• SPT Masa PPh Pasal 21

  • wannabewongkpp

    Member
    23 July 2009 at 2:58 pm
    Originaly posted by sensiganma:

    gada salahnya juga kan rekan wanna mau lapor semua witholding tax walaupun nihil

    tapi apakah ada benarnya?

  • edisuryadi2

    Member
    23 July 2009 at 2:58 pm

    Benar, SPT wajib disampaikan terlepas NIHIL atau tidak tercantum dalam ketentuan PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 31/PJ/2009 Pasal 22 Ayat 6 yang saya kutip sbb "…..Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil. Pasal 24 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
    (1) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
    (2) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
    Jelas dari keterangan tsb terlepas bahwa pelaporan SPT Ph 21 Nihil wajib disampaikan jika tidak saya sependapat dengan rekan yasin atas sangsinya

  • yasin

    Member
    23 July 2009 at 3:05 pm
    Originaly posted by wannabewongkpp:

    artinya rekan yasin menyarankan utk tetap juga melaporkan spt masa witholding tax lainnya walau nihil (tidak ada kegiatan) ?

    saya ga menyarankan hanya memberikan gambaran saja, bahwa fiskus dalam hal ini negara berhak atas sanksinya yang 100 rb itu, he he he . . . .
    saran saya sesuai aturanya kalo memang ga da kegiatan dan terlepas dari sanksi2 denda saran saya buat surat ke kpp pemberitahuan tidak ada kegiatan, fiskus menyebut ini pengajuan NE (non efektif), baru deh lepas dari sangsi2 apapun, karena npwp di non aktifkan,
    menghidupkanya cukup melaporkan spt apa aja, kapan aja di kpp dimana domisili

    demikian yang aku tahu

    salam

  • KiD

    Member
    23 July 2009 at 3:16 pm

    Menurut saya pribadi…

    meskipun witholding nggak punya usaha atau kegiatan lagi…

    dia sebaiknya menyampaikan SPT… kembali ke KUP…

  • wannabewongkpp

    Member
    23 July 2009 at 3:30 pm
    Originaly posted by edisuryadi2:

    Benar, SPT wajib disampaikan terlepas NIHIL atau tidak tercantum dalam ketentuan PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 31/PJ/2009 Pasal 22 Ayat 6 yang saya kutip sbb "…..Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil. Pasal 24 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
    (1) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
    (2) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
    Jelas dari keterangan tsb terlepas bahwa pelaporan SPT Ph 21 Nihil wajib disampaikan jika tidak saya sependapat dengan rekan yasin atas sangsinya

    pemotongan mana yang mau dilaporkan? lah wong objek pemotongannya aja gak ada.

  • sensiganma

    Member
    23 July 2009 at 4:33 pm

    coba kita baca lagi pasal 7 UU KUP ayat 1 dan ayat 2 huruf e. di ayat satu sepertinya menunjukan kalau SPT itu wajib disampaikan terlepas ada tidaknya pemotongan, dan d ayat 2 huruf e menjelaskan bahwa ga lapor pun ga apa2 toh ga kena denda dengan catatan memang tidak ada kegiatan lagi bukan tidak ada pemotongan.

  • wannabewongkpp

    Member
    23 July 2009 at 4:58 pm
    Originaly posted by sensiganma:

    ga kena denda dengan catatan memang tidak ada kegiatan lagi

    artinya, klo wp baru kudu lapor seluruh spt masa yang jadi kewajibannya ya, krn klo tidak akan dikenakan sanksi (pake k bukan g)

  • sensiganma

    Member
    23 July 2009 at 5:06 pm

    ya mungkin saja kena sangsi (pake g bukan k). itu pendapat pribadi saya loh, bisa saja salah, termasuk pendapat anda yang begitu yakin pun bisa salah. tul tak?

  • wannabewongkpp

    Member
    23 July 2009 at 5:10 pm

    sangsi = ragu

  • sensiganma

    Member
    23 July 2009 at 5:14 pm

    yes you right sir

  • arland2001us

    Member
    23 July 2009 at 8:50 pm
    Originaly posted by wannabewongkpp:

    apakah wajib dilaporkan setiap bulan walau tidak ada pembayaran gaji? (perusahaan masih/sudah vakum usaha).
    ada dasar hukumnya?

