Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi SURAT TERBUKA UNTUK DIRJEN PAJAK DAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PESERTA PEMILU 2009

  • SURAT TERBUKA UNTUK DIRJEN PAJAK DAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PESERTA PEMILU 2009

  • wnisingapura

    Member
    14 December 2008 at 1:37 pm
  • wnisingapura

    Member
    14 December 2008 at 1:37 pm

    SURAT TERBUKA UNTUK DIRJEN PAJAK DAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PESERTA
    PEMILU 2009

    Seiring akan berakhirnya “sunset policy” 2008, keresahan Warga
    Negara Indonesia yang bekerja di Luar negeri semakin memuncak. Hal ini
    terlihat dari diskusi-diskusi di “mailing list” kumpulan WNI di
    luar negeri atau forum-forum diskusi di Internet. Kebingungan akan
    kejelasan status “Subjek Pajak” bagi mereka yang bekerja di Luar
    Negeri adalah sumber dari keresahan mereka akhir-akhir ini.

    Apakah mereka digolongkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)?
    ataukah mereka termasuk sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN)?
    Jawaban atas pertanyaan ini sangat menentukan kelangsungan hidup
    mereka..

    Jika mereka digolongkan sebagai SPDN, maka pendapatan mereka yang
    didapat di luar negeri harus dilaporkan dalam SPT di Indonesia dan atas
    pendapatan ini mereka dikenakan tarif pajak di Indonesia, tanpa
    memperhitungkan besarnya biaya hidup di Negara dimana WNI itu bekerja.

    Ambil Contoh berikut sebagai ilustrasi:

    Badu (bukan nama sebenarnya), yang sejak terkena PHK oleh perushaan
    tempat dia bekerja di Indonesia 3 tahun lalu, telah mengadu nasib di
    Singapura dan bekerja sebagai STAFF- IT junior di sebuah perusahaan di
    Singapura. Badu mempunyai seorang anak dan Istri, yang karena alasan
    ekonomi (tingginnya biaya hidup di Singapura), mereka tetap tinggal di
    rumahnya di Indonesia. Dan Badu hanya mengunjungi anak istrinya di
    Indonesia selama beberapa hari setiap 2 bulan sekali. .

    Sebagai Staff Junior, Badu memperoleh pendapatan sebesar SGD 3000 , 13
    kali gaji dalam setahun. Dengan demikian Total pendapatan Badu selama
    setahun adalah SGD 39000 (setara Rp 273 juta per tahun dengan kurs 1 SGD
    = Rp 7,000).

    Kalau dilihat dari besaran rupiah, memang gaji yang didapat Badu
    terlihat besar, tapi mengingat tingginya biaya hidup di Singapura,
    setelah dikurangi biaya hidup di Singapura, dan biaya hidup anak istri
    di Indonesia , pendapatan sebelum pajak yang bisa di sisihkan Badu
    hanyalah sekitar 10 % dari total pendapatannya per tahun.

    Di Singapura, mengingat tingginya biaya hidup disana, pendapatan tidak
    kena pajak yang ditetapkan pemerintah Singapura adalah SGD 20,000.
    Dengan memperhitungkan pendapatan tidak kena pajak tersebut , pajak yang
    dibebankan kepada Badu di Singapura adalah sebesar (kurang lebih) SGD
    845/ tahun-nya., atau hanya sekitar 2% dari total pendapatannya per
    tahun. (sumber perhitungan:
    http://www.iras.gov.sg/irasHome/page03.aspx?id=119 0)

    Nah, seandainya Badu di golongkan sebagai SPDN, maka Badu juga harus
    melaporkan pendapatannya kepada DITJEN Pajak Indonesia dengan
    perhitungan tarif pajak di Indonesia tanpa mempertimbangkan tingginya
    biaya hidup di Singapura, dengan rincian perhitungan sebagai berikut:

    PERHITUNGAN PENDAPATAN KENA PAJAK

    Pendapatan

    273,000,000

    PTKP Diri

    -15,840,000

    PTKP tambahan buat yang menikah

    -1,320,000

    PTKP tambahan dari keturunan (1 anak)

    -1,320,000

    Pendapatan Kena Pajak

    254,520,000

    PERHITUNGAN BESARNYA PAJAK

    Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

    Pendapatan Kena Pajak

    Besaran Pajak

    Sampai Rp 50 juta 5%

    50,000,000

    2,500,000

    Di atas Rp 50-250 juta 15%

    200,000,000

    30,000,000

    Di atas Rp 250-500 juta 25%

    4,520,000

    1,130,000

    Di atas Rp 500 juta 30%

    0

    Total

    254,520,000

    33,630,000

    Total perhitungan pajak menurut tarif di Indonesia adalah sebesar Rp
    33.630.000,- atau sebesar kurang lebih 12 % dari total pendapatan Badu.

