Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Tax Treaty with Indonesian Language
Tax Treaty with Indonesian Language
rekan-rekan,bisakah membaca Tax treaty dgn bahasa Indonesia?\Please help ..
How?..rekan debyaura ingin membaca tax treaty yang mana? mungkin saya dapat membantu
Tax Treaty for Thailand, thanks…
ada tujuh peraturan. Yang diinginkan yang mana?
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-02/PJ.101/1997 TANGGAL 10 NOPEMBER 1997
TENTANG
PEMBEBASAN PAJAK ATAS BUNGA YANG DIBAYARKAN KEPADA EXIM BANK OF THAILAND SERI P3B NO. 2Merujuk Surat Bapak Menteri Keuangan No. : S-466/MK.04/1997 tanggal 6 Oktober 1997 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Thailand mengenai kedudukan Exim Bank of Thailand dalam P3B RI-Thailand (terlampir), dengan ini diberitahukan bahwa terhitung mulai tanggal 6 Oktober 1997, Exim Bank of Thailand termasuk dalam bank-bank yang dikecualikan dari pengenaan pajak atas bunga sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) RI-Thailand.
Dengan demikian terhadap bunga yang dibayar atau terutang penduduk Indonesia kepada Exim Bank of Thailand tidak dipotong PPh Pasal 26.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIERSURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-01/PJ.3/2006 TANGGAL 8 FEBRUARI 2006
TENTANG
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILANDSehubungan dengan telah disampaikannya nota ratifikasi Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Thailand, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia – Thailand telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden RI Nomor 57 Tahun 2003 tanggal 21 Juli 2003 dan telah diberitahukan kepada Pemerintah Kerajaan Thailand melalui Nota Diplomatik Nomor 674/EK/VIII/2003/61 tanggal 28 Agustus 2003. Pemerintah Kerajaan Thailand juga telah mengirimkan pemberitahuan ratifikasi P3B melalui Nota Diplomatik Nomor 20001/1629 tanggal 23 September 2003.
2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 29 P3B Indonesia – Thailand maka ketentuan-ketentuan dalam P3B Indonesia – Thailand tersebut telah berlaku secara efektif terhadap penghasilan-penghasilan yang diterima atau diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari 2004.
3. Ketentuan yang lebih rinci dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Thailand tersebut terdapat dalam naskah Persetujuan terlampir.
Demikian untuk mendapat perhatian Saudara dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMORANGKUMAN
NOMOR N.A TANGGAL 25 MARET 1981
TENTANG
RANGKUMAN DARI PERSETUJUAN ANTARA INDONESIA DAN THAILAND MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK BERKENAAN DENGAN PAJAK PAJAK PENGHASILAN————————————————– ————————————————– —————————-
KEGIATAN DARI Ya
BENTUK USAHA TETAP
——————————————— ———————————
1 LABA USAHA PENJUALAN BARANG YANG SAMA Ya
——————————————— ———————————
KEGIATAN LAIN YANG SAMA Ya
————————————————– ————————————————– —————————-
2 PEKERJAAN TEST WAKTU 183 hari/tahun pajak
BEBAS
————————————————– ————————————————– —————————-
KONSTRUKSI 6 Bulan
——————————————— ———————————
INSTALASI 6 Bulan
——————————————— ———————————
3 TEST WAKTU UNTUK PERAKITAN 6 Bulan
MENENTUKAN BUT ——————————————— ———————————
KEGIATAN PENGAWASAN
KONSTRUKSI 6 Bulan
——————————————— ———————————
KEGIATAN LAIN 183 Hari
————————————————– ————————————————– —————————-
4 TARIF PPH PASAL 26 BUNGA 15%
ATAS BUNGA, ROYALTI, —————————————- ————————————–
LABA DAN DIVIDEN ROYALTI 15%
——————————————— ———————————
DIVIDEN PORTOFOLIO 15%
——————————————— ———————————
PENYERTAAN LANGSUNG 15%
——————————————— ———————————
PAJAK ATAS LABA SETELAH
PAJAK PADA BUT 20%
————————————————– ————————————————– —————————-
5 PENGENAAN PAJAK ATAS Negara Sumber
PEMINDAHTANGANAN HARTA
————————————————– ——— HAK PEMAJAKAN ——————–
Negara Domisili
untuk angkutan
udara
——————————————– ————————
Negara Domisili
untuk kapal laut
6 PENGENAAN PAJAK ATAS KETERANGAN ———————–
KAPAL LAUT & ANGKUTAN 50% dari pajak
UDARA yang terutang
berdasar UU
domestik Negara
sumber (angkutan
laut) & tidak > 2%
dari jumlah total
freight
————————————————– ————————————————– —————————-
7 PENGENAAN PAJAK ATAS Negara Sumber
ARTIS & OLAHRAGAWAN
————————————————– —- HAK PEMAJAKAN ———————–
8 PENGHASILAN LAIN Negara Sumber
————————————————– ————————————————– —————————-
TEST WAKTU 183 hari/tahun takwim
——————————————— ———————————
DIBAYAR OLEH ORANG INDONESIA Ya
9 KEUNTUNGAN DARI ——————————————– ———————————-
HUBUNGAN KERJA DIBEBANKAN KEPADA BUT Ya
INDONESIA
————————————————– ————————————————– —————————-
3 Tahun
10 PENGENAAN PAJAK ATAS PERIODE PEMBEBASAN PAJAK ———————–
GURU, PENELITI, PELAJAR Tidak ada batasan
DAN PESERTA PELATIHAN —————————————- ————————————–