    Rekan2 Ortax,
    Sesuai dengan Topik yg dilontarkan, perusahaan masih ada, tetapi kegiatan Vakum/tidak ada kegiatan, tidak ada pembayaran gaji, berarti tidak ada karyawan, maka benar saran AR dari Rekan Wannabewongkpp, tidak perlu lapor SPT masa Pph pasal 21.

  • Aries Tanno

    Member
    23 July 2009 at 11:30 pm

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 183/PMK.03/2007

    TENTANG

    WAJIB PAJAK PAJAK PENGHASILAN TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI
    KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK PENGHASILAN

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    Bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 3 ayat (8) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Wajib Pajak Pajak Penghasilan Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG WAJIB PAJAK PAJAK PENGHASILAN TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK PENGHASILAN.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

    1. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    2. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah SPT Masa yang digunakan untuk melaporkan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar Wajib Pajak untuk setiap bulan.
    3. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah SPT yang digunakan untuk melaporkan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dalam suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak oleh Wajib Pajak orang pribadi.

    Pasal 2

    Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

    1. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Perubahan Ketiga Pajak Penghasilan 1984; atau
    2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

    Pasal 3

    (1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasailan Pasal 25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
    (2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.

    Pasal 4

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadministrasian Surat Pemberitahuan Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

    Pasal 5

    Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 535/KMK.04/2000 tentang Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 6

    Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 28 Desember 2007
    MENTERI KEUANGAN,

    ttd.

    SRI MULYANI INDRAWATI

  • Aries Tanno

    Member
    23 July 2009 at 11:32 pm

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 186/PMK.03/2007

    TENTANG

    WAJIB PAJAK TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI
    BERUPA DENDA KARENA TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DALAM
    JANGKA WAKTU YANG DITENTUKAN

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda karena Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam Jangka Waktu yang Ditentukan;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG WAJIB PAJAK TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA KARENA TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DALAM JANGKA WAKTU YANG DITENTUKAN.

    Pasal 1

    (1) Terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 atau paling lama pada batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
    (2) Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap:

    1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
    2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
    3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
    4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
    5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
    7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
    8. Wajib Pajak lain.

    Pasal 2

    (1) Wajib Pajak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf h adalah Wajib Pajak yang tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditentukan karena keadaan antara lain:

    1. kerusuhan massal;
    2. kebakaran;
    3. ledakan bom atau aksi terorisme;
    4. perang antarsuku; atau
    5. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.

    (2) Penetapan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

    Pasal 3

    Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 28 Desember 2007
    MENTERI KEUANGAN,

    ttd.

    SRI MULYANI INDRAWATI

  • Aries Tanno

    Member
    23 July 2009 at 11:43 pm

    Pasal 7 UU No. 28 Tahun 2007
    (1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

    (2) Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap:

    1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
    2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
    3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
    4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
    5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
    7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
    8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    salam

  • adibcl

    Member
    24 July 2009 at 10:41 am


    kok debatnya tentang wajib menyampaiakn SPT ato nggak seh??
    kan perusahaan tersebut vakum..
    jadi,,
    langkah yang diambil mestinya adalah melaporkan ke KPP bahwa perusahaan tersebut vakum dan sudah tidak ada kegiatan usaha lagi..

    saya ngerti kok kenapa AR tuan wanna menjawab tidak perlu menyampaikan SPT,,karena perusahaan tersebut merupakan WP non-efektif..
    kaLo misalnya KPP tidak percaya dengan pernyataan tuan wanna bahwa perusahaannya vakum,,kan bisa dilakukan pemeriksaan..
    perusahaan wajib memotong pajak dan atau melaporkan SPT ke KPP (lagi) setelah ada kegiatan lagi..
    betul ga??

    mohon koreksinya.. ^^

Viewing 31 - 45 of 58 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now