    Dari perhitunga di atas, terlihat perbedaan yang kontras atas nasib Badu
    bergantung pada status “Wajib Pajak” nya. Jika Badu digolongkan
    sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, maka Badu hanya wajib membayar pajak
    di Singapura sebesar 2%, sehingga Badu masih bisa menyisihkan
    pendapatan-Nya sebagai tabungan hari tua sebesar 10%-2% = 8%.
    Sebaliknya, jika Badu digolongkan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri,
    maka total pajak yang harus dibayarkan Badu adalah 12% , sehingga
    tabungan yang bisa disisihkan Badu menjadi minus 2 % (10% – 12 %) alias
    nombok 2%.

    Malang sekali nasib Badu apabila dia digolongkan sebagai SPDN, sudah
    jatuh ketimpa tangga. Setelah berjuang sendiri mencari pekerjaan ke luar
    negeri – tanpa merengek-rengek pada pemerintah Indonesia yang tidak bisa
    menyediakan lapangan pekerjaan baginya, Badu malah dibebani beban pajak
    yang begitu tingginya oleh pemerintah negaranya sendiri.

    Perntanyaan yang mungkin muncuk di benak anda adalah: mengapa Badu yang
    sudah 3 tahun bekerja di Luar Negeri bisa digolongkan sebagai Subjek
    Pajak Dalam Negeri dan harus membayar pajak ke Ditjen Pajak Indonesia
    atas pendapatannya yang sama sekali tidak didapatkannya di Indonesia ?

    Jawabannya adalah karena hal itu sejalan dengan peraturan pajak
    penghailan yang baru: Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Dalam
    undang-undang ini (Pasal 2 ayat 3 a), Subjek pajak dalam negeri termasuk
    diantaranya adalah orang pribadi yang mempunyai niat untuk bertempat
    tinggal di Indonesia. Pernyataan “Mempunyai niat untuk bertempat
    tinggal di Indonesia” bagaikan pasal karet yang bisa ditafsirkan
    bermacam-macam. Ada yang mentafsirkan : selama WNI yang bekerja di Luar
    Negeri tersebut masih memegang kewarga negaraan Indonesia-nya, maka
    sudah dapat dikatakan WNI tersebut mempunyai niat bertempat tinggal di
    Indonesia, dan oleh karenanya di golongkan sebagai Subjek Pajak Dalam
    Negeri. Dan menurut peraturan perundangan yang sama, sebagai Subjek
    Pajak Dalam Negeri, yang bersangkutan wajib melaporkan pendapatannya
    baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti tertulis dalam
    penjelasan Pasal 2 ayat 2.

    Dengan peraturan seperti ini, TKI yang bekerja di sektor non formal pun
    (e.g pembantu rumah tangga) yang di Singapura berpenghasilan sekitar SGD
    300 – 500/ bulan , dapat digolongkan sebagai Wajib Pajak Dalam
    Negeri dan juga harus membayar pajak di Indonesia, karena pendapatan
    sebesar SGD 300-500/bulan tersebut bila dikonversi ke nilai Rupiah, akan
    melebihi batas Pendapatan Tak Kena Pajak (padahal di Singapura sendiri
    -tempat mereka mendapatkan penghasilan- mereka tidak perlu membayar
    pajak) .

    Peraturan Undang-undang seperti yang tertulis di atas inilah yang
    membuat ribuan bahkan mungkin jutaan WNI yang bekerja di Luar Negeri
    seperti Badu menjadi resah.

    Mari kita bayangkan, apa yang terjadi seandainya pemerintah menggunakan
    pasal 2 ayat 3 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Pasal 2 ayat 3 a)
    untuk memaksakan WNI yang bekerja di Luarnegeri untuk digolongkan
    sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri , karena mereka masih memegang paspor
    Indonesia dan karenanya dianggap punya ” niat” untuk bertimpat
    tinggal di Indoneisa?