KETERANGAN N.A
————————————————– ————————————————– —————————-
11 DAFTAR P3B YANG TELAH BERLAKU MULAI 1-Jan-83
BERLAKU
————————————————– ————————————————– —————————-KEPUTUSAN PRESIDEN
NOMOR 28 TAHUN 1981 TANGGAL 7 JULI 1981
TENTANG
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK-PAJAK ATAS PENDAPATAN DAN ATAS KEKAYAANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Membaca :
Surat Menteri Luar Negeri Nomor 3762/81/29 tanggal 30 Mei 1981;Menimbang :
a. bahwa di Bangkok, Thailand, pada tanggal 25 Maret 1981 telah ditandatangani "Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income and on Capital", sebagai hasil perundingan antara delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan delegasi Pemerintah Kerajaan Thailand;
b. bahwa Pemerintah Republik Indonesia tidak berkeberatan untuk mengesahkan "Agreement" tersebut pada huruf a di atas;Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang Dasar 1945;
2. Amanat Presiden Republik Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 22 Agustus 1960 Nomor 2826/HK/60;MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERTAMA:
Mengesahkan "Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income and on Capital", yang telah ditandatangani di Bangkok, Thailand, pada tanggal 25 Maret 1981 sebagai hasil perundingan antara delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan delegasi Pemerintah Kerajaan Thailand sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini.
KEDUA:
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 7 Juli 1981PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTODiundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 1981MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 28
KEPUTUSAN PRESIDEN
NOMOR 57 TAHUN 2003 TANGGAL 21 JULI 2003
TENTANG
PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND FOR THE AVOIDANCE OF DOUBLE TAXATION AND THE PREVENTION OF FISCAL EVASION WITH RESPECT TO TAXES ON INCOMEPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa di Bangkok, Thailand, pada tanggal 15 Juni 2001 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand;
b. bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk mengesahkan Agreement tersebut dengan Keputusan Presiden;Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4012);MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND FOR THE AVOIDANCE OF DOUBLE TAXATION AND THE PREVENTION OF FISCAL EVASION WITH RESPECT TO TAXES ON INCOME.Pasal 1
Mengesahkan Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income, yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Bangkok, Thailand, pada tanggal 15 Juni 2001, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini.Pasal 2
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 21 Juli 2003PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRIDiundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Juli 2003SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWOLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 87
KEPUTUSAN PRESIDEN
NOMOR 57 TAHUN 2003 TANGGAL 21 JULI 2003
TENTANG
PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND FOR THE AVOIDANCE OF DOUBLE TAXATION AND THE PREVENTION OF FISCAL EVASION WITH RESPECT TO TAXES ON INCOMEPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa di Bangkok, Thailand, pada tanggal 15 Juni 2001 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand;
b. bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk mengesahkan Agreement tersebut dengan Keputusan Presiden;Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4012);MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND FOR THE AVOIDANCE OF DOUBLE TAXATION AND THE PREVENTION OF FISCAL EVASION WITH RESPECT TO TAXES ON INCOME.Pasal 1
Mengesahkan Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income, yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Bangkok, Thailand, pada tanggal 15 Juni 2001, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini.Pasal 2
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 21 Juli 2003PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRIDiundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Juli 2003SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWOLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 87
PERSETUJUAN
NOMOR N.A TANGGAL 25 MARET 1981
TENTANG
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK-PAJAK ATAS PENDAPATAN DAN ATAS KEKAYAANPEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
dan
PEMERINTAH KERAJAAN THAILANDBERHASRAT untuk mengadakan suatu Persetujuan mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang berhubungan dengan Pajak-Pajak atas Pendapatan dan atas Kekayaan.
