau
b. 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan surat permohonan pembatalan SPPT yang diajukan secara kolektif, disertai dengan laporan hasil penelitian atas permohonan dimaksud.
(2) Dihapus.4. Ketentuan Pasal 11 ayat (1), ayat (2), ayat (5) dan ayat (6) diubah sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 11
(1) Kepala Kanwil DJP dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Keputusan Kepala Kanwil DJP atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(3) Keputusan Kepala Kanwil DJP atas permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau SPT PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(4) Keputusan Kepala Kanwil DJP atas permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala Kanwil DJP tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Kepala Kanwil DJP harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.
(6) Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Kepala Kanwil DJP harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang mejadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), atau menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Dalam hal keputusan atas permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyebabkan terjadinya perubahan data dalam SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, Kepala KPP Pratama menerbitkan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB baru berdasarkan keputusan dimaksud tanpa mengubah saat jatuh tempo pembayaran, dan atas SPPT atau SKP PBB baru tersebut tidak dapat diajukan keberatan.Pasal II
(1) Wewenang untuk menerbitkan keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan yang jatuh temponya 2 (dua) bulan setelah tanggal ditetapkannya peraturan ini dan belum diterbitkan keputusannya oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, dilimpahkan ke Kantor Wilayah dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Surat permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan yang sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini wewenang penerbitan keputusannya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah dan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku berkas permohonan telah dikirim ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, diteruskan ke Kantor Wilayah yang berwenang untuk menyelesaikannya berikut berkas dan hasil seluruh tahapan yang telah dilaksanakan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 56/PJ/2009TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN
ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN
PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG,
SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT TAGIHAN
PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN YANG TIDAK BENARDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang tidak Benar.
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147);MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN YANG TIDAK BENAR.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat dengan SPPT adalah Surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang PBB.
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan STP PBB adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang PBB.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkan SPPT, SKP PBB, dan/atau STP PBB.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan KPP Pratama.
Pasal 2Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi PBB yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak; dan/atau
mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKP PBB, atau SIP PBB, yang tidak benar.
Pasal 3Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa denda administrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan PBB tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB; dan/atau
dokumen pendukung lainnya.
Pasal 4Untuk mendukung permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SPPT, SKP PBB atau STP PBB, tidak benar;
fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan PBB tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB; dan/atau
dokumen pendukung lainnya.
Pasal 5(1) Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif.
(2) Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan dimaksud dilampiri dengan :fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/atau
dokumen pendukung lainnya.(3) Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT yang tidak benar yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan dimaksud dilampiri dengan :
fotokopi identitas Wajib Pajak;
dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/atau
dokumen pendukung lainnya.
Pasal 6Tanggal penerimaan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan surat permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah :
tanggal terima surat permohonan, dalam hal permohonan disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau petugas yang ditunjuk; atau
tanggal tanda pengiriman surat permohonan, dalam hal permohonan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
Pasal 7(1) Kepala kanwil DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB dalam hal besarnya sanksi administrasi paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(2) Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB dalam hal besarnya sanksi administrasi lebih banyak dari Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)Pasal 8
Kepala Kanwil DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b.
Pasal 9
(1) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3) Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendah-rendahnya setingkat Eselon III terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis waktu pelaksanaan penelitian di lapangan kepada Wajib Pajak atau kuasanya.
(4) Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kanwil DJP, kecuali untuk permohonan pembatalan SPPT secara kolektif penelitian dilaksanakan oleh KPP Pratama.
(5) Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.Pasal 10
(1) Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8, Kepala KPP Pratama meneruskan berkas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB, atau berkas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, ata
sambungan……
Pasal 10
(1) Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8, Kepala KPP Pratama meneruskan berkas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB, atau berkas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, atau SIP PBB, yang tidak benar kepada Kepala Kanwil DJP dalam jangka waktu paling lama :
10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan, dalam hal permohonan diajukan secara perseorangan; atau
2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan surat permohonan pembatalan SPPT yang diajukan secara kolektif, disertai dengan laporan hasil penelitian atas permohonan dimaksud.(2) Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Kepala KPP Pratama meneruskan berkas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
Pasal 11
(1) Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, harus memberi surat keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Keputusan Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(3) Keputusan Kepala Kanwil DJP atas permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau SPT PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(4) Keputusan Kepala Kanwil DJP atas permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.
(6) Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), atau menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Dalam hal keputusan atas permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyebabkan terjadinya perubahan data dalam SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, Kepala KPP Pratama menerbitkan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB baru berdasarkan keputusan dimaksud tanpa mengubah saat jatuh tempo pembayaran, dan atas SPPT atau SKP PBB baru tersebut tidak dapat diajukan keberatan.Pasal 12
Bentuk formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai :
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB atas SKP PBB atau STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
pengurangan ketetapan PBB, yang tidak benar atas SPPT/SKP PBB/STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
pembatalan ketetapan PBB, yang tidak benar atas SPPT/SKP PBB/STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
pembatalan ketetapan PBB, yang tidak benar atas SPPT yang diajukan secara kolektif sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Oktober 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911terima kasih…
dr diskusi dg bbrp tmn kntr, permohonan msh dpt dproses kpp (dteruskan k kanwil) tp kputusan berada di kanwil kpp bersangkutan…
kmren debatnya adalah penerbitan srt paksa tu menggugurkan stp pbb shg tdk dpt diajukan penghapusan sanksi…
tp stlh mndapat pencerahan dr org kanpus djp, surat paksa tdk dpt menggugurkan stp pbb krn apabila stp gugur, tdk ada yg mendasari surat paksa…
jwbn beliau adalah permohonan penghapusan sanksi msh dpt dproses ssuai dg ktentuan yg berlaku…