    Yang mungkin terjadi adalah:

    1.Pelarian Asset / Modal ke luar negeri:

    TKI seperti Badu, yang tidak akan mampu membayar pajak yang tinggi
    seperti di atas, akan berpikir untuk segera melarikan asset-nya ke luar
    negeri dengan menjual rumah nya di Indonesia dan mentransfer seluruh
    uangnya ke Luar Negeri. Karena Badu khawatir, asset yang telah
    dikumpulkan sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun akan di sita
    petugas Pajak karena tunggakan pajak yang tidak mampu dibayar nya.

    2.Berkurangnya pemasukan Devisa.

    TKI seperti Badu, yang khawatir dikejar-kejar petugas pajak atas
    ketidakmampuan nya membayar pajak di Indonesia, akan memutuskan membawa
    serta anak istri nya ke luar negeri dan sedapat mungkin tidak kembali ke
    Indonesia kalau memang tidak mendesak. Dengan demikian, Badu tidak akan
    lagi mengirimkan sebagai pendapatannya ke Indonesia karena keluarganya
    sudah ikut pindah semua ke Luar Negeri.

    3.Menambah pengangguran di Indonesia.

    Dengan peraturan perpajakan yang memberatkan WNI di luar negeri seperti
    cerita Badu di atas. Para pengangguran di Indonesia akan menjadi
    “enggan” untuk mengadu nasib ke luar negeri. Mereka akan
    berpikir lima kali untuk merantau mencari pekerjaan ke luar negeri. Dan
    hasilnya adalah pengangguran di Indonesia semakin meningkat.

    4.Dalam Jangka panjang bisa Memicu terjadinya “brain drain” secara
    permanen.

    Bukan tidak mungkin, tenaga-tenaga terdidik di luar negeri yang selama
    ini berniat untuk kembali ke tanah air setelah bekerja beberapa tahun di
    luar negeri, akhirnya harus melepas kewarga negaraan Indonesia-nya
    karena ketidaksanggupan membayar Pajak yang begitu tinggi ke Indonesia –
    (yang disebabkan oleh tidak diperhitungkan tingkat “biaya hidup”
    dimana tenaga terdidik itu harus bekerja dalam perhitungan pajaknya).

    Akhirnya, yang terjadi adalah “lose-lose” situation. Tidak ada
    yang diuntungkan dari situasi di atas. Dengan demikian dalam surat
    terbuka ini, kami WNI yang bekerja di luar negeri memohon:

    1.
    Kepada Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan Indonesia, untuk
    memperhatikan beberapa point sebagai berikut:
    *
    Seperti kata pepatah/ ungkapan/motto/harapan WNI pada petugas pajak
    (yang baru diciptakan dalam tulisan ini) : “Orang Pajak Harus
    Bijak!!!, maka kami, WNI yang bekerja di luar negeri berharap Ditjen
    Pajak lebih bijaksana dalam menerapkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
    ini kepada WNI yang bekerja di luar negeri. Dimohon sekiranya Ditjen
    pajak tidak memaksakan untuk menggolongkan kami TKI yang sudah
    bertahun-tahun bekerja luar negeri sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri dan
    dituntut membayar pajak yang tinggi di Indoneisa (dengan tidak
    memperhitungkan tingginya biaya hidup di negara tempat kami bekerja).
    *
    Kami WNI yang bekerja di luar negeri, sama sekali tidak bermaksud untuk
    tidak berkontribusi terhadap negara. Kalaupun sumbangan triliunan rupiah
    yang kami kirimkan ke Indonesia setiap tahunnya dirasakan tidak cukup
    oleh pemerintah Indonesia, dan dikarenakannya kami harus membayar pajak
    tambahan, kami harap pajak tambahan tersebut tersebut tidak mencekik
    leher kami. Jangan sampai cerita yang dialami tokoh imaginer seperti
    Badu di atas benar-benar terjadi pada kami. Bayangkan kalau pemerintah
    Asing yang menyediakan lapangan kerja buat WNI seperti Badu saja hanya
    meminta pajak 2% dari Badu, masak pemerintah Negaranya Badu sendiri yang
    tidak mampu memberikan pekerjaan padanya meminta paja

  • wnisingapura

    Member
    14 December 2008 at 1:50 pm

    Kami WNI yang bekerja di luar negeri, sama sekali tidak bermaksud untuk
    tidak berkontribusi terhadap negara. Kalaupun sumbangan triliunan rupiah
    yang kami kirimkan ke Indonesia setiap tahunnya dirasakan tidak cukup
    oleh pemerintah Indonesia, dan dikarenakannya kami harus membayar pajak
    tambahan, kami harap pajak tambahan tersebut tersebut tidak mencekik
    leher kami. Jangan sampai cerita yang dialami tokoh imaginer seperti
    Badu di atas benar-benar terjadi pada kami. Bayangkan kalau pemerintah
    Asing yang menyediakan lapangan kerja buat WNI seperti Badu saja hanya
    meminta pajak 2% dari Badu, masak pemerintah Negaranya Badu sendiri yang
    tidak mampu memberikan pekerjaan padanya meminta pajak 12% atau 6 kali
    lipatnya? APA KATA DUNIA?