TELAH MUFAKAT SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 1
Orang-orang dan badan-badan
yang tercakup dalam Persetujuan ini
Persetujuan ini akan berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan penduduk dari salah satu atau kedua Negara pihak yang terikat Persetujuan.Pasal 2
Pajak-pajak yang tercakup oleh
Persetujuan ini
(1) Persetujuan ini akan berlaku terhadap pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan yang dikenakan oleh masing-masing Negara yang terikat Persetujuan atau Pemerintah Daerah/Lokal Negara itu tanpa memandang cara-cara pemungutan pajak-pajak tersebut.
(2) Akan dianggap sebagai pajak-pajak atas pendapatan dan atas kekayaan, semua pajak yang dikenakan atas seluruh pendapatan, seluruh kekayaan atau atas unsur-unsur pendapatan atau kekayaan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak, pajak-pajak atas gunggungan upah atau gaji yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan, begitu juga pajak-pajak atas penilaian aktiva.
(3) Pajak-pajak yang berlaku menurut Persetujuan ini, khususnya adalah:
a) di Indonesia:
(i) Pajak Pendapatan;
(ii) Pajak Perseroan;
(iii) Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty;
(iv) Pajak Kekayaan;
(selanjutnya disebut sebagai "pajak Indonesia");
b) di Thailand:
(i) Pajak Pendapatan;
(ii) Pajak Pendapatan Minyak;
(iii) Pajak Pembangunan Lokal;
(selanjutnya disebut sebagai "pajak Thai");
(4) Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak-pajak yang sama atau pada hakekatnya serupa yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini, sebagai tambahan terhadap, atau pengganti dari pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara yang terikat Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan-perubahan penting yang telah dibuat dalam perundang-undangan pajak Negara masing-masing.Pasal 3
Pengertian-pengertian umum
(1) Dalam Persetujuan ini, kecuali dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain:
a) istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan di dalam undang-undangnya dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau hak-hak lain berdasarkan hukum internasional;
b) istilah "Thailand" berarti Kerajaan Thailand dan termasuk setiap daerah yang berbatasan dengan wilayah perairan Kerajaan Thailand yang oleh perundang-undangan Thai, dan berdasarkan hukum internasional, telah atau kemudian dapat ditentukan sebagai suatu daerah dimana hak-hak Kerajaan Thailand yang menyangkut dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dan sumber-sumber alam yang dapat dikelola.
c) istilah "suatu Negara yang terikat Persetujuan" dan "Negara lain yang terikat Persetujuan" berarti Indonesia atau Thailand, sesuai menurut hubungan kalimatnya.
d) istilah "person" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang-orang dan badan-badan yang untuk tujuan perpajakan diperlakukan sebagai suatu kesatuan;
e) istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan yang berdasarkan perundang-undangan pajak masing-masing Negara yang terikat Persetujuan diperlukan sebagai badan hukum;
f) istilah "warganegara" berarti:
(i) setiap orang pribadi yang memiliki kebangsaan suatu Negara yang terikat Persetujuan;
(ii) setiap badan hukum, perkongsian, asosiasi dan kumpulan lainnya yang mendapatkan statusnya dari perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara yang terikat Persetujuan;
g) istilah "perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara lain yang terikat Persetujuan" berarti berturut-turut suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu Negara yang terikat Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara lain yang terikat Persetujuan;
h) istilah "pajak" berarti pajak Indonesia atau pajak Thai, sesuai menurut hubungan kalimatnya"
i) istilah "lalu-lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh perusahaan dari suatu Negara yang terikat Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di Negara lain yang terikat Persetujuan;
j) istilah "pejabat yang berwenang" berarti:
(i) di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang syah;
(ii) di Thailand, Menteri Keuangan atau wakilnya yang syah;
(2) Untuk penerapan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini oleh suatu Negara yang terikat Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan masing-masing Negara yang terikat Persetujuan itu, sepanjang menyangkut pajak-pajak yang berlaku dalam persetujuan ini.