    1.
    Kepada Calon Anggota Legeslatif dari Partai Politik peserta PEMILU 2009

    Surat terbuka ini juga kami tujukan kepada Calon Legeslatif dari Partai
    Politik peserta PEMILU 2009 untuk memperhatikan beberapa point berikut:
    *
    Partai Politik diharapkan dapat Secara serius merumuskan
    kebijakan-kebijakan yang memberi perlindungan hukum bagi kami WNI yang
    bekerja di luar negeri. Jadikan amandmen Undang-undang Nomor 36 Tahun
    2008 tentang PPh sebagai salah satu agenda utama kebijakan partai anda
    untuk memberikan perlindungan bagi kami WNI yang bekerja di luar negeri
    – yang telah menyumbang triliunan devisa setiap tahunnya- agar terbebas
    dari kemungkinan dibebani pajak yang berlebihan. Memang, sejauh ini
    dalam berbagai kesempatan, pihak Direktorat Pajak menjelaskan bahwa TKI
    yang bekerja di luar negeri lebih dari 180 hari tidak akan dikenakan Pph
    seperti contoh berikut:
    http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/18/20024368 /tki.dan.tkw.bebas.paj\
    ak.penghasilan
    <http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/18/2002436 8/tki.dan.tkw.bebas.pa\
    jak.penghasilan> . Namun demikian, pernyataan ini dinilai hanyalah
    merupakam perwujudan sebuah "good will" / niat baik dari pejabat
    direktorat jenderal pajak yang sementara ini tidak ingin menggunakan
    pasal 2 ayat 3 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk memaksakan WNI
    yang bekerja di Luar negeri untuk digolongkan sebagai Wajib Pajak Dalam
    Negeri. Sekedar "good will"/ niat baik tidaklah cukup untuk
    melindungi kepentingan WNI yang bekerja di luar negeri. Yang dibutuhkan
    WNI yang bekerja di Luar Negeri adalah peraturan perundang-undangan yang
    memberikan payung hukum yang jelas , sedemikian rupa sehingga WNI yang
    bekerja di luar negeri tetap dapat berkontribusi aktif terhadap
    pembangunan di Indonesia tanpa harus dibebani pajak yang berlebihan.

    *
    Menurut data ILO (seperti dikutip di situs MIGRANT Care) pada tahun 2007
    diperkirakan ada 4,3 juta WNI yang bekerja di luar negeri, dan angka ini
    terus meningkat. Cukup konservatif kalau kita perkirakan di tahun 2008
    ini, setidaknya ada 5 juta TKI yang bekerja di luar negeri. Jika setiap
    TKI memberikan manfaat ekonomi secara langsung kepada 5 orang anggota
    keluarganya, maka kepentingan ke 5 juta orang TKI tersebut juga
    berkaitan erat dengan kepentingan 25 Juta WNI lainnya. Dengan demikian,
    jika partai anda mengagendakan dan mengkampanyekan kebijakan yang
    memberikan perhatian khusus pada mereka, maka partai anda berpeluang
    untuk sedikitnya menjaring 30 Juta suara pemilu 2009 mendatang.
    *
    Mengapa surat ini ditujukan pada Caleg Partai Politik peserta PEMILU
    2009 dan bukannya pada anggota DPR saat ini? Jawabannya adalah karena
    kami menginginkan perubahan. Kami ingin agar anggota parlemen periode
    selanjutnya, juga menghasilkan produk hukum yang memperhatikan
    kesejahteraan dan kepentingan kami WNI yang bekerja di luar negeri dan
    tidak hanya tertarik untuk menarik pajak semaksimal mungkin dari kami .

    Demikian surat terbuka ini disampaikan kepada pihak-pihak pengambil
    keputusan di bidang perpajakan di Indonesia untuk menjadi perhatian.

    Terima kasih.

    Seoul, 14 Desember 2008

    Mahendra

    satu dari jutaan WNI yang bekerja di luar negeri.

Viewing 1 - 3 of 3 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now