CATATAN:
Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini, istilah "suatu Negara yang terikat Persetujuan" disingkat "suatu Negara" dan "suatu Negara lain yang terikat Persetujuan" disingkat "suatu Negara lain".Pasal 4
Penduduk
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara" berarti setiap orang/badan yang berdasarkan perundang-undangan Negara itu, dapat dikenakan pajak berdasarkan domisili, tempat tinggal, tempat pendirian atau kriteria lain yang sifatnya serupa.
Tetapi istilah ini tidak termasuk orang/badan yang dapat dikenakan pajak di Negara itu hanya dari pendapatan yang berasal dari Negara tersebut atau dari kekayaan yang berada di situ.
(2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seseorang menjadi penduduk di kedua Negara, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:
a) Ia akan dianggap sebagai penduduk di suatu Negara, dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk di Negara tempat dimana hubungan-hubungan pribadi dan ekonominya lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
b) Apabila Negara dimana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau apabila ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia menurut kebiasaan berdiam;
c) Apabila ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara atau tidak mempunyainya di kedua Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara menurut kewarganegaraannya.
d) Apabila ia adalah warganegara dari kedua Negara atau sama sekali bukan warganegara dari kedua Negara, pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan menyelesaikan masalah tersebut dengan permufakatan bersama.
(3) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 suatu perseroan berkedudukan di kedua Negara, maka perseroan itu akan dianggap berkedudukan di Negara dimana ia didirikan.
Apabila berdasarkan kriteria ini kedudukan perseroan masih belum dapat ditentukan, maka pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan menyelesaikan masalah tersebut dengan permufakatan bersama.Pasal 5
Kedudukan tetap
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "kedudukan tetap" berarti suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
(2) Istilah "kedudukan tetap" terutama meliputi:
a) suatu tempat ketatalaksanaan;
b) suatu cabang;
c) suatu kantor;
d) suatu pabrik;
e) suatu ruang kerja;
f) suatu gudang;
g) suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam;
h) suatu pertanian atau perkebunan;
i) suatu lokasi bangunan, suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan hal di atas, dimana lokasi, proyek atau kegiatan itu berlangsung untuk suatu masa yang lebih dari 6 bulan;
j) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh penduduk suatu Negara melalui karyawan-karyawan atau pegawai lainnya dimana kegiatan itu (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) berlangsung di Negara lain untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari 183 hari.
(3) Orang/badan (kecuali makelar, agen komisioner umum atau agen lain yang statusnya berdiri sendiri dimana berlaku ayat 6) yang bertindak di suatu Negara atas nama suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara lain, akan dianggap sebagai kedudukan tetap di Negara yang disebut pertama, apabila:
a) ia memiliki wewenang dan lazim menggunakannya di Negara yang disebut pertama, untuk berunding dan menutup kontrak-kontrak untuk atau atas nama perusahaan, kecuali kegiatan-kegiatannya itu terbatas pada pembelian barang-barang dagangan bagi perusahaan itu; atau
b) ia lazim mengurus di Negara yang disebut pertama persediaan barang-barang atau barang-barang dagangan milik perusahaan dan secara teratur melakukan penyerahan barang-barang atau barang-barang dagangan tersebut untuk atau atas nama perusahaan itu;
atau
c) ia lazim mendapat pesanan-pesanan di Negara yang disebut terdahulu, seluruhnya atau hampir seluruhnya ditujukan kepada baik untuk perusahaan itu sendiri ataupun untuk perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain yang diawasi oleh perusahaan yang pertama atau perusahaan itu dikuasai oleh yang lainnya.
(4) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dari Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari suatu Negara, kecuali reasuransi, akan dianggap mempunyai kedudukan tetap di Negara lain apabila perusahaan itu memungut premi atau menanggung risiko yang terjadi dalam wilayah Negara lain itu melalui seorang karyawan atau melalui suatu perwakilan yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri menurut pengertian ayat 6 Pasal ini.
(5) Istilah "kedudukan tetap" tkalau bisa semua boleH?? terutama untuk komisi penjualan, royalti dan double tax income,…terima kasih
emailnya rekan debyaura
By the way,.. darimana bisa access Tax Treaty dgn Indonesian Language..takutnya di kemudian hari saya butuh untuk negara lain..trims sekali sebelumnya..